Kehadiran Taiwan di Olimpiade Paris tidak hanya tentang medali yang diraih para atletnya di cabang olahraga bulu tangkis, skeet shooting, senam dan tinju. Pemandangan petugas keamanan dan penonton lain yang merampas atribut dan barang-barang dari para penggemar Taiwan juga menarik perhatian dunia.
Pada hari Sabtu, saat semifinal ganda putra bulu tangkis antara pemain Taiwan Wang Chi-lin dan Lee Yang dan lawan mereka dari Denmark, handuk hijau seorang penonton bertuliskan Taiwan dirampas oleh petugas keamanan selama pertandingan.
Sementara itu, beberapa video yang beredar di media sosial menunjukkan seorang laki-laki, yang diyakini berkewarganegaraan China, merobek sebuah poster berbentuk Taiwan dari tangan seorang perempuan Taiwan dan merobeknya menjadi beberapa bagian. Pria tersebut juga dibawa pergi oleh petugas keamanan.
Pada hari Senin, Kementerian Luar Negeri Taiwan meminta pihak berwenang Prancis untuk menyelidiki insiden tersebut, yang digambarkan sebagai “kekerasan dan bertentangan dengan nilai-nilai Olimpiade tentang persahabatan dan rasa hormat.”
Penonton dan analis Taiwan mengatakan insiden tersebut menyoroti
tekanan yang telah lama dihadapi Taiwan dari China.
“Ruang internasional Taiwan terus ditekan oleh China selama beberapa tahun terakhir dan tekanan ini juga muncul di arena olahraga,” kata Chiaoning Su, seorang profesor jurnalisme dan komunikasi di Universitas Oakland, kepada VOA melalui telepon.
China memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan mengatakan bahwa Taiwan harus kembali ke dalam kendali China, bila perlu secara paksa. Beijing juga berupaya membatasi ruang gerak dan pengakuan internasional Taiwan, menghalangi Taiwan untuk berpartisipasi dalam organisasi-organisasi global.
Meskipun secara luas diakui sebagai Taiwan, demokrasi yang memiliki pemerintahan sendiri ini berkompetisi di Olimpiade dengan nama “Chinese Taipei,” buah kompromi yang dicapai pemerintah Republik Cina, nama resmi Taiwan, dengan Komite Olimpiade Internasional, IOC, pada tahun 1981. Kesepakatan tersebut mengizinkan atlet dari Taiwan untuk berkompetisi namun hanya dengan menggunakan bendera nonpolitik dan tanpa lagu kebangsaan.
Bendera putih yang dibawa Taiwan di pertandingan memiliki beberapa elemen dari bendera resminya dan cincin Olimpiade.
Di bawah peraturan 50 Piagam Olimpiade, pembatasan juga berlaku untuk penonton Taiwan, yang melarang demonstrasi atau propaganda politik, ras, dan agama di berbagai arena Olimpiade.
Meskipun ada larangan-larangan tersebut, para penonton Taiwan terus mencari cara untuk menyemangati atlet-atlet mereka, seperti menggunakan gambar-gambar bubble tea atau huruf-huruf Mandarin seperti yang mereka lakukan saat final ganda putra antara Wang dan Lee dari Taiwan dengan lawan-lawannya dari China pada hari Minggu - yang dimenangkan secara tidak terduga oleh Wang dan Lee.
BB, seorang seniman Taiwan berusia 33 tahun yang membantu mendesain spanduk yang menampilkan secangkir bubble tea serta kartun Wang dan Lee, mengatakan kepada VOA bahwa ia senang melihat karya seninya berperan dalam upaya masyarakat Taiwan untuk menerobos pembatasan di Olimpiade Paris.
“Seorang gadis Taiwan di Paris meminta saya untuk mendesain poster final ganda putra, jadi saya menggambar secangkir bubble tea untuk mewakili Taiwan dan secara diam-diam menaruh dua peta Taiwan kecil di baju dan raket Lee dan Wang di poster itu,” katanya.
BB mengatakan bahwa ia berharap karya seninya dapat membantu beberapa penonton Taiwan di Paris untuk tidak merasa frustrasi dengan pembatasan yang mereka hadapi.
Terlepas dari upaya para penonton Taiwan, beberapa video di platform media sosial X, menunjukkan bahwa papan bertuliskan “Let's Go” dalam bahasa Mandarin masih disita oleh petugas keamanan di tempat acara itu.
Beberapa penonton Taiwan menggambarkan pemeriksaan terhadap poster-poster yang mengandung unsur-unsur yang berhubungan dengan Taiwan sebagai “sangat berlebihan” dan membuat orang Taiwan merasa seakan-akan menjadi "sasaran khusus".
“Seorang pria Taiwan diminta oleh petugas keamanan untuk menutupi kata 'Taiwan' di bajunya atau melepas bajunya, jadi akhirnya dia menggunakan selotip untuk menutupi enam huruf tersebut,” kata Sandy Hsueh, presiden Asosiasi Taiwan di Perancis, kepada VOA melalui telepon.
Menurutnya, tindakan yang ditargetkan seperti itu tidak proporsional dan “sama sekali tidak adil.”
Dalam tanggapan tertulis kepada VOA, IOC mengatakan semua pihak yang berkepentingan sepenuhnya mendukung pendekatan yang ditetapkan oleh perjanjian yang dicapai pada tahun 1981 dan ketentuan perjanjian itu tetap “sepenuhnya berlaku.”
Sementara orang-orang Taiwan menghadapi berbagai pembatasan di berbagai arena Olimpiade di Paris, beberapa orang mengatakan upaya mereka untuk menentang pembatasan telah mendapatkan dukungan dan simpati dari penonton asing lainnya.
“Beberapa orang asing akan bertanya kepada kami mengapa petugas keamanan mengambil barang-barang kami dan setelah mendengarkan penjelasan kami, mereka akan mulai mendukung atlet-atlet Taiwan," ujar Betty Hsiao, seorang jurnalis berusia 35 tahun yang sedang mengikuti pertandingan di Paris, kepada VOA melalui telepon.
Ia mengatakan karena masyarakat Taiwan sudah terbiasa menghadapi penindasan internasional dari China, mereka tahu bagaimana memanfaatkan kesempatan untuk menonjolkan identitas unik Taiwan.
“Setelah Lee dan Wang memenangkan medali emas pada hari Minggu, banyak orang Taiwan meneriakkan 'Tim Taiwan' karena petugas keamanan tidak dapat menghentikan kami melakukan hal itu, dan selama upacara penghargaan, banyak orang Taiwan yang ikut menyanyikan lagu kebangsaan,” tambah Hsiao.
Su dari Universitas Oakland mengatakan bahwa kreativitas dan ketangguhan para penggemar menunjukkan bahwa mereka masih menemukan cara untuk bertahan hidup di ruang kecil yang dimiliki Taiwan di dunia internasional. [my/uh]