Bangladesh Latih Anak Perempuan untuk Lawan Predator di Jagat Online

Lebih dari 500 siswi dari 4 sekolah mengambil bagian dalam kampanye Kesadaran Keamanan Siber di Dhaka, 19 April 2017 (foto: S. Islam/VOA)

Ribuan siswi sekolah di Bangladesh mulai mendapat latihan untuk melindungi diri mereka dari pemerasan atau pelecehan di jagat online terkait dengan semakin mengkhawatirkannya kejahatan siber.

Bangladesh telah mulai melatih ribuan siswi sekolah untuk melindungi dari dari pemerasan atau pelecehan di jagat online terkait dengan semakin mengkhawatirkannya kejahatan siber.

Divisi Informasi & Komunikasi Kementrian Pos, Telekomunikasi dan Informasi Teknologi Bangladesh baru-baru ini menyelenggarakan proyek rintisan dimana para siswi dari kawasan perkotaan diajarkan cara menjaga keselamatan mereka apabila menghadapi ancama di jagat online.

“Sebagian besar korban dari kejahatan siber di negara kami adalah anak-anak perempuan. Jadi, kami memutuskan untuk menyebarluaskan kesadaran di antara anak-anak perempuan dahulu. Pada proyek rintisan ini, lebih dari 10.000 anak perempuan dari 40 sekolah dan perguruan tinggi mengambil bagian dalam lokakarya kami dan kami mendapat respon yang masif. Sekarang target kami adalah menyebarkan kampanye ini ke seluruh negeri yang dapat merengkuh 40 juta siswa-siswi di 170.000 sekolah dan perguruan tinggi,” ujar Zunaid Ahmed Palak, Menteri Negara untuk TIK kepada VOA.

Pertumbuhan internet

Bangladesh telah mengalami pertumbuhan peningkatan penggunaan internet dua angka setiap tahunnya selama 15 tahun terakhir dan hampir semua pengguna media sosial di negara itu adalah wanita dan remaja putri, namun otoritas mengatakan 70 persen dari korban kejahatan siber juga dari kalangan wanita dan remaja putri.

Mishuk Chakma, pakar keamanan siber dari Kepolisian Metropolitan Dhaka, mengatakan para kekasih anak-anak perempuan pengguna Facebook ini acap kali memperdaya mereka agar mau berpose intim dalam foto atau video.

“Di kemudian hari, saat hubungan mereka guncang, mantan-mantan pacar mereka mengunggah foto-foto dan video-video ini ke media sosial untuk memeras emosi anak-anak perempuan ini. Foto-foto atau video-video semacam ini acap kali menimbulkan masalah dalam kehidupan anak-anak perempuan ini setelah mereka menemukan kekash baru atau menikah,” ujar Chakma pada VOA. “Dalam situasi seperti ini banyak hubungan pernikahan mengalami masalah dan bahkan di kasus-kasus tertentu anak-anak perempuan ini mengambil langkah ekstrim seperti berusaha untuk bunuh diri.”

Sahana, seorang gadis berusia 15 tahun mengambil bagian dalam lokakarya yang diselenggarakan TIK, mengatakan ia merasa telah mendapat manfaat dari pelatihan ini.

“Saya akan memastikan identitas seseorang dulu dengan berbagai cara sebelum saya menerima “permintaan pertemanan” di Facebook sekarang. Sekarang saya juga telah belajar untuk tidak terlalu banyak mengungkap informasi pribadi saya di Facebook,” ujarnya. “Selain itu, saya lumayan percaya diri sekarang kalau tak seorangpun dapat melecehkan atau memeras saya di Facebook.”

Kesadaran yang meningkat

Kadang-kadang para penjahat ini menempelkan wajah dari gadis-gadis ini, yang mereka ketahui, ke tubuh telanjang para model atau bintang film porno untuk memeras atau merendahkan anak-anak perempuan ini, ujar Chakma.

“Pelecehan siber terhadap anak-anak perempan dan wanita dpat secara efektif dibatasi apabila penyebaran akan kesadaran di antara pengguna media sosial meningkat,” ujarnya.

Dinas Otoritas Pengawas Sertifikasi dari Divisi TIK menyewas sebuah perusahaan konsultan keamanan siber Four D Communications untuk menyelenggarakan pelatihan terhadap 10.000 anak perempuan belum lama ini.

Abdullah Al Imran, direktur pengelola Four D Communications, mengatakan terlepas dari belajar untuk melindungi diri di jagat online, anak-anak perempuan itu juga membawa para penjahat siber ini ke muka hukum.

“Apa yang kami temukan sangat mengejutkan karena sebanyak 93 persen dari anak-anak perempuan yang berpartisipasi dalam pelatihan tidak mengetahui kalau Bangladesh telah memiliki UU TIK untuk membantu para korban pelecehan siber. Kami juga mengajari mereka dimana dan kapan mereka bisa mendapatkan bantuan saat mereka dilecehkan atau diperas di jagat online,” ujar Imran pada VOA. “Anak-anak perempuan yang kebanyakan berasal dari kawasan perkotaan mengambil bagian dalam proyek rintisan ini. Saya yakin di kota-kota kecil dan kawasan pedesaan tingkat literasi Internet di antara anak perempuan bahkan lebih rendah lagi dan di sana mereka lebih rentan.”

Namun Pengacara Tureen Afroz, seorang advokat di Pengadilan Tinggi Dhaka, mengatakan untuk menanggulangi peningkatan kejahatan siber pemerintah harus melakukan amandemen lebih lanjuta terhadap UU TIK tahun 2006 agar UU tersebut dapat mengimbangi perkembangan terkini.

“Sungguh ini adalah inisiatif yang bagus dari pemerintah yang mencoba untuk mengedukasi anak-anak perempuan dan meningkatkan kesadaran di antara mereka tentang kecendrungan kejahatan siber yang semakin meningkat. Namun, pemerintah juga perlu untuk merombak sistem hukum untuk mencapai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi lagi dalam menanggulangi kejahatan semacam itu,” ujarnya. “Kami masih belum mampu untuk memanfaatkan bukti-bukti elektronik yang lebih pintar untuk membidik para penjahat siber ini di pengadilan hukum.”

Perluasan

Para pejabat tinggi mengatakan pemerintah sangat tertrik untuk menyebarluaskan kesadaran akan keamanan siber di seluruh negeri.

Abul Mansur Mohammad Sharf Uddin, yang mengepalai kampanye kesadaran keamanan siber pemerintah, menyatakan departemennya sibuk merancang cetakbiru untuk memperluas kampanye ini.

“Untuk para siswa, muatan terkait literasi Internet, yang akan disertakan dalam kurikulum nasional, akan siap dalam waktu dekat. Kami ingin memperkenalkan mata pelajaran ini tidak hanya di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi, namun juga di lebih 100 universitas yang ada di negeri ini. Kami juga akan meningkatkan jumlah guru di seluru lembaga akademik di negara ini yang akan menyelenggarakan kelas pelatihan keamanan siber untuk para pelajar di tingkat lokal,” ujar Sharf Uuddin. [ww]