Pukulan telak kembali menghantam Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang dicap organisasi teroris, setelah ideolog mereka, Aman Abdurrahman pada bulan Juni lalu divonis hukuman mati.
Dalam sidang vonis yang dilangsungkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (31/7), majelis hakim yang diketuai Aris Bawono membacakan putusan terhadap JAD. Majelis hakim memutuskan untuk membekukan kelompok yang dibentuk oleh Aman Abdurrahman itu dan menyatakan JAD sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
Aris menambahkan majelis hakim menyatakan JAD telah terbukti secara meyakinkan bersalah melakukan tindakan terorisme, dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi. Majelis hakim juga menjatuhkan denda Rp 5 juta terhadap JAD.
"Menetapkan korporasi atau organisasi Jamaah Ansharud Daulah atau JAD dan organisasi lainnya yang berafiliasi dengan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) atau Dais (Daulah Islam) atau ISIL atau IS (Negara Islam) sebagai korporasi yang terlarang," kata Aris.
Dalam sidang tersebut, JAD diwakili oleh pemimpinnya Zainal Anshori alias Abu Fahry yang ditunjuk untuk mengepalai JAD menggantikan Marwan alias Abu Musa yang pergi ke Suriah.
Setelah selesai pembacaan vonis, Zainal berdiri sambil mengepalkan tangan kanannya ke atas dan bertakbir sebelum menuju kuasa hukumnya, Asludin Hatjani. Zainal menyatakan tidak akan mengajukan banding atas keputusan hakim tersebut.
Sedangkan tim jaksa penuntut umum meminta waktu dua hari untuk pikir-pikir sebelum mebuat keputusan, apakah mengajukan banding atau menerima vonis majelis hakim itu. Mereka akan mempelajari pertimbangan-pertimbangan yang dibuat majelis hakim dalam vonisnya untuk memastikan tidak ada yang terlewat.
Jaksa Heri Jerman mengatakan berdasarkan Pasal 12 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme, siapa saja menjadi pengurus atau anggota organisasi yang sudah dinyatakan dilarang oleh putusan pengadilan, bisa ditangkap dan diadli.
Meski begitu, Heri meminta aparat penegak hukum agar berhati-hati dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka terorisme dan bukan hanya karena mengikuti pengajian JAD.
"Gara-gara mengikuti ajaran yang menyimpang tapi dia bukan menjadi anggota organisasi, kenapa harus ditangkap? Itu tentunya tergantung dari status orang itu, apakah dia sudah menjadi anggota apa tidak," tukas Heri.
Keputusan hakim terhadap JAD didasarkan atas Pasal 17 ayat 1 dan ayat 2 Jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003.
Kepada wartawan usai sidang, pengacara JAD, Asludin Hatjani, menjelaskan bahwa Zainal merasa akan percuma saja untuk mengajukan banding.
"Bukan masalah setuju atau tidak setuju, mungkin dia beranggapan bahwa ini tidak ada gunanya dilanjutkan. Jadi karena itu, beliau menyatakan biarkan aja. Itu bahasa dari beliau tadi. Karena itu, saya mewakili Jamaah Ansharud Daulah menyatakan tidak mengajukan banding," ujar Asludin.
Asludin mengaku heran jaksa menyatakan pikir-pikir. Padahal keputusan majelis hakim sesuai dengan tuntutan yang mereka ajukan, yakni membubarkan JAD sekaligus menyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
Your browser doesn’t support HTML5
Berdasarkan dokumen persidangan, JAD dibentuk oleh Aman Abdurrahman di Lapas Nusakambangan pada 2014.
Aman ketika itu mengumpulkan para pengikutnya termasuk Marwan alias Abu Musa dan Zainal Anshori. Aman kemudian menunjuk Zainal sebagai pemimpin karena mengetahui Zainal dan Marwan punya banyak pengikut di Jawa Timur, terutama yang mendukung khilafah dan ISIS yang dipimpin Abu Bakar Al Baghdadi.
Baca juga: Terlibat Teror, Aman Abdurrahman Divonis Mati
Aman telah divonis hukuman mati oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 22 Juni lalu. [fw/em]