Amerika Serikat (AS) dan Prabowo Subianto sempat mempunyai hubungan yang kurang harmonis. Prabowo, yang mantan Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) itu, pernah masuk ke dalam daftar orang-orang yang dilarang masuk ke negara Paman Sam itu pada 2000 karena dinilai bertanggung jawab atas penghilangan paksa sejumlah aktivis pada 1997-1998, dan beberapa dugaan kasus pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) lainnya.
Namun, dua puluh tahun kemudian pemerintah AS sendiri yang mencabut larangan terhadap Pabowo, yang pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo itu menjabat menteri pertahanan.
Hubungan keduanya semakin mencair dengan pengiriman delegasi khusus AS untuk menghadiri secara lansung pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden di gedung DPR-MPR Jakarta pada Minggu (20/10).
BACA JUGA: Jelang Pelantikan, Prabowo Sampaikan Terima Kasih Kepada Semua Presiden RI
Presiden Joe Biden menunjuk Duta Besar Khusus AS Untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Linda Thomas-Greenfield untuk memimpin delegasi yang terdiri dari Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Kamala Shirin Lakhdhir, Wakil Menteri Perdagangan Don Graves, Panglima Komando Indo-Pasifik AS Laksamana Samuel Paparo, Wakil Menteri Luar Negeri AS Untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik Daniel J. Kritenbrink, dan Asisten Khusus Presiden Joe Biden yang sekaligus Direktur Senior Untuk Asia Timur dan Oseania di Dewan Keamanan Nasional, Mira Rapp-Hooper.
Saat tiba di Jakarta, Sabtu (19/10), Linda Thomas-Greenfield mencuit tiba di Jakarta untuk memimpin delegasi AS, mewakili Presiden AS Joe Biden hingga pelantikan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, dan semakin memperkuat hubungan Indonesia-AS.
Ia juga menghabiskan waktu bersama alumni Young Southeast Asia Leaders Initiative (YSEALI), yang pernah mendapatkan beasiswa dari pemerintah AS untuk meningkatkan kemampuan dan sekaligus mempromosikan kerja sama lintas-perbatasan.
AS Tak Punya Pilihan Lain
Pengamat hubungan internasional di Universitas Diponegoro, Semarang, Mohamad Rosyidin menilai perubahan kebijakan AS atas Prabowo sejak 2020, dan pengiriman utusan saat ini menunjukkan keseriusan AS menjaga hubungan baik dengan Indonesia.
“Jelas AS tidak ingin Indonesia, yang merupakan aktor kunci di kawasan, menjadi lebih condong ke China," kata Rosyidin kepada VOA.
“Pengiriman delegasi dari pihak pemerintah Amerika itu bisa ditafsirkan lebih dari sekedar tradisi diplomatik ketika menyambut pemimpin baru, tetapi saya kira hal itu bisa ditafsirkan sebagai keseriusan dari pihak Amerika untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan Indonesia di bawah kepimpinan baru Prabowo Subianto. Hal ini terkait dengan riwayat masa lalu hubungan AS dan Prabowo yang kurang baik menyangkut isu pelanggaran HAM,” ujarnya kepada VOA.
Dia menambahkan, AS tidak memiliki pilihan lain selain merangkul Prabowo, ketimbang Indonesia memulai kebijakan yang lebih condong ke China dan menimbulkan risiko bagi AS.
“Bagaimanapun menurut Amerika, Indonesia tetap dianggap sebagai aktor kunci di kawasan Indo-Pasifik. Selama ini kita juga tahu Indo-Pasifik ini menjadi pertaruhan supremasi Amerika melawan hegemoni China. Jadi dengan adanya upaya untuk meng-enggage Indonesia, Amerika setidaknya bisa memanfaatkan reputasi dan peran Indonesia terutama dalam kepemimpinannya di ASEAN , paling tidak mengurangi menguatkan hegemoni China di kawasan,” ungkapnya.
Prabowo Paham Arti Penting AS Bagi Indonesia
Sebaliknya, Prabowo juga jelas tidak dapat mengesampingkan arti penting AS bagi kepentingan nasional Indonesia. Itulah sebabnya sejak masih dalam posisi sebagai menteri pertahanan, ia sudah melawat ke AS dan bahkan menandatangani kontrak pengadaan alutsista (jet tempur F-15EX) dari AS, papar Rosyidin.
Prabowo, tambahnya, tahu persis ia perlu menjalin kerjasama dengan banyak negara adi daya. Bahkan mengingat rivalitas AS dan China, misalnya, Prabowo memahami urgensi menjaga stabilitas di kawasan agar tidak menjadi arena pertarungan negara adi daya, seperti AS dan China.
BACA JUGA: Akankah Prabowo Subianto Jadi Presiden 'Kebijakan Luar Negeri'?Pengamat hubungan internasional di Universitas Indonesia, Suzie Sudarman PhD. menyampaikan pandangan yang sama.
“Mereka yang datang itu ingin persuasive, menunjukkan mereka adalah sahabat Indonesia karena ingin mempertahankan leadership AS dan sekaligus mempersuasi pemerintahan baru Indonesia. Untuk orang Amerika, yang penting itu,” ujar Suzie.
Padahal jika ingin blak-blakan, AS sebenarnya juga tahu bahwa Indonesia tidak mungkin benar-benar “mendukung” AS karena prinsip kebijakan luar negeri bebas aktif. “Ini yang mungkin ingin diubah AS. Dan jika mereka cukup persuasif, bukan tidak mungkin Prabowo bisa berubah. Tapi apakah memang bisa?” tanyanya.
15 Pemimpin Negara Telah Tiba
Hingga laporan ini disampaikan sedikitnya 15 pemimpin negara sahabat telah tiba di Jakarta untuk menyaksikan langsung pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Di antara para pemimpin itu adalah :
- PM Malaysia Anwar Ibrahim
- PM Korea Selatan Han Duck-soo
- PM Kamboja Hun Manet
- Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bokiah
- PM Timor Leste Xanana Gusmao
- Wakil Presiden China Hang Zheng
- Wakil Pertama PM Rusia Dennis Manturov
- Wakil Presiden Laos Pany Yathotou
- Wakil PM Selandia Baru Winston Peters
- Wakil PM/Menhan Australia Richard Marles
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengatakan sedikitnya 20 kepala negara dan 18 pejabat setingkat menteri dari seluruh dunia akan ikut menghadiri upacara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih di gedung DPR-MPR Jakarta pada Minggu (20/10). [fw/em]