Menjelang pemilihan kepala daerah Juni ini dan pemilihan legislatif serta pemilihan presiden yang akan dilangsung sekaligus pada April 2019, Partai Golongan Karya (Golkar) langsung berbenah diri. Untuk menunjukkan komitmen sebagai partai yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, Golkar pada pembukaan rapat konsultasi di Jakarta hari Senin (19/2) – atau dua hari setelah KPK menetapkan 14 partai yang lolos mengikuti pemilu – menandatangani pakta integritas dengan KPK.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan seluruh kader Golkar adalah simbol kehormatan partai dan karenanya harus menunjukkan bukti nyata bahwa mereka hanya menggunakan kekuasaan untuk kepentingan rakyat. Partai Golkar menurutnya menyudahi pemberitaan negatif mengenai partai berlambang pohon beringin tersebut dan mulai memperbaiki citra partai anjlok, merujuk pada kasus dugaan korupsi melibatkan Setya Novanto, ketua umum sebelumnya yang kini menjadi terdakwa dalam perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Juga operasi tangkap tangan terhadap beberapa kepala daerah dari kader Golkar.
"Dari hati terdalam, Partai Gokar menyesali segala macam persoalan tersebut. Tapi kita tidak hanya bersifat pasif. Kita harus bertekad, kita harus berjanji agar peristiwa ini tidak terulang lagi," tandas Airlangga.
Kepada wartawan, Airlangga mengatakan jika ada kader Partai Golkar terlibat korupsi maka partai akan memberikan sanksi tegas dengan meminta yang bersangkutan mundur.
Your browser doesn’t support HTML5
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang berharap 13 partai lain juga mengikuti langkah Golkar untuk menandatangani pakta integritas dengan KPK.
Saut mengakui memang ada beberapa pihak mencoba berupaya membujuk kepala daerah untuk melakukan korupsi, karenanya ia menyerukan kepada seluruh kepala daerah atau calon kepala daerah supaya segera memberitahu KPK bila ada pihak-pihak ingin mengajak mereka berlaku korup. Saut menegaskan perilaku korup tidak bergantung pada musim pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum. Semua bergantung pada integritas masing-masing kepala daerah, calon kepala daerah, atau kader partai politik, ujarnya.
Baca juga: Bawaslu Selidiki Dugaan Mahar Politik di Daerah
Saut menghimbau untuk tidak menjadikan biaya tinggi dalam pemilihan kepala daerah sebagai alasan bagi kepala daerah untuk terlibat korupsi. Jika memang calon memiliki integritas tinggi, maka ia cukup berkampanye lewat media sosial yang tidak membutuhkan banyak dana.
"Kalau orang itu berkualitas, dia cukup modal Facebook kok. Oleh sebab itu jangan dibilang ini biaya tinggi, kemudian itu menjustifikasi seseorang untuk kemudian mengambil sesuatu yang bukan haknya. Anda pakai Twitter, pakai Facebook, pakai yang lain, Anda bisa populer. Rakyat bisa pilih Anda," ujar Saut.
Sepanjang Januari sampai pertengahan Februari tahun ini, setidaknya ada delapan kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Mereka di antaranya Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, Bupati Kebumen Muhammad Yahya Fuad, Bupati Halmahera Timur Rudi Erawan, Gubernur Jambi Zumi Zola, Bupati Jombang Nyono Suharli yang merupakan kader Partai Golkar, Bupati Ngada Marianus Sae, Bupati Subang Imas Aryumningsih juga kader Partai Golkar, dan yang terkini Bupati Lampung Tengah Mustafa.
Tahun lalu, ada lima kepala daerah yang merupakan kader Golkar dibekuk dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK. Mereka adalah Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, Bupati Batubara O.K. Arya Zulkarnain, Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi, dan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari.
Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti dijanjikan uang Rp 4,7 miliar dari dua proyek perbaikan jalan di Bengkulu. Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno ditangkap setelah diduga menerima uang Rp 300 juta terkait dana kesehatan di daerahnya. Sementara Bupati Batubara O.K. Arya Zulkarnain dibekuk karena diduga menerima uang suap sebesar Rp 4,4 miliar dari dua proyek pembangunan jembatan.
Ada pula Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi yang ditangkap setelah menerima uang suap Rp 1,152 miliar dari komitmen senilai Rp 1,5 miliar terkait pemberian izin Amdal Transmart. Juga Bupati Kutai Kertanegara ditangkap karena diduga telah menerima gratifikasi. [fw/em]