Kementerian Kesehatan meminta masyarakat tetap waspada dan menjaga protokol kesehatan secara ketat untuk mengantisipasi perebakan sub-varian baru COVID-19 tipe omicron. Secara nasional, kasus COVID-19 meningkat di 21 provinsi di seluruh Indonesia, dengan 1.907 kasus positif. Dari angka itu, sub varian BA.4 dan BA.5 tercatat 143 kasus. Hal ini ditegaskan juru bicara Kementerian Kesehatan, dr. Mohammad Syahril dalam konferensi pers hari Jumat (24/6).
“Untuk BA.5 sama BA.4 hampir sama, gejala utamanya adalah di batuk, kemudian ada demam, flu, pilek. Jadi, gejala untuk BA.4 dan BA.5 ini mirip-mirip atau hampir sama dengan omicron yang lalu tapi lebih ringan. Karena kita masih masa pandemi, maka tentu saja fluktuasi angka-angka ini, atau indikator-indikator ini bisa naik dan turun, yang menjadi perhatian dan evaluasi kita untuk kewaspadaan," katanya.
Badan Kesehatan Dunia WHO menargetkan 70% target populasi sudah mendapat vaksinasi penuh dua dosis pada Juni 2022. Sejauh ini sudah 74% warga Indonesia yang divaksinasi satu dosis, dan 62% divaksinasi dua dosis. Vaksinasi ini akan terus didorong agar capaiannya semakin besar.
“Kalau berdasarkan populasi sebanyak 270 juta, maka pasien kita ini dosis satu 74, dan dosis dua 62 persen. Nah, untuk itu vaksin ini menjadi program prioritas bagi kita semua untuk meningkatkan capaian vaksin satu, vaksin dua, maupun booster di seluruh Indonesia," tambahnya.
Syahril juga memberikan perhatian terhadap perebakan cacar monyet atau monkeypox. Meski belum ada kasus yang ditemukan di Indonesia, Syahril tetap meminta masyarakat waspada terhadap penyakit yang dibawa oleh satwa monyet, tupai, serta primata lainnya. Kementerian Kesehatan, kata Syahril, telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi serta penanganan dan pemantauan di pintu-pintu masuk kedatangan luar negeri.
“Cacar monyet ini sembuh sendiri, atau self limiting disease, jadi setelah dua sampai empat minggu, setelah masa inkubasinya selesai, penyakit ini akan sembuh sendiri. Jadi, tidak terlalu berat, dan dari negara tadi yang melaporkan, itu hanya sekitar sepuluh persen yang dirawat di rumah sakit, dan sampai saat ini juga belum ada kematian dari kasus yang sudah dilaporkan tadi," kata Mohammad Syahril.
Terkait hepatitis akut yang belum diketahui penyebabknya, Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 70 kasus kumulatif dugaan hepatitis akut di 21 provinsi di seluruh Indonesia. Enam belas kasus dinyatakan probable, 14 pending, dan 40 discarded atau disingkirkan dari kelompok dugaan.
Dari pemeriksaan PCR yang dilakukan terhadap 16 probable, patogen paling banyak ditemukan pada pasien probable adalah CMV (cytomegalovirus) atau sering disebut virus herpes. Komite Ahli Kementerian Kesehatan, Prof Hanifah Oswari, Sp.A, mengatakan meski CMV banyak ditemukan namun belum dapat dipastikan sebagai penyebab utama. Hanifah Oswari mengingatkan agar masyarakat tetap waspada terhadap penyakit ini hingga ada penetapan dari WHO.
“Lepas dari penyebab atau bukan, tapi saya kita CMV memang perlu kita waspadai juga terutama pada anak kecil atau bayi, dan orang-orang yang dengan gangguan respon imun, misalnya pada pasien-pasien yang mendapat terapi sitostatik untuk kankernya, atau orang-orang yang mendapat obat-obatan penekan sistem imun, misalnya pada yang transplantasi, ini memang perlu menjadi perhatian bersama," katanya. [pr/em]