Philip ditangkap pada Selasa (21/1/20) di Palangkaraya karena dianggap melanggar Pasal 122 huruf a UU no 6 tahun 2011 tentang Imigrasi. Dia terancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal 500 juta Rupiah.
Philip, yang memiliki visa bisnis, dinilai melanggar ketentuan karena diduga melakukan kegiatan jurnalistik.
Namun pendamping Philip mengatakan kliennya tidak melakukan aktivitas jurnalistik sama sekali.
Direktur LBH Palangkaraya, Aryo Nugroho, mengatakan Philip menemui rekan kerjanya, seorang kontributor lokal Mongabay di kota tersebut, yang sedang meliput advokasi peladang melawan korporasi.
Philip juga bertemu dengan pegiat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), yang mengadvokasi kasus itu.
“Cuma dia melakukan kunjungan ke rekan kerjanya, membantu,” jelas Aryo kepada VOA.
“Dan ya tentu saja karena ini berhubungan dengan peladang, dia juga harus bertemu dengan pihak AMAN, karena AMAN jadi salah satu pihak yang menjadi sumber informasi,” tambahnya.
Kronologi Versi Mongabay
Berdasarkan keterangan tertulis Mongabay.com, Philip datang ke Indonesia sejak 14 Desember dengan visa bisnis untuk berjumpa dengan beberapa kolega.
Pada 16 Desember, Philip mengikuti AMAN yang menghadiri audiensi di DPRD Kalimantan Tengah terkait konflik peladang.
BACA JUGA: Bertemu Dubes AS, Mahfud MD Sebut Jurnalis AS Akan DideportasiEsoknya, otoritas imigrasi mendatangi Philip dan menyita paspornya. Sehari kemudian, pria berusia 30 tahun itu diinterogasi dan menjadi tahanan kota.
Namun proses penyelidikan berlangsung lama, bahkan Philip ketinggalan penerbangannya untuk keluar Indonesia tepat sebelum Natal.
Barulah pada 9 Januari Philip menerima surat resmi bahwa dia diduga melanggar UU Imigrasi. Pada 21 Januari, dia didatangi petugas dan ditahan.
LBH Palangkaraya berharap pihak berwenang segera membebaskan Philip. Sebab dia hanya melakukan pelanggaran administrasi.
“Artinya, tidak sampai ke proses persidangan. Harapan kita dalam proses diplomatik itu, kalau memang Phil terbukti bersalah, maka ya dia bisa dideportasi (saja),” harapnya.
BACA JUGA: Wartawan Indonesia yang Separuh Buta: ‘’Tuhan Memberi Saya Kesempatan untuk Mencari Keadilan’’Ditakutkan Bukan Kasus Imigrasi Murni
Desakan serupa datang dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ketua Umum AJI Abdul Manan menganggap penangkapan itu berlebihan.
“Masuk kategori pelanggaran administratif, bukan melakukan kejahatan. Maka AJI menilainya ini tindakan yang berlebihan: dia ditangkap dan ditahan,” jelas Manan saat dihubungi terpisah.
Manan justru menduga penangkapan Philip bukan kasus imigrasi murni.
“Karena sensi lah. Menjadikan kasus pelanggaran administratif. Makanya kita melihat apakah karena liputan yang dilakukan Phil atau liputan Mongabay—ya memang banyak nulis isu lingkungan—ya mungkin menjadi trigger,” dia menduga.
Dugaan yang sama datang dari AMAN dan WALHI.
Your browser doesn’t support HTML5
Dalam catatan AJI, pada 2019 terdapat 53 insiden pelecehan terhadap jurnalis, termasuk 5 kasus kriminal.
Mongabay adalah media yang fokus pada isu lingkungan. Media ini banyak melaporkan korporasi nakal dan kerusakan hutan.
Philip Jacobson sendiri sudah mendapatkan penghargaan untuk liputan-liputan investigasinya. Terbaru, dia diganjar Fetisov Journalism Award, Rabu (22/1/20) malam, ketika dia mendekam di tahanan.
BACA JUGA: LBH Pers: Polisi Paling Banyak Lakukan Kekerasan terhadap Wartawan Selama 2019LBH Palangkaraya akan mengirimkan surat jaminan pada Jumat (21/1/20), meminta Kantor Imigrasi Palangkaraya menurunkan status Philip dari tahanan jadi tahanan kota.
Pihak Kedutaan AS juga dilaporkan akan datang pada hari yang sama.
Sampai berita ini diturunkan, Juru Bicara Dirjen Imigrasi belum menjawab permintaan wawancara. [rt/ft]