Turki telah memenjarakan enam aktivis hak asasi manusia, termasuk Ketua Amnesty International Turki, karena diduga membantu teroris.
Polisi menangkap enam orang itu dalam serangan di sebuah hotel di pulau Buyukada pada 5 Juli, sewaktu berlangsung lokakarya keamanan digital. Pengadilan di Istanbul Selasa memerintahkan mereka untuk tetap berada di penjara sampai diadili.
Selain direktur operasi Amnesty di Turki, Idil Eser, pekerja hak asasi manusia Jerman dan Swiss termasuk di antara yang ditahan.
Laporan media Turki mengatakan, enam orang itu dituduh melakukan kontak dengan militan Kurdi dan militan sayap kiri dan menduga anggota gerakan yang dipimpin oleh ulama Muslim yang mengasingkan diri, Fetullah Gulen, yang pernah menjadi sekutu dekat Presiden Recep Tayyip Erdogan, namun sekarang menjadi orang yang paling dicari oleh pemerintah Turki.
Turki menyalahkan Gulen, seorang ulama yang telah mengasingkan diri di Amerika selama berpuluh-puluh tahun, atas kudeta gagal tahun lalu. Ulama tua itu membantah tuduhan terhadapnya.
Amerika juga mengecam penangkapan tersebut. AS mendesak Turki untuk membatalkan tuduhan itu, membebaskan enam tahanan, dan mencabut UU keadaan darurat yang memungkinkan, apa yang oleh juru bicara AS disebut "persekusi semena-mena terhadap individu."
Turki memperpanjang keadaan darurat pasca kudeta tiga bulan lagi minggu ini, tak lama setelah pemilih menyetujui referendum untuk mengubah konstitusi dan memperluas kekuasaan Presiden Erdogan.
Presiden A.S. Donald Trump mengucapkan selamat kepada Erdogan atas kemenangan referendumnya, namun banyak pemimpin Uni
Eropa khawatir bahwa perubahan konstitusional selanjutnya akan mengikis hak asasi manusia dan kebebasan berbicara di Turki dan membungkam oposisi.[ps/al]