Uni Eropa membekukan beberapa sanksi-sanksi terhadap Birma, sejak pemerintah sipil menggantikan pemerintah militer. Namun, partai oposisi utama Birma yang dipimpin Aung San Suu Kyi mendesak sanksi-sanksi itu harus tetap diberlakukan sampai situasi HAM membaik
Tindakan Uni Eropa untuk membekukan sementara sanksi terhadap pemerintah Birma itu, merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Barat.
Uni Eropa telah mengeluarkan pembekuan visa selama setahun dan pembekuan aset pemimpin sipil dan menteri luar negeri Birma. Larangan bagi kunjungan tingkat tinggi pejabat Uni Eropa ke Birma juga telah dicabut.
Melonggarnya sanksi tersebut menyusul digantinya pemerintah militer, bulan lalu, dengan pemerintah sipil yang pertama kali dalam puluhan tahun ini, walaupun pemerintahan tetap di dominasi kalangan militer.
David Lipman, duta besar Uni Eropa untuk Birma, Kamboja, Laos dan Thailand menjelaskan, pembekuan sanksi itu diperlukan untuk membuka jalan bagi perundingan setingkat menteri dengan pemerintah baru dan tokoh oposisi utama di Birma.
Lipman mengatakan,“Kami ingin terlibat. Kami ingin terlibat pada tingkat yang tinggi dengan pemerintah dan semua pemangku kepentingan di Birma. Dan, itu sebabnya kami membekukannya. Ini niat kami untuk membina dialog tingkat tinggi dengan institusi yang baru dan tokoh-tokoh oposisi, di semua tingkatan.”
Pemilu bulan November di Birma dikutuk internasional dengan menyebutnya palsu untuk menutupi kelanjutan pemerintahan militer. Tuduhan terjadinya kecurangan dan intimidasi menyebar luas.
Bahkan sebelum penghitungan suara, pihak militer membuat rancangan UU yang menjamin seperempat dari seluruh kursi parlemen disediakan bagi militer. Dan, pemimpin partai oposisi utama Birma, Aung San Suu Kyi dilarang ikut pemilu.
Setelah pemerintah baru dilantik, Jenderal senior di Birma, Than Shwe dilaporkan menyerahkan jabatannya dan mundur dari kekuasaan. Tetapi analis mengatakan pihak militer masih berkuasa.
Amerika menunjuk seorang utusan urusan Birma, minggu lalu, untuk meningkatkan perundingan dengan pemerintah yang baru namun mengatakan terlalu dini untuk mencabut sanksi.
Pendukung sanksi itu mengatakan sanksi politik dan ekonomi adalah satu-satunya cara untuk menekan militer Birma guna menegakkan demokrasi.
Pemerintah Barat pertama kali memberlakukan sanksi atas Birma setelah penumpasan berdarah terhadap demonstran pro-demokrasi tahun 1988.
Australia dan Amerika memblokade penjualan senjata dan tidak mengeluarkan ijin visa untuk pemimpin Birma dan Amerika membekukan beberapa aset mereka.
Sanksi yang lebih jauh di Birma diikuti penahanan terhadap aktivis yang meluas dan penolakan pemerintah untuk mengakui hasil pemilu tahun 1990. Tahun 2003, Amerika melarang semua hubungan dagang dengan Birma.