Sebuah rombongan yang terdiri 18 wartawan televisi dan cetak dari Amerika Serikat mengunjungi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis sore. Delegasi wartawan ini dipimpin oleh John Schidlovsky, Direktur International Reporting Project yang berbasis di Washington, DC.
Dalam kesempatan diskusi, Presiden antara lain didampingi oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo, serta Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.
Dalam pengantar diskusi, Presiden mengatakan dalam dua periode terakhir telah melanjutkan transisi pemerintahan yang lebih demokratis, dengan segala kekurangan dan kelebihannya. "Saya paham bahwa rakyat menginginkan perbaikan dan pemerintah terus bekerja untuk mewujudkan hal itu," kata Presiden Yudhoyono.
Namun di sisi lain, kata SBY, ada banyak tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia di tengah-tengah masa peralihan yang kompleks, dan membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Ia menyebutkan masalah ekonomi global yang cepat bersinggungan dengan situasi ekonomi dalam negeri; seperti krisis pangan dan energi.
Tapi, yang dinilai cukup sulit bagi Presiden adalah bagaimana menyeimbangkan kebebasan yang ada pada masyarakat, dengan aturan hukum serta toleransi antarsesama. Kebebasan yang terlalu besar, menurut Presiden, dapat berujung pada politik yang buruk.
Presiden berharap kunjungan para wartawan ini dapat membantu meningkatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Indonesia, di mata warga Amerika Serikat.
Kepada VOA, John Schidlovsky mengaku diskusi sore itu berjalan dengan sangat hangat dan berkesan. Presiden Yudhoyono dinilai sangat terbuka dalam menjawab semua pertanyaan.
Mantan wartawan The Baltimore Sun ini lebih jauh mengatakan, salah satu isu penting yang ditanyakan adalah seputar lingkungan hidup, terutama moratorium hutan dan kaitannya dengan produksi minyak kelapa sawit.
"Banyak hal yang kami bahas, contohnya moratorium (jeda tebang sementara) untuk kawasan hutan dan gambut yang baru saja Presiden tandatangani (Presiden keluarkan Inpres soal moratorium hutan dan gambut), karena kami sempat ke Kalimantan untuk melihat bagaimana pemerintah Indonesia memelihara lingkungan hidup," kata John Schidlovsky. Isu lain yang juga sempat ditanyakan adalah seputar radikalisme dan korupsi.