Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan jalur laut di Indonesia sudah terbilang rawan sebagai lokasi penyelundupan narkoba.
JAKARTA —
Badan Narkotika Nasional (BNN) baru-baru ini berhasil menangkap dua warga Iran yang menyelundupkan 70 kilogram narkoba jenis shabu-shabu kelas satu ke Indonesia melalui laut Sukabumi, Jawa Barat.
Mereka menggunakan kapal laut lalu dilanjutkan dengan perahu kecil. Di wilayah itu, ada empat wilayah yang rawan terhadap penyelundupan narkotika yaitu Ujung Genteng, Cilacap, Pelabuhan Ratu dan Cisolok.
Juru bicara BNN Sumirat Dwiyanto mengatakan jalur laut di Indonesia sudah terbilang rawan sebagai lokasi penyelundupan narkoba.
BNN menyatakan 80 persen penyelundupan narkoba dilakukan melalui pelabuhan laut dan perairan bebas. Perairan Indonesia yang rawan penyelundupan narkoba antara Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan perairan lepas di sepanjang pantai selatan Jawa.
BNN juga baru-baru ini menangkap tiga pengedar narkoba di kawasan Cikupa Tangerang. Di lokasi itu, disita setengah ton ganja kering yang diselundupkan dari Aceh.
Sumirat mengatakan diperlukan komuniksi, edukasi dan informasi yang terus menerus terkait permasalahan narkotika ini. Para bandar, kata Sumirat, terus mengubah modus dalam menyelundupan narkotika.
Kurirnya punya terus dirubah, ketika kurir narkotika warga negara Iran banyak yang tertangkap maka para bandar akan mengubahnya dengan orang Malaysia, Tiongkok maupun Vietnam.
Di dunia saat ini kata Sumirat ada 251 jenis narkoba baru, 29 diantaranya lanjutnya telah beredar di Indonesia. Untuk itu revisi atas Undang-undang narkotika harus dilakukan.
Sementara itu Sekjen Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Ashar Soerjobroto mengungkapkan luasnya wilayah pantai Indonesia dan kurang maksimalnya penjagaan laut membuat sindikat perdagangan narkoba internasional kerap memanfaatkan celah ini.
Menurutnya kejahatan narkotika adalah kejahatan internasional, sistematis dan terorganisir sehingga harus ditangani secara serius dan tanpa kompromi dengan kejahatan ini.
Data Granat menyatakan ada 77 bandar dan pengedar yang telah divonis mati oleh pengadilan, 12 diantaranya telah berkekuatan hukum tetap tetapi baru tiga yang dieksekusi. Kondisi ini tambahnya sangat berbahaya karena 60 persen peredaran narkotika di Indonesia dikendalikan oleh para bandar yang berada di dalam penjara.
“Kita harus hitam putih dalam kasus ini. Ini kejahatan profesional makanya penanganannya juga harus profesional, jangan sekedar kebetulan ketangkap,” ujarnya.
Mereka menggunakan kapal laut lalu dilanjutkan dengan perahu kecil. Di wilayah itu, ada empat wilayah yang rawan terhadap penyelundupan narkotika yaitu Ujung Genteng, Cilacap, Pelabuhan Ratu dan Cisolok.
Juru bicara BNN Sumirat Dwiyanto mengatakan jalur laut di Indonesia sudah terbilang rawan sebagai lokasi penyelundupan narkoba.
BNN menyatakan 80 persen penyelundupan narkoba dilakukan melalui pelabuhan laut dan perairan bebas. Perairan Indonesia yang rawan penyelundupan narkoba antara Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan perairan lepas di sepanjang pantai selatan Jawa.
BNN juga baru-baru ini menangkap tiga pengedar narkoba di kawasan Cikupa Tangerang. Di lokasi itu, disita setengah ton ganja kering yang diselundupkan dari Aceh.
Sumirat mengatakan diperlukan komuniksi, edukasi dan informasi yang terus menerus terkait permasalahan narkotika ini. Para bandar, kata Sumirat, terus mengubah modus dalam menyelundupan narkotika.
Kurirnya punya terus dirubah, ketika kurir narkotika warga negara Iran banyak yang tertangkap maka para bandar akan mengubahnya dengan orang Malaysia, Tiongkok maupun Vietnam.
Di dunia saat ini kata Sumirat ada 251 jenis narkoba baru, 29 diantaranya lanjutnya telah beredar di Indonesia. Untuk itu revisi atas Undang-undang narkotika harus dilakukan.
Sementara itu Sekjen Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Ashar Soerjobroto mengungkapkan luasnya wilayah pantai Indonesia dan kurang maksimalnya penjagaan laut membuat sindikat perdagangan narkoba internasional kerap memanfaatkan celah ini.
Menurutnya kejahatan narkotika adalah kejahatan internasional, sistematis dan terorganisir sehingga harus ditangani secara serius dan tanpa kompromi dengan kejahatan ini.
Data Granat menyatakan ada 77 bandar dan pengedar yang telah divonis mati oleh pengadilan, 12 diantaranya telah berkekuatan hukum tetap tetapi baru tiga yang dieksekusi. Kondisi ini tambahnya sangat berbahaya karena 60 persen peredaran narkotika di Indonesia dikendalikan oleh para bandar yang berada di dalam penjara.
“Kita harus hitam putih dalam kasus ini. Ini kejahatan profesional makanya penanganannya juga harus profesional, jangan sekedar kebetulan ketangkap,” ujarnya.