Sejumlah tokoh masyarakat dan perwakilan dari lembaga sipil di Indonesia hari Jum'at (12/4) berkumpul di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk mendorong penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 secara damai. Proses pemungutan suara di Indonesia akan dilangsungkan secara serentak pada tanggal 17 April, tetapi di beberapa negara lain di dunia proses pemungutan suara sudah dimulai sejak pertengahan minggu ini.
Sejumlah badan, antara lain: Komnas HAM, Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), kelompok penyandang disabilitas, hingga Amnesty International Indonesia ikut serta dalam pertemuan itu.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan pemilihan umum adalah satu cara yang paling beradab bagi umat manusia di zaman modern ini untuk mempertahankan atau merebut kekuasaan, untuk menentukan arah dan kebijakan bangsa serta negara, termasuk memilih kepala pemerintahan. Dia menekankan Komnas HAM terus mendorong agar arah kebijakan pembangunan Indonesia mendasarkan pada perspektif HAM. Komnas HAM juga mengkritisi KPU sebagai penyelenggara pemilu karena belum mengakomodasi aspek HAM, misalnya saja ada pemilih yang tidak bisa menggunakan haknya karena masalah daftar pemilih tetap (DPT).
Komnas HAM juga menyerukan agar proses politik ini bebas dari rasa takut, intimidasi, atau tidak merdeka. Sebab kalau berbicara demokrasi adalah berbicara mengenai kebebasan individu. Orang harus merdeka dan berdaulat dalam menyuarakan pendapat dan pikirannya.
Menurut Taufan Damanik, masyarakat saat ini terbelah karena perbedaan pilihan politik yang tajam, padahal pemilu sedianya merupakan proses paling beradab dan bermartabat.
Pada kesempatan tersebut, Taufan Damanik membacakan seruan supaya pemilihan umum berjalan jujur, adil, dan bermartabat.
"Semua pihak dan kelompok agar menghargai pilihan politik segenap warga negara, tidak menghalangi warga negara menuju TPS untuk menggunakan hak pilihnya, maupun tidak menghalangi warga negara yang tidak mau menggunakan hak pilihnya. Perbedaan sikap dan pilihan politik dalam pemilu adalah hak yang wajar dalam sistem demokrasi," kata Taufan Damanik.
Komnas HAM dan para tokoh masyarakat meminta semua pihak menahan diri dan tidak melakukan provokasi yang mengarah pada pengerahan massa dan kekerasan. Untuk itu, semua pimpinan partai politik dan kontestan dalam pemilihan presiden, serta pemilihan legislatifm wajib menghimbau pendukung dan simpatisannya untuk menghargai proses pemilihan umum dengan baik.
Semua pihak mesti mencegah penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian demi kesuksesan pemilihan umum dan persatuan bangsa. Semua pihak, terutama peserta pemilihan umum, mesti memberikan ruang dan kesempatan kepada penyelenggara pemilihan umum buat bekerja secara profesional, cermat, dan transparan.
Mantan Ketua Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa Makarim Wibisono berharap semua pihak cerdas dalam menerima kabar atau informasi, yakni dengan senantiasa mengecek kebenarannya. Mengingat meluasnya wabah hoaks lewat media sosial.
Makarim meyakini pelaksanaan pemilihan umum pada Rabu pekan depan akan berlangsung jujur, adil, damai, dan beradab.
"Harapan saya, marilah kita bersama-sama membantu KPU, membantu penegak hukum supaya pelaksanaan pilpres dan pileg ini berjalan secara damai, bermartabat, dan tidak ada yang menghalang-halangi hak asasi untuk memilih calon yang diharapkan," ujar Makarim.
BACA JUGA: KPU Beberkan Harta Kekayaan Capres dan Cawapres 2019, Jokowi Rp50 M, Prabowo Rp1,9 TriliunSementara itu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Thontowi mengatakan pemilihan umum adalah jalan damai yang dipilih orang-orang beradab untuk menyelesaikan konflik politik. Karena itu, semua pihak harus menghargai hak warga negara untuk menentukan orang-orang mereka percaya untuk memimpin negara atau menjadi wakil di lembaga legislatif.
Pramono Ubaid mengakui tidak ada satu pun pemilihan umum di negara mana pun berlangsung tanpa kecurangan.
"Tetapi kita harus memastikan kecurangan itu bukan dirancang oleh penyelenggara pemilu dan bukan direncanakan oleh kepentingan aparat untuk kepentingan salah satu pihak misalnya.”
Mengutip mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, Pramono Ubaid mengungkapkan kecurangan dalam pemilu itu ada di mana-mana tapi berlangsung sporadis. Selain itu kecurangan di satu tempat menguntungkan partai tertentu tapi di tempat menguntungkan partai yang lain.
Pramono Ubaid menegaskan sangat mustahil penyelenggara pemilihan umum merancang kecurangan secara sistematis. (fw/em)