Pemerintah harus mampu mewariskan situasi ekonomi kondusif kepada pemerintahan berikutnya, demikian disampaikan pengamat ekonomi, Didiek Rahbini. Sementara menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Haryadi Sukamdani, persoalan buruh masih menjadi tugas berat bagi pemerintahan hasil pemilu 2014.
JAKARTA —
Kepada pers di Jakarta, Jumat, pengamat ekonomi dari lembaga kajian ekonomi, Indef yang juga politisi Partai Amanat Nasional, Didiek Rahbini mengatakan, setiap pemerintahan harus mampu menciptakan situasi ekonomi kondusif. Menurutnya meski dalam politik berbeda pendapat adalah hal biasa, untuk persoalan ekonomi seharusnya setiap pemerintahan memiliki tujuan sama yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ia menilai meski memiliki kekurangan-kekurangan, pemerintahan Presiden Yudhoyono patut mendapat apresiasi karena berjalan mulus hingga masa jabatan berakhir. Tidak adanya gejolak yang berdampak fatal menurutnya membuat situasi ekonomi kondusif meski pengelolaan APBN belum maksimal. Ia berharap pemerintahan baru nanti mampu memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada dalam sektor ekonomi.
“Setelah hampir tiga kali pemilu langsung, demokrasi kita itu hampir matang, transisinya itu sudah cukup baik saya menganggap bahwa ini memberi kontribusi. Saya dan teman-teman mengkritik pak SBY habis-habisan, yang paling telak itu kita menganggap bahwa APBN yang dikelola sekarang ini diwariskan buruk kedepan dan menjadi warisan presiden yang akan datang. Tapi sekarang saya mau memujinya, kan boleh plus minusnya kan, plusnya itu dia itu berhasil menjadi nakhoda dari tahun satu ke tahun sepuluh itu prestasi yang luar biasa, tapi pemimpin yang akan datang tidak cukup hanya membawa ini sampai berakhir. Kita ini demokrasi ketiga terbesar di dunia, tapi kita melihat kelemahan-kelemahan di dalam ya, tapi dengan demokrasi ketiga terbesar di dunia menurut saya dan Indef mengkritisi, itu juga fungsinya membangunkan,”demikian kata Didiek.
Sementara menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Haryadi Sukamdani, pemerintahan mendatang harus segera memperbaiki kebijakan terkait buruh. Menurutnya jika tidak ada perubahan kebijakan, buruh akan terus berbeda pendapat dengan pengusaha sehingga berpotensi membuat situasi ekonomi bergejolak.
“Pemerintah melihat itu reaktif, serikat pekerja ribut langung direspon. Seharusnya dilakukan penelitian yang mendalam kebijakan itu yang sifatnya itu adalah secara komprehensif, integratif, karena ini lintas sektor jadi harus hati-hati dalam meletakkan itu. Contohnya outsourcing, karena di dunia itu memang outsourcing ada tapi begitu dibatasi hanya lima bidang yang boleh maka tertutuplah semua bidang yang lain,”papar Haryadi.
Haryadi Sukamdani menilai kunci utama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan buruh adalah menetapkan upah buruh melalui hasil kajian yang mendalam dan untuk jangka panjang.
“Upah minimum tidak pernah dilakukan penelitian; sebetulnya kemampuan dari pada dunia usaha berapa sih upah yang paling rendah yang akan dibayarkan oleh perusahaan? Dicarinya adalah parameter yang kalau saya bilang di sisi atas, tapi sisi bawahnya nggak. Padahal kalau kita bicara upah minimum sebagai jaring pengaman itu adalah tingkat dasarnya,” lanjut Haryadi.
Usai pemilu legislatif 9 April lalu, respon pasar cenderung negatif karena index harga saham gabungan atau IHSG turun, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika melemah. Menurut para analis pasar bereaksi negatif karena tidak ada satupun partai yang berhasil memperoleh suara dominan sehingga dikhawatirkan menjelang pilpres 9 Juli 2014 masih penuh ketidakpastian. Diperkirakan pasar akan stagnan dalam beberapa waktu kedepan dan kembali bergerak hingga proses koalisi partai mulai terarah. Namun para analis mengingatkan hasil koalisi juga belum tentu mendapat respon positif pasar karena tergantung sosok capres dan cawapres yang akan maju.
“Setelah hampir tiga kali pemilu langsung, demokrasi kita itu hampir matang, transisinya itu sudah cukup baik saya menganggap bahwa ini memberi kontribusi. Saya dan teman-teman mengkritik pak SBY habis-habisan, yang paling telak itu kita menganggap bahwa APBN yang dikelola sekarang ini diwariskan buruk kedepan dan menjadi warisan presiden yang akan datang. Tapi sekarang saya mau memujinya, kan boleh plus minusnya kan, plusnya itu dia itu berhasil menjadi nakhoda dari tahun satu ke tahun sepuluh itu prestasi yang luar biasa, tapi pemimpin yang akan datang tidak cukup hanya membawa ini sampai berakhir. Kita ini demokrasi ketiga terbesar di dunia, tapi kita melihat kelemahan-kelemahan di dalam ya, tapi dengan demokrasi ketiga terbesar di dunia menurut saya dan Indef mengkritisi, itu juga fungsinya membangunkan,”demikian kata Didiek.
Sementara menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Haryadi Sukamdani, pemerintahan mendatang harus segera memperbaiki kebijakan terkait buruh. Menurutnya jika tidak ada perubahan kebijakan, buruh akan terus berbeda pendapat dengan pengusaha sehingga berpotensi membuat situasi ekonomi bergejolak.
“Pemerintah melihat itu reaktif, serikat pekerja ribut langung direspon. Seharusnya dilakukan penelitian yang mendalam kebijakan itu yang sifatnya itu adalah secara komprehensif, integratif, karena ini lintas sektor jadi harus hati-hati dalam meletakkan itu. Contohnya outsourcing, karena di dunia itu memang outsourcing ada tapi begitu dibatasi hanya lima bidang yang boleh maka tertutuplah semua bidang yang lain,”papar Haryadi.
Haryadi Sukamdani menilai kunci utama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan buruh adalah menetapkan upah buruh melalui hasil kajian yang mendalam dan untuk jangka panjang.
“Upah minimum tidak pernah dilakukan penelitian; sebetulnya kemampuan dari pada dunia usaha berapa sih upah yang paling rendah yang akan dibayarkan oleh perusahaan? Dicarinya adalah parameter yang kalau saya bilang di sisi atas, tapi sisi bawahnya nggak. Padahal kalau kita bicara upah minimum sebagai jaring pengaman itu adalah tingkat dasarnya,” lanjut Haryadi.
Usai pemilu legislatif 9 April lalu, respon pasar cenderung negatif karena index harga saham gabungan atau IHSG turun, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika melemah. Menurut para analis pasar bereaksi negatif karena tidak ada satupun partai yang berhasil memperoleh suara dominan sehingga dikhawatirkan menjelang pilpres 9 Juli 2014 masih penuh ketidakpastian. Diperkirakan pasar akan stagnan dalam beberapa waktu kedepan dan kembali bergerak hingga proses koalisi partai mulai terarah. Namun para analis mengingatkan hasil koalisi juga belum tentu mendapat respon positif pasar karena tergantung sosok capres dan cawapres yang akan maju.