Dua puluh persen dari mereka yang ikut dalam pemilihan Dewan Nasional Federal (FNC) hari Sabtu adalah perempuan.
Menurut hasil awal pemilihan, Sheikha al-Ari dari Emirat Umm al-Quwain yang kurang dikenal dan 19 laki-laki lainnya akan ditunjuk sebagai anggota majelis yang terdiri dari 40 kursi. Kedua puluh anggota lainnya akan dipilih oleh para pemimpin negara itu.
Menteri Luar Negeri Anwar Mohammed Gargash kecewa dengan sedikitnya jumlah calon perempuan yang berhasil.
Namun, warga Dubai Sara Khalif al-Kamda lebih optimistic dan mengatakan, “Pada akhirnya, kita semua warga UEA dan kita semua menang.”
Pada hari pemilihan, jumlah kehadiran rendah dengan hanya sekitar seperempat dari 129.000 orang yang berhak memilih, dipilih seksama oleh pemerintah, memberikan suara.
Pihak berwenang menambah jumlah orang yang berhak memilih awal tahun ini karena mempertimbangkan pergolakan pro-demokrasi yang terjadi di kawasan itu. UEA sendiri benar-benar berupaya mencegah kerusuhan oleh pihak oposisi.
Toby Jones, asisten guru besar Sejarah Timur Tengah pada Universitas Rutgers, mengatakan sikap apatis pemilih di negara pengekspor minyak terbesar ketiga dunia itu sangat terkait dengan kenyataan bahwa FNC tidak punya kekuasaan nyata membuat undang-undang.
“Warga tentu saja akan mengatakan senang menyaksikan beberapa kemiripan reformasi yang berlangsung ke depan, tetapi pada saat yang sama, mereka mengakui tidak ada pemberdayaan politik yang dihasilkan pemilu ini,” ujar Jones.
FNC bertanggungjawab untuk menyerahkan rancangan undang-undang yang mungkin disetujui atau tidak oleh keluarga-keluarga yang berkuasa.
Lima pegiat UEA ditangkap awal tahun ini dan baru- baru ini disidangkan karena menandatangani petisi yang menyerukan kekuasaan lebih besar bagi badan itu.
Namun, warga Dubai Daeed al-Otibi mengatakan pemilihan tahun ini adalah bukti bahwa negara itu bertekad mengadakan reformasi demokrasi.
“Kami tidak bisa mengatakan UEA akan berubah 100 persen, tetapi untuk masa mendatang, ini adalah langkah yang baik. Saya rasa ini akan membantu rakyat di sini untuk mengubah banyak hal,” ujarnya.
Jumlah kehadiran pemilih juga rendah di Bahrain, yang mengadakan pemilihan anggota-anggota parlemen hari Sabtu.
Pemilu itu diadakan untuk mengisi 18 kursi yang ditinggalkan para anggota dari kelompok oposisi, Partai al-Wafaq, sebagai protes atas penumpasan oleh pemerintah yang menimbulkan korban jiwa terhadap demonstrasi pro-demokrasi awal tahun ini.
Pemilu itu diboikot oleh al-Wafaq dan partai-partai oposisi lainnya.