Timur Tengah membutuhkan “kepemimpinan yang kuat” dari Amerika Serikat, karena kawasan tersebut menghadapi banyak perang dan krisis. Seorang pejabat tinggi UEA mengatakan itu pada Senin, di tengah persiapan Presiden terpilih Donald Trump untuk kembali berkuasa.
Penasihat presiden UEA Anwar Gargash, yang berbicara di konferensi Debat Strategis Abu Dhabi, mendesak pemerintahan Trump yang baru untuk memprioritaskan strategi “komprehensif” alih-alih pendekatan “reaktif dan sepotong-sepotong”.
Uni Emirat Arab yang kaya minyak, adalah donor utama bantuan Gaza yang menormalisasi hubungan dengan Israel selama masa jabatan pertama Trump.
Negara tersebut tidak terlibat langsung dalam perang yang berkecamuk di kawasan tersebut, tetapi telah menghadapi tuduhan, yang dibantah dengan keras, telah mendukung paramiliter Sudan dalam pertempuran di sana selama lebih dari setahun.
Amerika Serikat, sekutu dekat Israel dan pendukung militer utama, telah terlibat dalam diplomasi yang bertujuan untuk menghentikan perang yang sedang berlangsung di Sudan, Jalur Gaza, dan Lebanon, dengan keberhasilan yang kecil.
Trump telah mengisyaratkan bahwa sebagai presiden, dia akan memberikan keleluasaan yang lebih besar kepada Israel saat memerangi militan Palestina dan Lebanon.
Gargash, dalam pidato utamanya, mengatakan bahwa “saat kita melewati masa-masa sulit, kepemimpinan dan kemitraan AS tetap sangat diperlukan”.
Amerika Serikat secara historis telah memainkan peran penting di Timur Tengah, dan keterlibatannya sangat penting, terutama selama krisis yang kita saksikan saat ini, kata dia.
“Namun, penting untuk menyadari bahwa keterlibatan tidak akan pernah cukup. Kita membutuhkan kepemimpinan yang kuat yang memprioritaskan pertimbangan kemanusiaan di samping kepentingan strategis,” tambah Gargash.
Seiring dengan berkecamuknya perang Israel-Hamas, yang dipicu oleh serangan kelompok militan Palestina pada 7 Oktober 2023, Israel juga memerangi Hizbullah di Lebanon dan telah saling tembak rudal dengan Iran, yang mendukung kedua gerakan bersenjata tersebut.
Sementara itu, perang Sudan telah menciptakan krisis kemanusiaan yang besar. UEA telah membantah mendukung Pasukan Dukungan Cepat, yang memerangi tentara nasional Sudan.
Gargash mengatakan bahwa “dengan pemerintahan Amerika yang akan datang, kita harus menghindari kebijakan reaktif dan sepotong-sepotong dengan mengorbankan pendekatan komprehensif yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan stabilitas regional”.
Selama masa jabatan pertama Trump sebagai presiden, UEA, Bahrain, dan Maroko menandatangani Perjanjian Abraham 2020, yang menentang konsensus Arab yang telah lama berlaku dengan mengakui Israel sebelum konfliknya dengan Palestina diselesaikan.
Pada September, Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed menjadi pemimpin pertama negara Teluk yang melakukan kunjungan resmi ke Washington.
“UEA akan terus bekerja sama erat dengan Amerika Serikat dalam hubungan strategis dan berbasis kelembagaan ini,” kata Gargash. [ns/jm]
Forum