Gencatan Senjata Belum Berhasil, Konflik Gaza Meluas

  • Scott Bobb

Demonstran Palestina melempar batu ke arah tentara Israel dan polisi perbatasan dalam protes mengecam ofensif Israel di Gaza, di kota Hawara, Tepi Barat (25/7/2014).

Lima lagi warga Palestina tewas dalam bentrokan di Tepi Barat sementara konflik di Gaza meluas ke bagian-bagian lain di wilayah Palestina sementara upaya internasional untuk mencapai gencatan senjata ditingkatkan tapi belum berhasil.

Di Gaza jumlah korban tewas sejak kekerasan berlangsung lebih dari dua minggu, hari Jumat meningkat menjadi lebih dari 800 warga Palestina dan 35 warga Israel. Seorang pekerja asing juga tewas di Israel.

Puluhan remaja Palestina bentrok dengan polisi Israel hari Jumat dekat Kota Tua Yerusalem dan bentrokan pecah di bagian-bagian lain di Tepi Barat dekat Hebron dan Nablus.

Polisi di Yerusalem melarang laki-laki dibawah usia 50 tahun masuk ke mesjid al-Aqsa, tapi banyak yang berkumpul di jalan-jalan di luar barikade untuk melakukan sholat pada hari Jumat terakhir di bulan Ramadan.

Warga Palestina melakukan apa yang mereka katakan “Hari Kemarahan” terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza.

Ratusan warga Palestina tewas dan ribuan cedera dalam konflik yang telah menghancurkan ribuan rumah dan puluhan RS serta klinik.

Diplomat-diplomat senior dari Mesir, PBB dan Amerika bertemu di Kairo untuk menengahi sebuah gencatan senjata.

Hamas mengatakan hanya akan menyetujui gencatan senjata jika Israel mencabut blokadenya atas Jalur Gaza dan menghentikan semua agresi. Israel mengatakan peluncuran ribuan roket dari Gaza harus diakhiri dan Gaza harus di demiliterisasi.

Profesor Moshe Ma'oz dari Hebrew University mengatakan meluasnya kekerasan tidak terhindarkan karena ketegangan meningkat setelah upaya selama sembilan bulan untuk menghidupkan kembali perundingan damai antara Israel dan Palestina ambruk.

“Siklus perjuangan dan konflik yang sangat jahat. Tidak ada orang yang sungguh-sungguh benar di Timur Tengah, khususnya dalam isu ini. Semua ikut andil.

Ambruknya perundingan damai menghasilkan perjanjian rekonsiliasi antara Hamas yang menguasai Jalur Gaza dan Fatah yang mendominasi Pemerintahan Palestina di Tepi Barat,” papar Profesor Moshe Ma'oz.

Perjanjian itu membuat marah pemerintah Israel yang menganggap Hamas sebagai organisasi teroris. Sebagian pejabat Israel meminta operasi di Jalur Gaza dilanjutkan sampai Hamas hancur.

Pimpinan Pusat Kerjasama dan Perdamaian Internasional Yerusalem Timur, Rami Nasrallah mengatakan ini tidak mungkin.

“Tentu saja mereka tidak bisa menghancurkan Hamas. Kita tidak berbicara tentang kelompok yang terdiri dari 10 atau 200 orang. Kita berbicara mengenai kekuatan sosial dan politik penting dalam masyarakat Palestina, apakah itu di Gaza atau di Tepi Barat,” tegas Rami.

Ia mengatakan serangan Israel di Jalur Gaza justru memperkuat dukungan terhadap Hamas diantara warga Palestina dan memaksa Presiden Otorita Palestina Mahmoud Abbas untuk menyampaikan dukungan publik atas tuntutan Hamas itu.