Negara-negara Eropa memulangkan paksa pencari suaka dari Afghanistan yang ditolak permohonannya, meskipun tahu bahwa menurut organisasi HAM Amnesty International mereka menghadapi risiko serius penyiksaan, kematian, dan pelanggaran HAM lain. Organisasi itu mengatakan deportasi tersebut jelas-jelas melanggar undang-undang internasional.
Antara tahun 2015 dan 2016, angka-angka Uni Eropa menunjukkan bahwa warga Afghanistan yang dipulangkan oleh negara-negara Eropa berlipat tiga, dari tiga ribu menjadi lebih dari 9.500.
Audrey Gaughran dari organisasi HAM Amnesty International mengatakan kepada VOA para migran itu dipulangkan paksa ke negara mereka yang masih dilanda perang.
“2016 adalah tahun dengan korban jiwa paling banyak di Afghanistan sejak pemantauan mulai dilakukan, dengan 11 ribu orang tewas. Sebegitu jauh untuk tahun 2017 PBB telah mencatat lebih dari 16 ribu insiden keamanan. Jadi makin banyak orang yang dipulangkan paksa sementara situasi keamanan di Afghanistan merosot,” tuturnya.
Banyak pencari suaka dari Afghanistan diperlakukan tidak adil, dibanding dengan pencari suaka dari negara-negara lain. Mohammed Jamshidi dideportasi ke Kabul dari Jerman bulan lalu.
“Di setiap sudut Eropa, prioritas diberikan kepada orang dari Suriah. Mereka hanya perlu waktu tiga bulan untuk didaftar, sementara warga Afghanistan dideportasi setelah bertahun-tahun tinggal di Jerman,” kata Jamsidi di bandara Kabul.
Amnesty mengemukakan kasus-kasus orang Afghanistan yang dideportasi dan kemudian tewas atau cedera akibat serangan bom, dan yang lain ketakutan menghadapi persekusi karena agama atau orientasi seksual mereka.
Beberapa orang dipulangkan ke bagian-bagian wilayah Afghanistan yang tidak pernah mereka kenal. Pemerintah negara-negara Eropa menjustifikasi ini dengan mengatakan bahwa itu adalah wilayah-wilayah yang aman di Afghanistan.
“Itu sama sekali tidak benar. Orang tidak aman di provinsi manapun di Afghanistan. Tetapi selain itu, orang dipulangkan ke tempat-tempat yang tidak mereka lihat sebelumnya, yang tidak mereka ketahui sama sekali,” kata Gaughran dari Amnesty International.
Jerman menghentikan sementara pemulangan warga Afghanistan pada bulan Mei, setelah insiden pemboman di Kabul yang menewaskan 150 orang dan menimbulkan kerusakan pada kedutaan besar Jerman. Bulan lalu deportasi dimulai lagi.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Jerman mengatakan kepada VOA setiap orang yang dideportasi dinilai berdasar kasus per kasus. Ditambahkan, pemerintah Jerman menyanggah pernyataan Amnesty International bahwa tidak ada wilayah aman di Afghanistan.
Juru bicara Uni Eropa mengatakan keputusan deportasi dibuat oleh pemerintah negara anggota, bukan oleh Uni Eropa. [ds]