Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok mengatakan tidak mengincar jabatan tertentu saat kembali terjun ke dunia politik dengan bergabung ke PDI Perjuangan. Hal itu disampaikan BTP saat meluncurkan buku "Panggil Saya BTP, Perjalanan Psikologi Ahok Selama di Mako Brimob" di kantor Media Tempo, Jakarta, hari Senin (17/2).
BTP memandang jabatan merupakan akibat dari sebuah perjuangan politik yang ia lakukan. Karena itu, katanya, bukan tidak mungkin jika dirinya menjadi presiden pada masa mendatang.
"Karena saya tidak menginginkan sebuah jabatan. Saya hanya menginginkan, ketika pelanggaran terjadi, saya memperjuangkan (para korban, red.) itu. Nah kalau memperjuangkan itu, eksesnya menjadi presiden. Itu ekses, bukan saya mengincar kursi presiden. Orang bilang tidak mungkin kamu jadi presiden? Pasti mungkin dong minimal presiden direktur," tutur Ahok yang disambut ketawa peserta bedah buku di kantor Tempo, Jakarta, Senin (17/2).
Kendati demikian, BTP menyampaikan belum mengetahui akan maju pada pemilihan presiden 2024 mendatang atau tidak. Sebab, pencalonan tersebut merupakan wewenang partai politik.
"Mesti tanya partai itu," tambahnya.
Ahok menuturkan tidak menempati jabatan struktur di kepengurusan PDI Perjuangan. Namun, ia siap mengajar, memberi semangat dan meyakinkan para kader PDI-Perjuangan di seluruh Indonesia.
Pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk menjelaskan peluang Ahok untuk bersaing dalam pemilihan presiden 2024 masih ada. Ia menilai masyarakat Jakarta saat ini menyesal telah menghukum BTP secara berlebihan. Apalagi jika melihat prestasi BTP yang masih lebih baik jika dibandingkan dengan gubernur saat ini.
Jika fenomena keinginan dipimpin BTP di Jakarta tersebut bisa diperbesar ke level nasional, maka bukan tidak mungkin BTP berpeluang maju dalam Pilpres 2024 mendatang.
"Kita terlalu menghukum Ahok terlalu besar. Intinya kita salah pilih, ternyata bagusan Ahok saat memegang lebih tertata. Saya obyektif ya. Sekarang orang rindu lagi, ternyata kita menghukum Ahok terlalu keras, artinya ada peluang masyarakat merefleksikan kembali," jelas Hamdi Muluk kepada VOA.
Namun, Hamdi menambahkan perlu dobrakan dalam politik Indonesia, utamanya dalam mengatasi faktor SARA untuk dapat memenangkan BTP dalam Pilpres 2024 mendatang. Sebab, kata dia, faktor SARA ini merupakan sesuatu yang masih sulit diubah dalam politik nasional Indonesia.
Bahkan, kata dia, negara maju seperti Amerika Serikat membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menghilangkan SARA saat pemilihan presiden, yang kemudian berakhir dengan terpilihnya Barack Obama sebagai presiden kulit hitam pertama.
BACA JUGA: Mantan Gubernur Jakarta Bebas Setelah Hampir 2 Tahun DipenjaraBTP bebas dari penjara Rutan Mako Brimob pada akhir Januari 2019 lalu. Ia menjalani pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan setelah divonis bersalah melakukan penodaan agama oleh majelis Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Ia kemudian bergabung ke PDI Perjuangan beberapa bulan sebelum Pilpres 2019. BTP kemudian ditunjuk Menteri BUMN sebagai Komisaris Pertamina pada November tahun lalu. [sm/em]