Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Teten Masduki mengatakan memberdayakan pelaku UMKM dan koperasi dalam memproduksi APD merupakan peluang bisnis baru di tengah pandemi corona. Sedikitnya 161 pelaku UKM produsen masker, 86 UKM produsen APD hasmat, dan 29 UKM produsen hand sanitizer telah lolos verifikasi dari Kementerian Koperasi dan UKM melalui program "Karya Nusantara" yang tersebar ke beberapa daerah di Indonesia.
"Kami sekarang mengajak para UMKM untuk banting setir. Kami membuat pelatihan secara online bagaimana cara membuat APD. Sekarang sudah ada 100 UMKM yang sudah dikurasi dan sedang menunggu 300 UMKM yang sedang kami kurasi untuk memproduksi APD. Itu menyebar di beberapa daerah, mayoritas di Jawa," kata Teten dalam diskusi daring "Platform Digital x UMKM Atasi Kelangkaan APD", Selasa (5/5).
Teten menyebut total nilai transaksi yang telah dibukukan terkait dengan program Karya Nusantara mencapai Rp 127 miliar sejak 1 April 2020. Perincian produksi yang dihasilkan berjumlah 10.276 lembar masker, 962 APD hazmat, dan 25 sarung sepatu APD, serta melibatkan lebih dari 100 UKM yang sudah terkurasi.
"Saat ini sudah cukup bagus, permintaan terhadap APD lewat yang sudah kami kurasi itu total Rp 127 miliar lebih. Sebenarnya masih banyak permintaan tapi kapasitas produksi kita masih digenjot. Jadi ini peluang yang cukup besar dan mungkin UMKM lebih fokus prioritas masker non medis yang saya kira penggunaannya sangat diperlukan," sebutnya.
Masih kata Teten, kebanyakan UMKM yang beralih membuat masker dan APD di saat pandemi corona termasuk pelaku usaha konveksi tas dan bendera yang selama ini tidak bisa menjual produk Mereka.
"Bagaimana mereka mendapatkan bahan baku. Lalu, menghubungkan UMKM dengan pembeli. Kami bekerja sama dengan pihak lain untuk kurasi, dan kontrol kualitas terhadap produk APD. Pembiayaan kita tidak sulit sekarang apalagi sudah ada kebijakan di pemerintah untuk mendapatkan modal kerja baru sekarang ini berguna. Kami pasti akan bantu bagi UMKM masih ada peluang bisa bertahan," ungkapnya.
Kemudian, dengan diberdayakannya UMKM bagaimana fakta di lapangan terkait dengan ketersediaan APD di sejumlah daerah di Indonesia saat pandemi corona? Wali Kota Jambi, Syarif Fasha mengatakan kemampuan daerah atau kabupaten/kota sangat terbatas untuk menyiapkan APD. Wakil ketua umum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia ini juga menjelaskan APD terbagi dalam tiga level. Di daerah, APD level tiga seperti respirator N95, pelindung mata dan heavy duty apron tak bisa diproduksi oleh UMKM yang ada.
"Saat ini yang tidak bisa kami penuhi adalah APD di level tiga. Kenapa kami katakan level tiga? Karena level tiga ini untuk menangani pasien-pasien yang terkonfirmasi positif virus corona. Tapi untuk level satu, dan dua ini yang kami upayakan bagaimana memenuhinya dengan menggunakan UMKM yang ada di seluruh pemerintah daerah," ujar Syarif.
Lanjutnya, bersama para wali kota yang tergabung dalam APEKSI, pihaknya mendata semua kekurangan dan kebutuhan setiap daerah atau kota di Indonesia. Diakui Syarif ketersediaan APD sangat minim termasuk di daerah yang telah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan kasus positif corona yang terus meningkat setiap harinya.
"Kami menggunakan UMKM untuk melakukan pembuatan-pembuatan pakaian APD, membuat masker yang digunakan masyarakat umum tidak untuk medis. Untuk APD level tiga yang digunakan, kami harus memesan. Tapi ada kendala yang kami dapati misalnya badan usaha di China. Kami mesti pesan melalui distributor di Indonesia, barangnya sudah datang tapi harus dikarantina dulu selama dua pekan menurut protokol kesehatan. Tapi ini kami tidak paham juga sehingga barang sudah di Indonesia namun masih terkendala waktu di pelabuhan," ungkap Syarif.
Bukan hanya di Jambi, sebagian besar kota lain juga kekurangan APD level tiga.
Hal yang sama juga diucapkan Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk. Dia mengatakan permasalahan yang ada di Sibolga adalah sulitnya mendapatkan bahan baku dalam pembuatanAPD. UMKM di Sibolga hanya mampu memproduksi masker non medis.
"Kalau APD memang ada UMKM yang mau buat, tapi bahan baku sulit didapatkan. Sarung tangan, topi, memungkinkan, tapi standar baju APD yang sesuai WHO agak sulit didapatkan. Maka secara jujur kami katakan kalau untuk industri APD, ini belum terlalu berkembang," ujar Syarfi. [aa/ab]