HRW: UU Perburuhan Kamboja Terlalu Lemah

Sebuah demonstrasi di Phnom Penh, Kamboja. (Foto: Dok)

HRW mendokumentasikan pola pelanggaran hak-hak buruh yang persisten, termasuk kerja lembur paksa, diskriminasi yang berdasarkan kehamilan, dan praktik anti-serikat buruh.

Human Rights Watch mengatakan undang-undang perburuhan yang longgar di Kamboja memungkinkan pabrik-pabrik pakaian jadi, termasuk banyak pemasok merek terkenal di Barat, untuk memanfaatkan para pekerja yang rawan.

Dalam laporan yang dikeluarkan Kamis (12/3), organisasi hak asasi yang berbasis di New York itu telah mendokumentasikan pola pelanggaran hak-hak buruh yang persisten, termasuk kerja lembur paksa, diskriminasi yang berdasarkan kehamilan, dan praktik anti-serikat buruh.

Industri pakaian jadi adalah bagian utama ekonomi di Kamboja, yang termasuk di antara negara-negara termiskin di dunia. Industri itu mempekerjakan lebih dari 700 ribu pekerja di negara yang berpenduduk 15 juta orang itu.

Kamboja telah mengalami gelombang kerusuhan buruh baru-baru ini dan pihak berwenang di sana menghadapi demonstrasi dengan kekerasan yang bertujuan untuk memperoleh upah minimum yang lebih tinggi bagi pekerja pakaian jadi.

Negara itu telah memberlakukan undang-undang perburuhan yang kuat tahun 1997, menurut Human Rights Watch. Tetapi penegakannya masih tetap lemah, sebagian karena inspeksi pemerintah yang tidak kuat, kata laporan tadi.

Korupsi adalah alasan utama inspeksi buruh tidak layak dipercaya, demikian menurut penelitian tadi.