Badan Narkotika Nasional (BNN) tengah menyelidiki penggunaan dan peredaran narkotika jenis baru yang ditemukan di rumah seorang aktor.
JAKARTA —
Badan Narkotika Nasional (BNN) sedang menyelidiki peredaran narkotika yang dianggap jenis baru dan merupakan derivat atau turunan cathinone, alias katinona, suatu senyawa stimulan yang dapat menimbulkan daya rusak pada otak manusia. Narkotika tersebut ditemukan dalam penggerebekan dan penangkapan 17 orang di rumah aktor Raffi Ahmad Minggu (27/1).
Juru bicara BNN Komisaris Besar Polisi Sumirat Dwiyanto di Jakarta, Rabu (30/1) menjelaskan, narkotika jenis ini merupakan cathinone yang telah mengalami sintesa lebih lanjut dengan berbagai bentuk, salah satunya serbuk.
“Derivat cathinone ini memiliki kekuatan yang lebih kuat daripada senyawa asalnya dalam hal mempengaruhi susunan syaraf pusat. Sehingga bagi mereka yang menyalahgunakannya akan lebih terpengaruh susunan syaraf pusatnya. Yang lebih mengkhawatirkan, karena efeknya bersifat rekreasional dapat menimbulkan euforia yang berlebihan dan halusinasi. Dengan kekuatan yang lebih tinggi ini bisa membahayakan penggunanya,” ujar Sumirat.
Ia menambahkan bahwa cathinone ini belum diatur dalam undang-undang narkotika di Indonesia, namun di sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris, cathinone dilarang beredar bebas karena merupakan zat stimulan yang digolongkan narkotika, seperti amfetamin dan metamfetamin.
“Kita khawatir, sementara di Amerika saja sudah dilarang peredarannya, masa di Indonesia tidak. Selain itu, ke depannya, kalau masyarakat tidak mengetahui bahayanya zat ini dengan alasan berbagai macam seperti untuk menambah stamina dan sebagainya, padahal zat ini sangat berbahaya. Untuk itu harus kita cegah,” ujar Sumirat.
BNN, menurut Sumirat, saat ini tengah bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan serta para ahli untuk mengetahui sejauh mana peredaran zat ini di Indonesia. Langkah cepat ini, menurut Sumirat, perlu dilakukan untuk mencegah semakin luasnya peredaran zat ini di masyarakat.
Undang-Undang No. 35/2009 tentang narkotika sendiri telah memasukkan chatinone sebagai narkotika golongan I, yang disebutkan dalam tambahan lembaran negara Republik Indonesia No. 5062 Lampiran 1.
Juru bicara BPOM Budi Djanu Purwanto menegaskan chatinone sangat berbahaya dan dilarang keras untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan.
“Kalau sampai zat ini ada atau beredar, berarti ilegal. Kecuali dalam jumlah terbatas digunakan untuk kepentingan laboratorium dan diagnostik. Itupun pemasukan dan penggunaannya harus mendapat izin dari menteri kesehatan,” ujarnya.
Cathinone berasal dari tanaman Catha edulis atau Khat yang tumbuh di Afrika dan sebagian wilayah Arab. Di daerah asalnya, tanaman ini dikonsumsi langsung dengan cara dikunyah dan bukan diekstrak kandungan aktifnya yakni cathinone.
Meski tidak termasuk golongan amfetamin, cathinone memiliki efek yang kurang lebih sama, yakni membangkitkan stamina.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Didi Irawadi berharap BNN bisa lebih jeli dalam mengusut kasus ini. Dalam waktu dekat menurut Didi, Komisi III yang membidangi hukum ini, akan memanggil BNN untuk membahas masalah ini.
“Saya berharap BNN tidak terlalu pagi menyatakan tidak ada unsur itu sebelum memanggil seorang ahli yang sangat memahami persoalan ini, baru mengambil kesimpulan. Apalagi zat ini ternyata masuk dalam jenis narkotika golongan 1 di UU No. 35/2009. Kita akan panggil BNN untuk membahas masalah ini,” ujarnya.
Kasus penggunaan narkotika oleh artis Raffi Ahmad dan lainnya itu ternyata juga mendapat perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden meminta kepada pihak terkait agar terus diselidiki, apakah ada jaringan yang mengedarkan zat adiktif cathinone.
“Narkoba itu sangat berbahaya dan merugikan ya bagi kita khususnya masa depan generasi muda. Tentunya ini tidak boleh dibiarkan. Terus dicari apakah itu ada jaringan di sana. Hal ini menjadi keprihatinan Presiden,” ujarnya.
Sementara itu, dari 17 orang yang ditangkap di rumah Raffi pada Minggu(27/01), tujuh orang dibebaskan pada Selasa karena tidak terindikasi memakai narkotika. Lalu dari 10 orang yang masih diperiksa, lima orang dipastikan memakai narkotika jenis ganja, ekstasi dan cathinone, dua orang hanya memakai cathinone, lalu tiga orang lainnya belum terdeteksi menggunakan narkotika.
Juru bicara BNN Komisaris Besar Polisi Sumirat Dwiyanto di Jakarta, Rabu (30/1) menjelaskan, narkotika jenis ini merupakan cathinone yang telah mengalami sintesa lebih lanjut dengan berbagai bentuk, salah satunya serbuk.
“Derivat cathinone ini memiliki kekuatan yang lebih kuat daripada senyawa asalnya dalam hal mempengaruhi susunan syaraf pusat. Sehingga bagi mereka yang menyalahgunakannya akan lebih terpengaruh susunan syaraf pusatnya. Yang lebih mengkhawatirkan, karena efeknya bersifat rekreasional dapat menimbulkan euforia yang berlebihan dan halusinasi. Dengan kekuatan yang lebih tinggi ini bisa membahayakan penggunanya,” ujar Sumirat.
Ia menambahkan bahwa cathinone ini belum diatur dalam undang-undang narkotika di Indonesia, namun di sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris, cathinone dilarang beredar bebas karena merupakan zat stimulan yang digolongkan narkotika, seperti amfetamin dan metamfetamin.
“Kita khawatir, sementara di Amerika saja sudah dilarang peredarannya, masa di Indonesia tidak. Selain itu, ke depannya, kalau masyarakat tidak mengetahui bahayanya zat ini dengan alasan berbagai macam seperti untuk menambah stamina dan sebagainya, padahal zat ini sangat berbahaya. Untuk itu harus kita cegah,” ujar Sumirat.
BNN, menurut Sumirat, saat ini tengah bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan serta para ahli untuk mengetahui sejauh mana peredaran zat ini di Indonesia. Langkah cepat ini, menurut Sumirat, perlu dilakukan untuk mencegah semakin luasnya peredaran zat ini di masyarakat.
Undang-Undang No. 35/2009 tentang narkotika sendiri telah memasukkan chatinone sebagai narkotika golongan I, yang disebutkan dalam tambahan lembaran negara Republik Indonesia No. 5062 Lampiran 1.
Juru bicara BPOM Budi Djanu Purwanto menegaskan chatinone sangat berbahaya dan dilarang keras untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan.
“Kalau sampai zat ini ada atau beredar, berarti ilegal. Kecuali dalam jumlah terbatas digunakan untuk kepentingan laboratorium dan diagnostik. Itupun pemasukan dan penggunaannya harus mendapat izin dari menteri kesehatan,” ujarnya.
Cathinone berasal dari tanaman Catha edulis atau Khat yang tumbuh di Afrika dan sebagian wilayah Arab. Di daerah asalnya, tanaman ini dikonsumsi langsung dengan cara dikunyah dan bukan diekstrak kandungan aktifnya yakni cathinone.
Meski tidak termasuk golongan amfetamin, cathinone memiliki efek yang kurang lebih sama, yakni membangkitkan stamina.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Didi Irawadi berharap BNN bisa lebih jeli dalam mengusut kasus ini. Dalam waktu dekat menurut Didi, Komisi III yang membidangi hukum ini, akan memanggil BNN untuk membahas masalah ini.
“Saya berharap BNN tidak terlalu pagi menyatakan tidak ada unsur itu sebelum memanggil seorang ahli yang sangat memahami persoalan ini, baru mengambil kesimpulan. Apalagi zat ini ternyata masuk dalam jenis narkotika golongan 1 di UU No. 35/2009. Kita akan panggil BNN untuk membahas masalah ini,” ujarnya.
Kasus penggunaan narkotika oleh artis Raffi Ahmad dan lainnya itu ternyata juga mendapat perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden meminta kepada pihak terkait agar terus diselidiki, apakah ada jaringan yang mengedarkan zat adiktif cathinone.
“Narkoba itu sangat berbahaya dan merugikan ya bagi kita khususnya masa depan generasi muda. Tentunya ini tidak boleh dibiarkan. Terus dicari apakah itu ada jaringan di sana. Hal ini menjadi keprihatinan Presiden,” ujarnya.
Sementara itu, dari 17 orang yang ditangkap di rumah Raffi pada Minggu(27/01), tujuh orang dibebaskan pada Selasa karena tidak terindikasi memakai narkotika. Lalu dari 10 orang yang masih diperiksa, lima orang dipastikan memakai narkotika jenis ganja, ekstasi dan cathinone, dua orang hanya memakai cathinone, lalu tiga orang lainnya belum terdeteksi menggunakan narkotika.