Unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang digelar ratusan mahasiswa di kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis siang (8/10) diwarnai bentrokan dengan aparat keamanan. Awal mulanya, ratusan mahasiswa itu meminta untuk diizinkan melakukan orasi di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tengah di jalan Jenderal Sudirman, tapi tidak diizinkan oleh aparat kepolisian.
Polisi menawarkan dua pilihan, yakni pihak DPRD Sulteng mendatangi massa atau mahasiswa mengirimkan perwakilan untuk menyampaikan aspirasi ke gedung DPRD. Kedua opsi itu ditolak mahasiswa.
Your browser doesn’t support HTML5
Tidak ada titik temu, sekitar pukul 12.30 WITA mahasiswa memaksa untuk menembus barikade kawat berduri. Lemparan batu juga terjadi Polisi berusaha menghentikan aksi mereka dengan menembakan gas air mata dan semprotan air ke arah kerumunan mahasiswa. Karena tiupan angin kencang, tembakan gas air mata berbalik arah dan malah mengenai polisi dan wartawan yang meliput kejadian. Sejumlah wartawan berhamburan menghindari asap yang memerihkan mata dan menyulitkan bernafas.
Komisaris Polisi Sugeng Lestari, Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada VOA mengatakan 11 mahasiswa, 10 Polisi dan lima warga umum mendapatkan pertolongan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulawesi Tengah karena luka lemparan batu dan gas air mata. Pihaknya juga mengamankan 29 orang, yang terdiri dari 28 mahasiswa dan seorang warga biasa.
BACA JUGA: Protes UU Cipta Kerja, Aparat-Demonstran BentrokRifaldi (21), salah seorang mahasiswa dari Universitas Tadulako yang ikut berunjuk rasa hari itu menilai tindakan kekerasan aparat kepolisian menghadapi aksi mahasiswa berlebihan. Dia mengatakan meskipun mahasiswa sudah mundur, tapi aparat terus mengejar dan memukuli mereka.
“Jujur pak, kami mendapatkan begitu banyak tindakan represif dari aparat yang berwenang disitu, bahkan menurut saya sudah tidak manusiawi ketika manusia itu dipukul hampir seperti binatang, tidak lagi melihat laki-laki, perempuan,” keluh Rifaldi. “Kami diserang dengan gas air mata, kemudian dikejar ke titik-titik evakuasi bahkan dipukuli hingga berdarah.”
Rifaldi menerangkan aksi hari itu merupakan penolakan kuat mahasiswa di kota Palu atas pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat kecil. Dia berharap pemerintah mencabut undang-undang kontroversial itu.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Tengah, Nilam Sari Lawira, menyayangkan aksi demonstrasi menolak UU Cipta Kerja oleh mahasiswa berakhir bentrok dengan aparat keamanan. Pihaknya bersedia menerima 10 hingga 15 orang perwakilan mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi di gedung DPRD Sulteng dengan memperhatikan protokol kesehatan.
“Harusnya yang diterima tadi itukan perwakilan dan kami sudah siap menerima cuma karena berakhir seperti itu ya tentu secara keamanan tidak bisa kami hindari hal-hal yang seperti begitu, makanya saya sangat menyayangkan saja ada kejadian seperti tadi,” kata Nilam.
Nilam berharap aksi-aksi demonstrasi dilakukan dengan baik, mempertimbangkan situasi pandemi COVID-19 dengan tingkat penularan yang terus bertambah setiap harinya di kota Palu.
Jurnalis Jadi Korban Penganiayaan Aparat
Alsih Marselina wartawati dari media sultengnews.com mengaku menjadi korban pemukulan oleh oknum aparat kepolisian yang mengira dirinya adalah bagian dari kelompok mahasiswa yang sedang berunjuk rasa.
“Kita orang sudah mengaku dari media, langsung dipukul sudah, dipukul kena mataku. Begitu ceritanya. Saya tidak lihat siapa yang memukul saya karena sudah pusing, tidak mampu saya melihat orang,” kata Alsih kepada wartawan di Palu.
BACA JUGA: Satgas Covid-19: Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja Berpotensi Perluas WabahMuhammad Iqbal ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Palu menyatakan akan melaporkan peristiwa pemukulan terhadap wartawan itu ke Polda Sulawesi Tengah.
Selain di Palu, aksi demonstrasi mahasiswa menolak undang-undang Cipta Kerja juga terjadi di Kabupaten Toli-toli, Banggai dan Kabupaten Poso. [yl/ab]