Ada sekitar 17 juta bayi di seluruh dunia yang tinggal di wilayah-wilayah dengan tingkat polusi udara enam kali di atas ambang batas yang direkomendasikan, Badan PBB Urusan Anak-anak (UNICEF) mengatakan, Rabu (6/12). Kondisi udara yang buruk itu mengancam perkembangan otak para bayi.
Mayoritas bayi-bayi ini atau sekitar 12 juta bayi, bermukim di Asia Selatan, UNICEF mengatakan dalam studi terhadap anak-anak di bawah usia satu tahun. Studi ini menggunakan gambar satelit untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah yang paling parah polusi udaranya.
"Polutan tidak hanya merusak paru-paru bayi yang sedang berkembang, tapi juga bisa menimbulkan kerusakan permanen pada otak mereka. Dan akibatnya, (merusak) masa depan mereka," kata Anthony Lake, direktur eksekutif UNICEF.
Polusi udara apa saja yang di atas ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), berpotensi merusak pertumbuhan anak-anak, dan risiko terus meningkat seiring dengan memburuknya polusi, kata UNICEF.
Polusi udara sangat berkaitan dengan penyakit asma, pneumonia, bronkitis dan infeksi saluran pernafasan lainnya, kata badan PBB tersebut.
Temuan-temuan ilmiah mengenai hubungan antara polusi dan perkembangan otak masih belum meyakinkan, namun semakin banyak bukti yang "menjadi alasan untuk mendapat perhatian," kata penulis laporan itu, Nicholas Rees dari UNICEF, kepada Thomson Reuters Foundation.
Perkembangan otak dalam 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak sangat penting untuk kemampuan belajar, berkembang dan untuk mereka "mampu melakukan apa saja yang mereka mau dan cita-citakan dalam kehidupan mereka," kata Rees.
"Kebanyak perhatian tertumpu pada memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan berkualitas, tapi perkembangan otak mereka juga sama pentingnya," kata dia. [fw/au]