Para diplomat Barat bertemu dengan para aktivis HAM – termasuk para pejuang hak-hak perempuan Afghanistan – di Oslo menjelang pembicaraan resmi pertama dengan Taliban di Eropa sejak kelompok itu mengambil alih kendali kekuasaan atas Afghanistan pada Agustus lalu.
Pertemuan tertutup itu adalah kesempatan untuk mendengarkan pernyataan masyarakat sipil di Afghanistan dan diaspora Afghanistan tentang tuntutan dan penilaian mereka terhadap situasi saat ini di lapangan.
Pertemuan itu berlangsung di sebuah hotel di pegunungan yang tertutup salju di atas ibu kota Norwegia itu dan dihadiri oleh perwakilan Uni Eropa, AS, Inggris, Prancis, Italia, dan tuan rumah Norwegia.
Pembicaraan tiga hari tersebur dibuka pada hari Minggu dengan pertemuan langsung antara Taliban dan para perwakilan masyarakat sipil.
Sebuah pernyataan bersama yang dicuitkan di Twitter pada Minggu malam oleh Zabihullah Mujahid, wakil menteri kebudayaan dan informasi Afghanistan, setelah pembicaraan itu berbunyi bahwa ”para peserta pertemuan mengakui bahwa pemahaman dan kerja sama bersama adalah satu-satunya solusi untuk semua masalah Afghanistan,'' dan menekankan bahwa “semua warga Afghanistan perlu bekerja sama untuk mewujudkan situasi politik, ekonomi dan keamanan yang lebih baik di negara itu”.
Pada hari Senin (24/1), para diplomat Barat akan bertemu dengan perwakilan Taliban yang dipastikan akan mendesak agar dana senilai hampir $10 miliar yang dibekukan oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya dicairkan karena Afghanistan saat ini sedang menghadapi situasi kemanusiaan yang genting.
BACA JUGA: Perundingan dengan Taliban di Norwegia Picu Debat Soal Pengakuan“Kami meminta mereka untuk mencairkan aset Afghanistan dan tidak menghukum warga Afghanistan biasa karena situasi politik,'' kata delegasi Taliban Shafiullah Azam. “Karena kelaparan, karena musim dingin yang bisa menelan korba jiwa, saya pikir sudah waktunya bagi masyarakat internasional untuk mendukung warga Afghanistan, bukan menghukum mereka karena perselisihan politik mereka.''
PBB telah berhasil menyediakan sejumlah likuiditas dan mengizinkan pemerintahan Taliban untuk membayar impor, termasuk listrik. Namun PBB telah memperingatkan bahwa sebanyak 1 juta anak Afghanistan berada dalam bahaya kelaparan dan sebagian besar dari 38 juta orang di negara itu hidup di bawah garis kemiskinan.
Dihadapkan dengan permintaan dana Taliban, negara-negara Barat berpengaruh kemungkinan akan menempatkan hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan dalam agenda utama mereka, bersama dengan permintaan berulang mereka agar pemerintahan Taliban berbagi kekuasaan dengan kelompok-kelompok minoritas etnis dan agama di Afghanistan.
Sejak berkuasa pada pertengahan Agustus, Taliban telah memberlakukan pembatasan luas, dan banyak di antaranya ditujukan pada perempuan. Perempuan dilarang bekerja di luar bidang kesehatan dan pendidikan, akses mereka ke pendidikan dibatasi hingga kelas enam, dan mereka telah diperintahkan untuk mengenakan jilbab. Tapi, Taliban berhenti memaksakan burqa, yang pernah diwajibkan ketika mereka sebelumnya memerintah Afghanistan pada 1990-an. [ab/lt]