Presiden Joko Widodo berharap inflasi pada tahun 2022 masih bisa terkendali di bawah lima persen, walaupun ada kenaikan harga BBM bersubsidi.
Maka dari itu, ia meminta semua pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, bekerja maksimal untuk dapat menekan laju inflasi. Presiden memperkirakan tambahan inflasi yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan berkisar di angka 1,8 persen.
“Dan ini yang kita tidak mau. Oleh sebab itu saya minta kepada gubernur, bupati, wali kota agar daerah bersama-sama dengan pusat, bekerja seperti saat kita bekerja secara serentak dalam mengatasi COVID-19. Saya yakin Insya Allah bisa kita lakukan sehingga inflasi di tahun ini kita bisa kendalikan inflasi di bawah lima persen,” ungkap Jokowi.
Ia menjelaskan, pemerintah daerah dapat berperan maksimal dalam turut menekan laju inflasi. Salah satunya dengan menganggarkan dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) sebesar dua persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk bantuan sosial transportasi untuk nelayan, ojek dan transportasi umum.
Selain itu, katanya, anggaran tersebut juga bisa digunakan oleh pemda untuk membantu usaha kecil, mikro, menengah (UMKM) dalam pembelian bahan baku yang naik. Anggaran belanja tidak terduga, kata Jokowi, juga bisa digunakan oleh daerah untuk mengatasi dampak kebijakan kenakan harga BBM subsidi ini.
Jokowi merinci, sampai detik ini dua persen dari dana transfer umum masih tersisa sekira Rp2,17 triliun. Selain itu, belanja tidak terduga baru terserap Rp6,5 triliun dari alokasi sebesar Rp16,4 triliun.
“Artinya masih ada ruang yang sangat besar untuk menggunakan dana alokasi umum, maupun belanja tidak terduga oleh provinsi, kabupaten maupun kota, karena posisi APBD saat ini, realisasinya juga berada di angka 47 persen, masih kecil sekali," katanya.
BACA JUGA: Jokowi: Inflasi Jadi Momok Menakutkan Banyak Negara"Saya minta sekali lagi kepada seluruh gubernur, bupati, wali kota agar waktu yang tinggal Oktober, November, Desember ini betul-betul anggaran yang ada ini segera bisa direalisasikan, karena kita tahu kontribusi APBD terhadap ekonomi sebuah daerah itu sangat besar,” tambah Jokowi.
Mantan wali kota Solo ini juga memperingatkan para kepala daerah terkait dampak inflasi terhadap harga pangan. Pasalnya, kontribusi kenaikan harga pangan terhadap angka kemiskinan bisa mencapai 74 persen.
“Begitu harga pangan naik, artinya di sebuah daerah, kemiskinannya juga akan terkerek ikut naik, utamanya itu beras sebagai komponen utama. Jadi hati-hati kalau harga beras di daerah Bapak Ibu sekalian itu naik meskipun misalnya hanya Rp200-500. Segera di intervensi, karena itu menyangkut kemiskinan di provinsi, di kabupaten, kota, yang Bapak Ibu pimpin akan langsung bisa naik angka kemiskinannya,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, ia pun menyentil daerah-daerah di Indonesia yang memiliki inflasi tertinggi, yakni Luwuk, Sulawesi (7,8 persen); Kota Jambi, Jambi (7,7 persen); Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan (7.6 persen); Kota Sampit, Kalimantan tengah (7,5 persen); Kota Tanjung Selor, Kalimantan Utara (7,4 persen).
“Ini kabupaten dan kota yang inflasinya tertinggi, tolong dilihat, dan agar segera dilakukan intervensi di lapangan,” tegasnya.
Sulit Tercapai
Ekonom Indef Eko Listyanto memperkirakan pemerintah akan menemukan kesulitan untuk menekan laju inflasi pada tahun ini di bawah lima persen, sekalipun ada perlindungan sosial yang digelontorkan.
Menurutnya, bantuan sosial dari pemerintah memang dapat membantu meredam dampak kepada daya beli masyarakat miskin, meskipun secara keseluruhan tidak akan mampu menggantikan besarnya dampak kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri.
“Jika dikaitkan dengan inflasi, maka target inflasi di bawah lima persen ini masih sulit tercapai, karena memang kenaikan BBM ini dalam jangka pendek membuat shock di dalam harga. Ini mungkin akan sedikit lebih tinggi dibandingkan periode kalau tanpa ada skenario kenaikan harga BBM, tetapi karena ini kan ada aspek keterpaksaan,” katanya.
BACA JUGA: Sri Mulyani Perkirakan Kuota Solar dan Pertalite Bersubsidi Habis Oktober 2022Eko memperkirakan angka inflasi nasional pada 2022 akan berada antara 6-7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Jadi ada sedikit di atas target pemerintah yang mentapkan inflasi di bawah lima persen,” kata Eko kepada VOA.
Dengan perkiraan inflasi tersebut, menurut Eko, maka berimbas kepada naiknya angka kemiskinan menjadi 10 persen dari perkiraan semula sebesar 9,5 persen.
Your browser doesn’t support HTML5
Lebih jauh, Eko menjelaskan inflasi akibat kenaikan harga BBM adalah sesuatu yang sulit dihindari. Namun dampak kebijakan tersebut masih lebih terukur jika dibandingkan kalau sampai terjadi kelangkaan BBM subsidi yang diperkirakan kuotanya akan habis pada Oktober mendatang.
“Setelah 2-3 bulan pasca kenaikan BBM, inflasi administered price umumnya akan melandai. Maka dari itu, yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mengantisipasi inflasi volatile foods, terutama harga pangan, karena tantangan inflasi akhir tahun adalah terkait pangan,” pungkasnya. [gi/ah]