Ken Conboy, seorang analis keamanan dan intelijen yang banyak menulis tentang Indonesia, mengatakan sebelum dua hotel dibom di Jakarta bulan Juli lalu, cukup lama periode yang relatif tenang di Indonesia yang memungkinkan kelompok teroris menyusun kembali organisasi mereka.
"Selama empat tahun apapun tidak terjadi dan menurut saya ada semacam rasa puas dikalangan sebagain aparat keamanan," ujar Conboy. "Ada anggapan umum kelompok ekstremis paling berbahaya itu kemungkinan saat ini sudah tidak aktif lagi. Dan tiba-tiba ada kejutan besar bulan Juli tahun 2009, pasukan keamanan menyadari bahwa kelompok itu bukan hanya masih berkeliaran dan aktif, tapi mereka telah menyiapkan sebuah operasi yang relatif canggih di depan mata semua orang di kota itu."
Pasukan keamanan Indonesia mengejar para pelaku pemboman hotel-hotel itu, termasuk otaknya Noordin Top yang tewas dalam serangan polisi bulan September.
Sebagai bagian dari upaya mereka untuk mencegah serangan baru, bulan Februari polisi menemukan sebuah koalisi teroris baru yang mengoperasikan sebuah kamp pelatihan di Aceh. Dari penyergapan kemudian, 48 tersangka ditangkap dan terbunuh. Di antara yang tewas adalah Dulmatin, salah seorang tersangka teroris yang dicari di Indonesia atas perannya dalam bom Bali tahun 2002 yang menewaskan 202 orang.
Sidney Jones adalah pakar terorisme di International Crisis Group. Dalam laporan terbarunya, merincikan sejumlah informasi intelijen tentang organisasi teroris baru itu, yang menyebut dirinya Al-Qaida Indonesia di Aceh.
Jones menjelaskan, "Kelompok ini dalam beberapa hal tidak seradikal kelompok Noordin Top dengan artian kemungkinan mereka adalah untuk menegakkan hukum Islam, bukan untuk meledakkan sesuatu saja. Tapi, bahwa dalam proses penegakkan hukum Islam, diperbolehkan untuk menyerang siapa saja yang menghalangi."
Ia mengatakan kelompok itu mendukung pembunuhan para pemimpin Indonesia yang terpilih yang menentang pemberlakuan Syariah. Para anggota kelompok juga lebih suka beroperasi dari markas yang mereka dirikan di Aceh, antara lain karena Aceh adalah daerah semi-otonom di Indonesia yang menerapkan hukum Syariah.
Sidney Jones mengatakan penduduk Aceh, yang tahun 2005 mengakhiri 30 tahun pemberontakan separatis, melaporkan kamp itu kepada pihak berwenang.
"Ini merupakan perhitungan yang keliru. Mengapa mereka pikir mereka akan memperoleh dukungan di tempat seperti Aceh yang baru saja pulih dari kekerasan, saya tidak tahu, kecuali bahwa ternyata ada dua orang yang berpengalaman lama di Aceh itu dalam koalisi ini," ujar Jones.
Penyergapan itu, kata Sidney Jones, secara efektif membubarkan operasi tersebut untuk saat ini.
Laporan Sidney Jones merincikan sejumlah rekomendasi untuk mencegah tumbuhnya gerakan militan baru. Yang paling utama diantaranya adalah meningkatkan pengintaian terhadap tahanan dan bekas tahanan yang terlibat dalam perencanaan dan perekrutan teroris.
Ken Conboy mengatakan agar pelaksanaannya efektif, polisi membutuhkan sumber daya tambahan dan pelatihan.
Sidney Jones juga mengatakan pemerintah Indonesia harus menindak organisasi-organisasi yang menyebarkan pesan-pesan ekstrimis. Ia mengatakan, namun pemerintah jangan menyensor mereka, tetapi harus memantau mereka, dan memastikan mereka terdaftar resmi dan membayar pajak.
Sidney Jones mengatakan Indonesia meraih sukses besar dalam menggunakan pasukan kepolisian untuk menekan terorisme, tapi banyak yang bisa dilakukan dalam masyarakat demokrasi yang terbuka untuk mencegah aksi-aksi kekerasan.