Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam jumpa pers secara virtual, Kamis (27/8), menjelaskan Selasa lalu (25/8), ia memimpin sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membahas isu Palestina dan rancangan resolusi mengenai sanksi terhadap Iran.
Menteri Retno mengatakan Indonesia secara konsisten mendorong masyarakat internasional untuk terus menolak rencana aneksasi ilegal Israel terhadap wilayah Tepi Barat.
"Dalam pertemuan virtual tanggal 25 Agustus mengenai Timur Tengah, termasuk Palestina, Indonesia mendorong dimulainya kembali proses diplomasi dan negosiasi, khususnya antar pihak terkait di kawasan. Kita juga garis bawahi bahwa hal terpenting bagi Palestina adalah solusi yang adil, damai, dan komprehensif," kata Menteri Retno.
Menteri Retno mengaku senang suara Indonesia itu didukung oleh mayoritas dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB. Negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB turut mendukung penyelesaian konflik Palestina-Israel berdasarkan solusi dua negara dan parameter internasional yang berlaku.
Pertemuan Dewan Keamanan membahas masalah Palestina berlangsung setelah dua pekan lalu Uni Emirat Arab (UEA) dan Israel mencapai kesepakatan untuk menormalisasi hubungan pada 13 Agustus.
Pada pertemuan Dewan Keamanan PBB itu, lanjut Menteri Retno, ia mengungkapkan rancangan resolusi yang berisi sanksi embargo senjata terhadap Iran yang merupakan usulan Amerika Serikat melalui snapback mechanism.
Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo pada 20 Agustus telah menyampaikan surat resmi kepada Presiden Dewan Keamanan PBB yang sekarang dijabat oleh Indonesia, untuk memulai proses snapback mechanism itu.
Setelah menerima surat dari Pompeo, Menteri Retno juga menerima surat dari 13 negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya, termasuk surat Indonesia dalam kapasitas nasional, yang menolak usulan Amerika tersebut.
Menteri Retno menekankan, sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB, Indonesia telah menjalankan tugasnya sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku. Indonesia melakukan konsultasi bilateral inklusif dengan semua anggota Dewan Keamanan PBB untuk meminta pandangan masing-masing anggota mengenai langkah yang dapat dilakukan Presiden Dewan Keamanan PBB.
BACA JUGA: Digempur Serangan Balon Api Palestina, Israel Ancam Setop Pasokan BBM ke GazaIndonesia menjabat sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB untuk bulan Agustus 2020. Sejak 1946, kedudukan sebagai presiden digilir antara negara-negara anggota. Indonesia sudah pernah menjabat sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB enam kali sebelumnya, terakhir di bulan Mei 2019.
Pada pertemuan virtual terbuka Dewan Keamanan PBB mengenai isu Timur Tengah, termasuk Palestina, beberapa negara secara langsung menanyakan hasil konsultasi tersebut. Indonesia selaku Presiden Dewan Keamanan wajib menjawab pertanyaan yang diajukan oleh setiap anggota.
Menurut Menteri Retno, Indonesia sebagai Presiden Dewan Keamanan menyampaikan hasil konsultasinya yang menunjukkan tidak ada konsensus tentang permintaan snapback mechanism.
BACA JUGA: Konflik Amerika-Iran, Indonesia Minta Semua Pihak Menahan DiriAmerika memang mencurigai program nuklir Iran bertujuan untuk membuat senjata nuklir, sebuah tudingan yang selalu dibantah para pejabat negara Mulah itu.
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, mengatakan Indonesia memang sejak dahulu konsisten menyuarakan kepentingan Palestina.
Menurut Yon, Indonesia harus terus melakukan lobi kepada negara-negara terutama yang belum mengakui kemerdekaan Palestina. Sementara mengenai draft resolusi terhadap Iran, Yon menyatakan faktor kemanusiaan tentu harus diperhatikan.
“Mengajak negara-negara lain mengamati dan mempelajari betul terutama yang berkaitan dengan draft itu disangkutkan dengan masalah kemanusiaan karena biar bagaimanapun sanksi ekonomi itu juga tidak hanya berdampak kepada pemerintah tetapi tentu akan berdampak besar kepada rakyat Iran,” kata Yon. [fw/ab]