Roger Stone, salah seorang kawan dekat Presiden AS Donald Trump ditangkap oleh pejabat federal akhir bulan Januari atas tuduhan memberikan keterangan palsu kepada Kongres, berusaha menghalangi penyelidikan, dan berusaha mempengaruhi saksi.
Penangkapan Stone adalah bagian dari penyelidikan yang sedang diadakan oleh Jaksa Khusus Robert Mueller tentang campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden tahun 2016. Tahun lalu Stone menerbitkan buku berjudul “How Donald Trump Orchestrated a Revolution.”
Roger Stone mengatakan, kemenangan Donald Trump sebagai presiden mengakibatkan suatu kejutan hebat bagi sistem politik di Amerika saat itu.
“Ia terus berpegang teguh pada agendanya, dan menurut saya, ia juga mendapat kemajuan dalam hal itu. Semua kegaduhan dan keributan tentang kebiasaannya mengirim pesan Twitter dan lain-lain, adalah isu sampingan yang tidak dipedulikan oleh pendukungnya.”
BACA JUGA: Mantan Penasihat Trump Mungkin Bersedia Bantu Penyelidikan MuellerItulah kata Roger Stone dalam wawancara dengan stasiun televisi C-Span ketika menjelaskan tentang kemenangan Trump dalam bukunya itu.
Stone mengatakan, Trump menang karena revolusi teknologi memungkinkan ia berbicara langsung kepada para pendukungnya lewat Twitter tanpa harus lewat media yang sudah ada selama ini.
“Saya kira Twitter adalah alat yang sangat penting baginya. Ia selalu mengatakan, dengan menggunakan Twitter, seolah-olah ia punya surat kabar sendiri, dan bisa mencapai 16 juta orang dengan seketika. Karena itu saya menganjurkan padanya supaya terus menggunakan Twitter.”
Kata Roger Stone, media mainstream seperti surat kabar dan televisi, kesal melihat kebiasaan Trump ini, karena ia bisa menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya dengan segera, tanpa harus berbicara lewat surat kabar dan televisi.
“Saya kira ia akan terus melakukan hal itu, karena ia adalah Donald Trump. Harapan bahwa ia akan menjadi lebih diplomatis dan presidensial setelah menjadi presiden, tidak akan terpenuhi. Banyak orang menyukainya karena ia berbicara terus terang dan blak-blakan, dan ia tampak apa adanya, tanpa banyak mempertimbangkan hal lain.”
Roger Stone, seorang pendukung Partai Republik sejak lama, yang pernah menggambarkan dirinya sebagai seorang “dirty trickster” atau “penipu kotor” mendapat sorotan karena hubungannya dengan situs pembocor rahasia Wikileaks yang menyiarkan ribuan email partai Demokrat yang diretas oleh Russia pada masa kampanye pemilu tahun 2016.
Pembocoran email itu mengakibatkan kekalahan Hillary Clinton, yang tadinya berharap akan menjadi presiden perempuan pertama di Amerika. Tapi Stone berulang kali membantah punya hubungan apapun dengan Wikileaks.
Stone pernah resmi bekerja bagi tim sukses Donald Trump sampai tahun 2015, dan ia terus berhubungan secara langsung dan mendukung tim sukses Trump sepanjang kampanye tahun 2016, kata surat tuduhan resmi yang dikeluarkan kejaksaan.
Hakim pengadilan mengizinkan Stone dikenai tahanan luar dengan membayar uang jaminan sebesar seperempat juta dolar ($250 ribu).
“Ini adalah pemilihan presiden pertama, dimana media mainstream kehilangan monopoli mereka atas penyebaran informasi politik. Pada tahun 1960-an, ketika hanya ada tiga jaringan stasiun televisi, pencalonan Barry Goldwater sebagai presiden buyar dengan cepat ketika televisi menyebutnya sebagai “orang yang suka perang,” dan “orang gila.”
Tapi kini, kata Stone, kebanyakan orang mendapat berita bukan dari televisi tapi dari telpon pintar dan media sosial, dan karenanya jaringan TV dan suratkabar besar kehilangan pangsa pasar mereka. (ii)