Hamas Hadiri Perundingan Gencatan Senjata di Kairo saat Rafah Hadapi Serangan Israel

Asap mengepul menyusul pemboman Israel di Rafah timur di Jalur Gaza selatan, 13 Februari 2024, di tengah konflik Israel dan kelompok militan Hamas, Palestina. (SAID KHATIB/AFP)

Negosiasi untuk menghentikan perang Israel-Hamas dan membebaskan sandera yang tersisa memasuki hari kedua di Kairo pada Rabu (14/2), ketika warga Gaza bersiap menghadapi serangan Israel di tempat perlindungan terakhir mereka di Rafah.

Sumber Hamas mengatakan kepada kantor berita AFP, bahwa sebuah delegasi sedang menuju ke ibu kota Mesir untuk bertemu dengan mediator Mesir dan Qatar, setelah perunding Israel mengadakan pembicaraan dengan mediator tersebut pada Selasa.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang terang-terangan mengkritik tindakan Israel dalam perang Gaza, juga dijadwalkan berada di Kairo pada Rabu untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Abdel Fattah al-Sisi.

BACA JUGA: Kepala Intelijen Israel Melawat ke Kairo untuk Bicarakan Gaza

Direktur CIA, William Burns bergabung dalam pembicaraan pada Selasa (13/2) dengan David Barnea, kepala dinas intelijen Mossad Israel, yang menurut media Mesir sebagian besar bersifat “positif”.

Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kirby, menggambarkan perundingan tersebut “konstruktif dan bergerak ke arah yang benar”.

Para mediator mengupayakan jeda dalam pertempuran sebelum Israel melanjutkan serangan darat besar-besaran ke kota Rafah di ujung selatan Jalur Gaza, tempat lebih dari 1,4 juta warga Palestina terjebak.

Potensi jatuhnya korban sipil dalam jumlah besar telah memicu seruan mendesak, bahkan dari sekutu dekat, agar Israel menunda pengiriman pasukan ke pusat populasi besar terakhir yang belum mereka masuki dalam perang empat bulan tersebut.

Sekutu utamanya, Amerika Serikat, mengatakan pihaknya tidak akan mendukung operasi darat apa pun di Rafah tanpa “rencana yang kredibel” untuk melindungi warga sipil.

BACA JUGA: WHO: Rumah Sakit di Gaza “Benar-Benar Kewalahan”

Rafah adalah pintu masuk utama pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan dan badan-badan PBB telah memperingatkan akan terjadinya bencana kemanusiaan jika serangan diteruskan.

Kepala Kemanusiaan PBB Martin Griffiths mengatakan operasi militer apa pun “dapat menyebabkan pembantaian”.

Warga sipil yang ketakutan terpaksa mencari keselamatan.

Tekanan semakin meningkat terhadap Mesir untuk membuka perbatasannya bagi warga sipil Palestina, ratusan ribu di antaranya mencari perlindungan di kamp-kamp sementara di perbatasan tempat mereka menghadapi wabah hepatitis dan diare serta kelangkaan makanan dan air.

Namun tempat itu tetap tertutup bagi warga Gaza.

“Selama 100 hari kami memasuki penyeberangan dan memohon kepada mereka agar mengizinkan kami menyeberang, atau melakukan apa pun untuk membantu kami,” kata warga Palestina Habiba Nakhala.

BACA JUGA: Jaksa Mahkamah Pidana Internasional Sampaikan Kekhawatiran Soal Operasi Israel di Rafah

Presiden AS Joe Biden mengatakan warga sipil di Rafah “perlu dilindungi”, dan menyebut mereka “di tempat terbuka dan rentan”.

Namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan “kemenangan penuh” tidak dapat dicapai tanpa pemusnahan batalyon terakhir Hamas di Rafah.

Menjelang perundingan di Kairo, kelompok Israel mengirimkan permintaan kepada kepala Mossad, yang mengatakan bahwa delegasi tersebut “tidak boleh kembali tanpa kesepakatan”.

Ketika ditanya oleh wartawan apakah dia yakin warga Amerika di antara para sandera masih hidup, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Kirby mengatakan: “Kami tidak memiliki informasi sebaliknya”. [lt/ns]