Agama dan Media Sosial

Sejumlah aplikasi media sosial. (Foto: Courtesy/Twitter)

Sejumlah lembaga keagamaan memanfaatkan media sosial untuk berhubungan dengan para anggotanya. Beberapa pemimpin agama mempertanyakan pengaruhnya terhadap keyakinan, praktik dan kepemimpinan, namun tak sedikit yang mengatakan media sosial harus dimanfaatkan dalam menyebarkan dan mengajarkan agama.

Hampir setiap pekan sekitar 1500 orang mengikuti kebaktian di Gereja Evangelical Northland di Longwood, Florida. Namun, hampir sepertiga dari mereka tidak pernah menginjakkan kaki di sana. Mereka mengikuti kebaktian itu melalui media sosial, seperti Facebook, di laptop, tablet, iPad atau telepon pintar mereka.

Marty Taylor, salah satu pengurus gereja itu, merupakan penggagas kebaktian melalu media sosial.

Logo Facebook, Google dan Twitter. (Foto:Reuters)

“Kita tidak ingin terikat oleh ruang ini. Kita ingin di mana saja, kapan saja. Teknologi merupakan sarana yang memungkinkan itu," kata Marty Taylor.

Dalam kegiatan kebaktian ini, pendetanya tak jarang melibatkan peserta online dan langsung menyapa mereka. Tak heran karena ini dunia maya, ada yang berasal dari Belanda dan Jepang

Sementara kebaktian utama berlangsung, gereja itu menghadirkan pendeta online untuk terlibat langsung dengan mereka yang tidak hadir di dalam gedung gereja itu. Nathan Clarck adalah satu diantaranya.

“Saya menyediakan konsultasi, penyuluhan dan berusaha mendekatkan mereka ke orang-orang sekitar mereka, dan menghubungkan mereka ke Tuhan," kata Nathan Clarck.

Tak jarang ia juga menawarkan layanan doa secara online. Untuk layanan yang satu ini, ia tidak hanya mendoakan dari kejauhan, tapi juga mengirimkan doa tersebut melalui surat elektronik, sehingga bisa dibaca bersama-sama atau diulang pada kesempatan yang lain.

BACA JUGA: Kisah Pendeta Melawan Ku Klux Klan

Dengan berkembangnya teknologi, institusi-institusi keagamaan juga semakin kreatif dalam menjangkau umat mereka, baik yang sudah lama bergabung maupun yang baru, melalui media sosial. Gereja, sinagoga, atau masjid tidak jarang menawarkana konsultasi keimanan atau bimbingan secara online. Di dunia maya, kini dengan mudah diakses Muxlim TV, GodTube, Online Christian, dan Hindu Kids.

Meski demikian tak sedikit yang mempertanyakan pemanfaatan media sosial dalam menyiarkan agama. Pendeta Henry Brinton dari Gereja di Farirfax, Virgina, meragukan keefektifannya.

“Ada kepercayaan, dukungan dan akuntabilitas yang tercipta dalam kontak tatap wajah. Saya kira, itu tidak mungkin tercipta dalam komunikasi online,” kata Henry Brinton.

Ia mengatakan kehadiran secara fisik di tempat ibadah itu penting.

Seorang pastor bersiap untuk memberikan Komuni Suci selama Misa yang dirayakan di Gereja Saint Francois Xavier di Paris, Prancis, 1 Maret 2020. (Foto: AP)

“Ada sesuatu kekuatan yang muncul dengan datang ke gereja dan berbaur dengan sesama. Aktivitas fisik seperti pembaptisan, perjamuan kudus dan lain-lain memerlukan aktivitas fisik yang sesungguhnya. Orang-orang biasanya merasakan kekuatan hubungan dengan Tuhan saat berada di gereja," kata Henry Brinton.

Para pemimpin gereja membantah mereka mengabaikan pentingnya tatap muka.

“Tujuan kami tidak cuma membuat orang-orang log in, menyaksikan kebaktian, kemudian log off, dan selesai. Kami ingin mereka bertemu, makan bersama dan menjalankan ibadah dan kebaikan bersama-sama," ujar Taylor.

Salah satu cara yang dianjurkan Evangelical Northland adalah mengajak anggotanya yang tidak bisa datang ke gereja untuk berkumpul bersama di suatu tempat dan mengikuti kebaktian secara online di tempat itu. Mereka hanya perlu memilih saluran televisi yang menyiarkan langsung proses kebaktian itu.

BACA JUGA: Senator AS Usulkan Pegawai Pemerintah Dilarang Gunakan TikTok

Marcy Burth termasuk yang merasa beruntung dengan layanan kebaktian online itu. Di rumahnya, sekali dalam sebulan, ia mengundang tetangga-tetangganya untuk berkumpul dan mengikuti kebaktian bersama. Ia justru merasakan kehangatan dalam kelompok kecil itu ketimbang mengikuti kebaktian di antara ratusan orang di gereja yang jauhnya sekitar hampir 100 kilometer dari rumahnya.

“Kami merasakan kedekatan yang tidak kami peroleh di dalam gereja besar yang dihadiri ratusan atau bahkan ribuan orang. Kegiatan kebaktian di rumah kami mempererat tali silahturahim di antara sesama tetangga," kata Marcy Burth.

Sejumlah pemimpin besar keagamaan juga tak sungkan memanfaatkan media sosial dalam merangkul para pengikutnya. Paus Benediktus, contohnya, diyakini memiliki sedikitnya 40 juta pengikut, dan dianggap sebagai salah satu pemimpin dunia paling berpengaruh. [ab/uh]