Salah satu kekuatan terbesar Singapura adalah karakternya yang mudah ditebak. Di sebuah wilayah dimana kudeta dan krisis ekonomi umum terjadi, negra itu menjadi tempat aman bagi para investor dan usaha.
Namun ketika Perdana Menteri Lee Hsien Loong hampir pingsan dalam pidato Hari Nasional, Minggu (21/8), hal itu memicu kekhawatiran yang telah membayang selama berbulan-bulan mengenai masa depan negara kota yang makmur itu.
Perekonomiannya telah kehilangan sedikit gairah yang dimilikinya di bawah model orientasi perdagangan terbuka yang diciptakan bapak bangsa Lee Kuan Yew, yang kematiannya tahun lalu disebut-sebut oleh banyak pihak sebagai akhir sebuah era. Keraguan juga muncul terhadap posisi Singapura sebagai salah satu ibukota keuangan dunia.
Singapura rentan serangan militan. Bulan ini saja, dua warga Singapura ditahan sebelum mereka dapat bergabung dengan kelompok Negara Islam (ISIS) di Suriah dan polisi Indonesia menggagalkan rencana serangan terhadap negara pulau itu dengan roket.
Dan sekarang, tersandungnya Lee di podium telah mengekspos kurangnya penerus terpilih, sebuah urusan penting bagi negara yang politiknya dikelola dengan sangat hati-hati sejak merdeka setengah abad lalu oleh satu partai berkuasa.
Penerus Lee Kuan Yew, Goh Chok Tong, diidentifikasi setidaknya lima tahun sebelumnya. Putranya Lee Hsien Loong dibina menjadi pemimpin berikutnya jauh sebelum ia menjabat pada 2004.
"Singapura benar-benar sedang melewati salah satu waktu tersulit dengan ekonomi yang jatuh dan ancaman terorisme," ujar Inderjit Singh, mantan legislator untuk Partai Aksi Rakyat (PAP), yang telah berkuasa tanpa gangguan sejak 1965.
"Ada kekhawatiran kita cukup terlambat memilih kepemimpinan generasi keempat," tambahnya.
Namun sedikit yang melihat Singapura sedang mengarah pada krisis. Dalam pemilihan umum tahun lalu, yang diselenggarakan beberapa bulan setelah kematian Lee Kuan Yew, PAP meraih hampir 70 persen suara populer dan mendapat 83 dari 89 kursi di parlemen.
Itu bukan suara tertinggi yang pernah didapat partai penguasa itu. Namun hasil itu merupakan kelegaan setelah pemilu 2011 dimana partai mendapatkan suara terendah sejak kemerdekaan. Hal itu juga menggarisbawahi kekecewaan yang meningkat terhadap kesenjangan kekayaan yang melebar, tingginya biaya hidup, dan arus pekerja asing yang sekarang mencakup hampir seperempat dari 5,7 juta penduduk.
Para dokter mengatakan Lee, 64, tidak memiliki masalah kesehatan serius.
Namun tetap saja, ketika ia kembali ke podium satu jam setelah hampir jatuh, Lee mengatakan: "apa yang baru saja terjadi membuat lebih penting lagi" untuk berbicara mengenai suksesi.
Stabilitas politik Singapura adalah kunci kepercayaan investor terhadap negara ini.
Dengan meningkatnya penggunaan media sosial, pemerintahan Lee telah menghadapi lebih banyak kritikan dibandingkan yang diperbolehkan ayahnya, termasuk dari adik perempuannya yang menyebut kabinetnya "otoriter."
Beberapa analis mengatakan pertumbuhan ekonomi hanya 1-2 persen dapat meningkatkan ketidakpuasan terhadap partai penguasa. Namun ketidaknyamanan mengenai suksesi dapat dirasakan di jalanan.
"Penting bagi saya untuk memiliki kepemimpinan yang stabil. Tidak ada kandidat yang jelas sekarang ini dan hal itu mengkhawatirkan," ujar Delon Wong, 29, seorang konsultan pemasaran. [hd]