Di Tengah Demonstrasi, Militer Sudan Gulingkan Presiden Omar Al Bashir

Meski menentang Presiden Omar al-Bashir, para demonstran mengecam pengambilalihan kekuasaan oleh militer dalam demonstrasi di Khartoum, 11 April 2019.

Militer Sudan hari Kamis (11/4) menggulingkan Presiden Omar Al Bashir di tengah meningkatnya demonstrasi dan aksi kekerasan terhadap kepemimpinannya yang represif selama 30 tahun ini dan memburuknya kondisi perekonomian. Tetapi para demonstran pro-demokrasi tetap marah dan menunjukkan kekecewaan mereka ketika menteri pertahanan mengumumkan bahwa angkatan bersenjata akan memimpin negara itu untuk dua tahun ke depan.

Jatuhnya Al Bashir terjadi hanya lebih dari satu minggu setelah protes di Aljazair memaksa pengunduran diri Presiden Abdelaziz Bouteflika yang juga memerintah sejak lama dan didukung kuat militer.

Kedua perkembangan itu mencerminkan demonstrasi jalanan generasi kedua, delapan tahun setelah pergolakan “Arab Spring” yang menggulingkan sejumlah pemimpin di negara-negara di Timur Tengah.

Tetapi tidak seperti pergolakan tahun 2011, gerakan kali ini menghadapi perjuangan lain pasca penggulingan itu.

Para demonstran di Sudan dengan cepat mengecam keras pengambilalihan kekuasaan oleh militer dan bertekad akan terus berunjukrasa hingga terbentuknya pemerintah sipil transisi; hal yang diperkirakan akan meningkatkan bentrokan dengan militer. Puluhan ribu demonstran berunjukrasa dengan duduk-duduk di depan markas militer di pusat kota Khartoum.

Setelah pengumuman di televisi tentang penangkapan Al Bashir oleh Menteri Pertahanan Awad Mohammed Ibn Ouf, banyak demonstran yang berteriak marah “yang pertama sudah jatuh, yang kedua akan menyusul!”

Lainnya berteriak, “Mereka menggulingkan seorang pencuri dan menempatkan pencuri lain!”

Awad Mohammed Ibn Ouf sendiri sedang dijerat sanksi oleh Amerika karena diduga melakukan kekejaman dalam konflik di Darfur, Sudan.

Ibn Ouf mengatakan sebuah dewan militer yang dibentuk oleh militer, badan intelijen dan aparat keamanan akan memerintah selama dua tahun, dan kemudian baru akan dilangsungkan ‘’pemilu yang adil dan bebas.’’

Ia juga mengumumkan bahwa militer telah menangguhkan pemberlakukan konstitusi, membubarkan pemerintahan, menyatakan keadaan darurat selama tiga bulan, menutup seluruh pintu perbatasan dan wilayah udara negara itu, dan memberlakukan jam malam selama satu bulan. (em)