Presiden Joko Widodo menyayangkan sikap Myanmar yang menolak bantuan ASEAN untuk keluar dari krisis politik di negara tersebut. Pernyataan itu disampaikan Jokowi sewaktu menghadiri KTT ASEAN ke-39 secara virtual di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (26/10).
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan Presiden juga menyayangkan penolakan akses yang diminta oleh utusan khusus ASEAN untuk bertemu dengan semua pihak terkait menjelang saat-saat terakhir diselenggarakannya KTT.
“Keputusan ASEAN untuk mengundang wakil Myanmar pada tingkat non-politik dalam KTT adalah sebuah keputusan yang berat, tapi memang harus dilakukan. Presiden mengingatkan penting bagi kita untuk tetap menjaga penghormatan terhadap prinsip-prinsip non-interference, namun di pihak lain kita juga berkewajiban menjunjung tinggi prinsip-prinsip lain di dalam piagam ASEAN, seperti democracy, good governance, penghormatan terhadap HAM, dan pemerintah yang konstitusional,” ungkap Retno.
BACA JUGA: Junta Myanmar Larang Utusan Khusus ASEAN Bertemu Suu KyiRetno mengatakan, Jokowi juga menegaskan bahwa keputusan tersebut juga memberi ruang bagi ASEAN untuk tetap menjalankan kemajuan-kemajuan sebagaimana dijanjikan kepada rakyat ASEAN. Meski begitu, Presiden mengatakan bahwa uluran tangan ASEAN harus tetap ditawarkan kepada Myanmar, termasuk bantuan kemanusiaan.
“Rakyat Myanmar memiliki hak untuk hidup damai, dan sejahtera, dan Indonesia secara konsisten mengharapkan demokrasi melalui proses yang inklusif dapat segera dipulihkan di Myanmar,” tuturnya.
Seperti diketahui, Myanmar tidak menghadiri KTT setelah ASEAN memutuskan untuk tidak mengundang pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing dan pejabat militer lainnya. Keputusan tersebut diambil karena militer Myanmar dianggap gagal mengimplementasikan lima poin konsensus yang dicapai pada pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta pada April 2021.
“KTT 38 dan 39 ASEAN ini dipimpin langsung oleh Sultan Hasaanal Bolkiah selaku Ketua ASEAN. KTT dihadiri oleh sembilan pemimpin ASEAN dan Sekjen ASEAN. Sesuai dengan keputusan emergency meeting para Menlu ASEAN, Myanmar telah diundang pada level non-politik, namun sampai pelaksanaan KTT, Myanmar tidak menyampaikan wakil pada level non-politik. Screen untuk Myanmar tetap disiapkan, Myanmar adalah anggota ASEAN,” kata Retno.
Tidak Ada Pelanggaran
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan sebenarnya keputusan yang dihasilkan dalam KTT ASEAN mengikat seluruh anggota yang hadir. Negara-negara tersebut, tambahnya, memiliki kewajiban untuk menindaklanjuti kesepakatan yang dihasilkan.
Faizasyah membantah tidak mengundang pemimpin junta Myanmar dalam KTT ASEAN kali ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip non-intervensi sebagaimana yang tercantum dalam Piagam ASEAN.
BACA JUGA: Pemimpin Junta Myanmar: ASEAN Gagal Hentikan KekerasanKeputusan tersebut, katanya, diambil karena kekecewaan negara-negara ASEAN terhadap kunta Myanmar yang dianggap tidak melaksanakan sepenuhnya lima poin konsensus terkait Myanmar yang disepakati dalam KTT ASEAN di Jakarta pada April lalu
“Memang ada kekecewaan dari negara- negara anggota ASEAN atas tidak ada kemajuan yang progresif dari lima poin konsensus yang disepakati oleh leaders ya,” ujar Faizasyah.
Forum Dialog Harus Terus Dibuka
Peneliti ASEAN dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pandu Prayoga, mengatakan langkah untuk tidak mengundang pemimpin junta Myanmar pada KTT ASEAN kali ini merupakan tindakan tepat. Apalagi, katanya, sikap semacam ini juga bukan hanya untuk kepentingan ASEAN, tetapi sebagai pesan kepada dunia bahwa ASEAN tidak mendukung atau melindungi junta Myanmar.
“Sudah seluruh pemimpin ASEAN memberikan masukan tetapi kenapa ditolak? Ini sebenarnya sinyal supaya Myanmar bisa berdialog soal persoalan dalam negerinya,” ungkap Pandu
Menurutnya negara-negara ASEAN harus terus melakukan dialog dengan pihak Myanmar. Negara tersebut, tambahnya, sangat bergantung pada China. Karena itu, menurut Pandu, ASEAN harus mendekati Beijing untuk membujuk junta Myanmar supaya mau menerima utusan khusus ASEAN sekaligus melaksanakan lima poin konsensus.
Your browser doesn’t support HTML5
Pandu menegaskan tidak diundangnya junta Myanmar dalam KTT ASEAN bukan berarti melanggar prinsip non-intervensi mengingat ASEAN sudah meminta izin untuk membantu mencarikan solusi atas krisis politik Myanmar melalui dialog dan negosiasi.
Pandu mengatakan, Indonesia dan Brunei Darussalam harus segera menindaklanjuti hasil KTT ASEAN kali ini agar Myanmar bersedia membuka pintu dialog. Krisis politik di Myanmar terjadi setelah militer melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi. [gi/ab]