Dalam rapat kerja secara virtual dengan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (18/6), Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan hasil evaluasi Kementerian Agama yang berujung pada keputusan untuk membatalkan keberangkatan jamaah haji ke Arab Saudi tahun ini. Kebijakan yang diumumkan Fachrul Razi pada 2 Juni lalu memicu polemik karena Komisi VIII merasa tidak diajak berunding sebelum keputusan tersebut diambil.
Fachrul Razi menjelaskan sejak merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia awal Maret lalu, berbagai aspek kehidupan telah terkena dampaknya; termasuk layanan sosial keagamaan di bidang haji dan umrah. Menanggapi situasi tersebut, Kementerian Agama membentuk Pusat Krisis Haji 2020, yang diberi mandat untuk merancang, menyusun dan mengkoordinasikan mitigasi krisis pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini.
Pusat Krisis Haji telah menyusun tiga skenario penyelenggaraan haji, yakni ibadah haji digelar secara normal, haji dengan pembatasan kuota, dan pelaksanaan haji dibatalkan.
Fachrul Razi mengatakan Kementerian Agama telah melaksanakan sejumlah layanan terkait persiapan untuk keberangkatan jamaah haji, termasuk manasik dan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji. Untuk layanan haji di Arab Saudi, Kementerian Agama pada dasarnya sudah menyiapkan namun belum melakukan pembayaran uang muka sesuai permintaan dari Arab Saudi.
Sebelumnya Kemenag Tetapkan Beberapa Skenario
Dengan berjalannya waktu, lanjut Fachrul Razi, skenario haji secara normal dengan memberangkatkan 221 ribu calon jamaah haji dan 4.200 petugas haji nyaris tidak mungkin lagi dilakukan. Oleh karena itu Kementerian Agama lebih memusatkan perhatian untuk mematangkan dua skenario tersisa, yaitu haji dengan pembatasan kuota atau sama sekali membatalkan keberangkatan haji.
Fachrul Razi menambahkan Kementerian Agama menjadikan 26 Juni sebagai tenggat kesiapan karena pada tanggal itu pula keberangkatan gelombang pertama jamaah haji Indonesia ke Arab Saudi.
Your browser doesn’t support HTML5
Terkait skenario haji dengan pembatasan kuota, menurut Fachrul Razi, Kementerian Agama mengasumsikan maksimal hanya 50 persen dari kuota haji yang dapat diberangkatkan karena masih terus meluasnya perebakan virus corona di Indonesia dan Arab Saudi. Skenario ini diambil karena harus ada jaga jarak baik di asrama haji, pesawat, pemondokan, dan areal ritual haji. Selain itu, diperlukan prasarana dan sarana tambahan untuk menaati protokol kesehatan Covid-19 sehingga nantinya ada seleksi ketat terhadap jamaah dan petugas haji yang bisa diberangkatkan.
Berdasarkan skenario tersebut, rentang waktu perjalanan jamaah haji akan lebih lama dari biasanya. Sebab harus ditambah dengan masa karantina 14 hari sebelum keberangkatan, 14 hari setiba di Arab saudi, dan 14 hari sepulang kembali ke Indonesia. Semua jamaah dan petugas haji juga wajib memiliki sertifikat bebas Covid-19.
Untuk mendukung hal itu, Kementerian Agama sudah menempuh beberapa langkah, antara lain bimbingan manasik haji secara virtual, seleksi petugas haji sudah dilakukan, dan bahkan pembekalan terhadap calon petugas haji kelompok terbang sempat dilakukan di tujuh embarkasi.
Skenario lain adalah membatalkan pemberangkatan jamaah haji Indonesia. Skema dibuat berdasarkan beberapa pertimbangan, yakni situasi pandemi di Arab Saudi dan Indonesia belum memungkinkan bagi Kementerian Agama untuk mengirim jamaah haji, di mana jumlah pasien Covid-19 di kedua negara terus bertambah.
WHO Belum Cabut Status Pandemi, Arab Saudi Masih Tutup Pintu
Sejauh ini Badan Kesehatan Dunia WHO masih belum mengisyaratkan akan mencabut status pandemi, sementara Arab saudi juga masih menutup pintu bagi jamaah haji dari semua negara, termasuk Indonesia, meski sudah ada kelonggaran di berbagai kota kecuali Makkah.
Fachrul Razi menggarisbawahi bahwa Kementerian Agama bersikap proaktif dengan beberapa menanyakan langsung kepada Kementerian Haji dan Umrah Saudi Arab Saudi tentang kemungkinan pelaksanaan atau pembatalan haji. Namun sampai saat ini pemerintah Arab Saudi belum memberikan jawaban resmi.
BACA JUGA: Indonesia Tidak Berangkatkan Jamaah Haji Tahun IniSehari sebelum mengumumkan pembatalan keberangkatan jamaah haji, Fachrul Razi mengatakan pihaknya menerima kabar dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh, belum ada keputusan dari pemerintah Saudi. Kementerian Agama juga melakukan kajian literatur di mana diperoleh fakta penyelenggaraan ibadah haji saat terjadi wabah penyakit menular menyebabkan puluhan ribu jamaah haji meninggal. Majelis Ulama Indonesia juga diajak berkonsultasi untuk memberi pertimbangan.
"Faktanya hingga 1 Juni 2020, pihak Arab Saudi tak kunjung membuka akses bagi jamaah haji dari negara manapun. Hal krusial lain seperti slot time penerbangan juga belum bisa diperoleh, input data e-hajj belum bisa diproses sehingga visa jamaah haji belum bisa diterbitkan. Padahal prises tersebut sangat menentukan mungkin tidaknya jamaah haji diberangkatkan ke tanah suci," kata Fachrul Razi.
Dengan perkembangan tersebut, kata Fachrul Razi, pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan keberangkatan jamaah haji. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 masih berlangsung, keselamatan jamaah menjadi prioritas utama.
BACA JUGA: Saudi Desak Muslim Tunda Rencana Ibadah Haji Karena Wabah CoronaFachrul Razi mengatakan pengembalian dana setoran haji sudah lunas bersifat opsional, bisa dikelola secara terpisah di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) atau dapat diambil kembali oleh jamaah haji.
DPR Kesal Karena Tak Diberitahu
Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Golongan Karya John Kennedy Aziz tampak kesal dengan pengumuman pembatalan secara sepihak oleh Menteri Agama Fachrul Razi tanpa lebih dulu menunggu rapat kerja dengan Komisi VIII sesuai kesepakatan sebelumnya. Dia menegaskan mestinya Fachrul Razi mengumumkan keputusan pemerintah usai rapat kerja dengan Komisi VIII, yang dijadwalkan berlangsung pada 4 Juni.
"Ini kan kita internal, Indonesia. Kecuali kalau ada desakan eksternal dari luar. Pak John ini kalau nggak saya batalin, kita kena denda Rp 100 miliar. Kenapa harus cepat-cepat gitu kalau kita sama-sama menjaga, sama-sama menganggap. Toh, ke lembaga lain Bapak bisa berdiskusi kenapa dengan kami tidak?" ujar John Kennedy.
John Kennedy menambahkan ada isu daerah-daerah akan mengajukan kuota haji sendiri tanpa melibatkan pemerintah pusat. Dia meminta Fachrul Razi memperhatikan isu tersebut dengan serius.
M. Husni, Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, juga mempersoalkan pengumuman pembatalan pemberangkatan jamaah haji tanpa melalui konsultasi dengan Komisi VIII DPR. "Akhirnya kita selaku anggota DPR RI dari Komisi VIII yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat kita, jadi atau tidak (haji ini), tiba-tiba Pak menteri mengeluarkan pernyataan terjadi pembatalan. Wah mohon maaf Pak Menteri, Kami ini anggota Komisi VIII nggak tahu muka mau letak di mana ini," tutur Husni.
Bukhari Yusuf dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menjelaskan ada persoalan secara etika hukum terkait keputusan Menteri Agama Fachrul Razi yang mengumumkan pembatalan pemberangkatan jamaah haji tahun ini. Dia menegaskan Fachrul Razi mestinya berkonsultasi lebih dulu dengan Komisi VIII sebagai mitra kerja utama.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi Partai Nasional Demokrat, Satori, mengatakan pembatalan pemberangkatan jamaah haji mestinya menunggu ada keputusan dari pemerintah Arab Saudi. Dia juga meminta jaminan agar calon jamaah haji yang batal berangkat tahun ini dipastikan berangkat tahun depan. [fw/em]