Bom Surabaya Upaya Adu Domba Antar Umat Beragama

  • Fathiyah Wardah

Tim forensik kepolisian menyelidiki lokasi pemboman di salah satu gereja di Surabaya, Jawa Timur, 13 Mei 2018.

Majelis Ulama Indonesia mengimbau seluruh umat beragama, terutama umat Islam dan Kristiani, untuk menahan diri. Menurut MUI serangan bom di Surabaya itu merupakan upaya mengadu domba antar umat beragama di Indonesia.

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengutuk keras serangan bom bunuh diri menghantam tiga gereja di Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5).

“Kita semua mengutuk keras tindak pengeboman atas gereja-gereja di Surabaya dan hal itu hanya dilakukan oleh orang-orang tidak berperikemanusiaan dan berperiketuhanan. Karena, agama manapun melarang tindak kekerasan, apalagi atas tempat ibadah, apalgi ketika umat akan atau sedang melakukan peribadatan," kata Din menegaskan.

Din menegaskan serangan bom atas tiga gereja itu merupakan tindakan biadab dan tidak dapat dibiarkan, dan karenanya meminta meminta aparat keamanan untuk mengusut secara tuntas, terutama menyingkap aktor intelektual.

Din mensinyalir serangan bom tersebut bukan sekadar tindakan terorisme, tapi barangkali ada motif-motif lain ikut menyertai.

"Ada skenario ingin mengadu domba antar umat beragama, khususnya umat Nasrani dan umat Islam," ujarnya.

Oleh karena itu, Din Syamsudin mengimbau seluruh umat beragama, terutama kaum muslim dan umat Kristen, untuk menahan diri. Din juga menyampaikan belasungkawa atas keluarga korban meninggal dan cedera.

Pohon-pohon yang terbakar di luar satu dari tiga gereja yang diserang bom bunuh diri di Surabaya, Indonesia, 14 Mei 2018.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia jenderal Tito Karnavian menduga pelaku dari serangan bom bunuh diri atas tiga gereja di Surabaya ini berasal dari satu keluarga, yakni Dita Sopriyanto (ayah) dan Puji Kuswati (ibu) serta empat anak mereka, yaitu YF, FH, FS, dan P.

Ketiga serangan ini terjadi dalam rentang waktu lima menit. Dita menyopiri Toyota Avanza berisi bom bersama istrinya, Puji, dan 2 anaknya yaitu FS dan P. Dita menurunkan Puji, FS, dan P di GKI Diponegoro, kemudian berlanjut membawa mobil itu ke Gereja Pantekosta. Sedangkan, YF dan FH berboncengan motor ke Gereja Santa Maria Tak Bercela.

Kecaman keras juga disampaikan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) atas serangan bom terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Gereja Pantekosta.

“Pengusutan tindak kejahatan ini harus dilakukan semaksimal mungkin. Bukan saja mengungkap dan membawa pelaku melalui mekanisme hukum yang ada, tetapi juga langkah pencegahan dan jaminan tindakan serangan serupa tidak berkelanjutan dan berulang,” kata Yati Andriyani, koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

Yati mengatakan pemerintah, politisi, pemimpin agama, dan seluruh pengambil kebijakan bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan, jaminan, penghormatan hak-hak kebebasan beragama, berkeyakinan dan beribadah, termasuk perdamaian dan segala upaya menolak kekerasan, perpecahan harus disuarakan oleh seluruh masyarakat.

Baca: Presiden Kutuk Aksi Terorisme dan Perintahkan Kapolri Bongkar Jaringan Teroris Sampai Tuntas

Serangan bom ini terjadi beberapa hari setelah kerusuhan di Markas Komando Brimob dilakukan oleh para tahanan teroris, mengakibatkan enam orang tewas, termasuk lima polisi.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengajak masyarakat, tokoh agama dan tokoh nasional untuk bersama menyadari bahwa teroris musuh bersama.

Pemerintah, tambah Wiranto, tidak akan mentolerir kegiatan yang mengancam eksistensi negara dan Pancasila.

“Kami mohon dukungan seluruh masyarakat melawan terorisme yang nyata-nyata dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar dari berbagai aspek,” ujar Wiranto.