KOMNAS HAM mendesak kepolisian menyelidiki dugaan keterlibatan aparat dalam praktik perbudakan di pabrik panci Tangerang.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siane Indriani mengatakan, Senin (6/5), telah terjadi dugaan pelanggaran HAM berupa perbudakan dalam kasus penyekapan puluhan pekerja di pabrik panci di Kampung Bayur Kopak, Desa Lebak Wangi, Sepatan, Tangerang.
Siane menjelaskan para pekerja yang berjumlah sekitar 40 orang mengalami penyekapan, intimidasi, penyiksaan, kekerasan serta mendapat perlakuan tidak manusiawi seperti bekerja lebih dari 12 jam setiap hari dan disekap dalam ruangan sempit berukuran 6 meter x 6 meter hanya beralas tikar.
Selama tiga sampai enam bulan bekerja, menurut Siane, mereka hanya diberi makan nasi putih, garam dan lauk seadanya serta hanya mengenakan pakaian yang melekat di badan dan tidak pernah mendapat upah.
Ia menyebut kasus ini sebagai pelanggaran HAM terburuk di sektor ketenagakerjaan di Indonesia.
Siane mengatakan Komnas HAM telah meminta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi turun tangan langsung menuntaskan penyelidikan terhadap terungkapnya kasus perbudakan di Tangerang, Banten.
Selain itu, ujarnya, Komnas HAM menduga praktik perbudakan di CV Cahaya Logam milik Juki Hidayat ini dibantu aparat.
“Warga-warga di sekitar situ yang semula agak takut-takut, dengan pelan-pelan akhirnya mereka mengatakan memang di situ banyak aparat yang sering dilokasi. Mereka juga tidak menyangkal pelaku ini dekat dengan aparat. Dan ini sama dengan yang dikatakan para korban, dalam setiap kejadian, mereka sudah mengancam kalau kabur nanti akan ditembak, diintimidasi. Kalau ada yang sakit, ada yang lelet itu ada hukuman buat mereka dan itu juga dilakukan salah satunya oleh oknum aparat,” ujar Siane di kantor Komnas HAM, Jakarta.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto menyatakan pihaknya akan memanggil oknum aparat Polri dan TNI yang diduga terlibat dalam praktik perbudakan tersebut.
“Jadi memang ada 2 orang, anggota TNI dan Polri itu teman dia, jadi sering ketemu untuk ke rumahnya main-main. Nah dalam kondisi sering ketemu ini, ini bisa juga dimanfaatkan oleh tersangka untuk menakut-nakuti karyawannya atau yang kedua, pekerja melihat aparat disitu, sering datang, seolah-olah itu bekingnya dari para tersangka. Ini yang kita lihat di lapangan. Namun untuk mendalaminya, kita akan memanggil dua orang tersebut untuk pemeriksaan,” ujarnya.
Sejauh ini sudah tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka, dua diantaranya masih dalam pengejaran.
Praktik penyekapan dan perbudakan buruh di pabrik panci ini terkuak setelah dua buruh di pabrik itu berhasil melarikan diri dan melapor ke pos polisi setempat serta mengadu ke Komnas HAM dan Kontras Jakarta.
Dari pelaporan itu pada Jumat lalu, pabrik ini akhirnya digerebek oleh polisi dan sekitar 40-an buruh dari Lampung dan Jawa Barat itu dipulangkan ke keluarga masing-masing.
Juru bicara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari mengungkapkan saat ini pihaknya terus memantau dan terlibat dalam upaya penuntasan kasus tersebut.
Dita menjelaskan bahwa perusahaan yang melakukan praktik penyekapan dan perbudakan itu tidak memiliki izin apapun baik itu izin perdagangan maupun produksi alias ilegal.
Menurut Dita, harus ada sanksi yang tegas terhadap pelaku dan juga aparat yang membantu perusahaan, agar ada efek jera dan tidak ditiru oleh yang lain.
“Jadi hukumannya harus keras, harus maksimal karena jangan sampai apa yang mereka lakukan ini kemudian ditiru. Jadi momentum ini kita jadikan peringatan sekeras-kerasnya supaya antisipasi tidak ada lagi yang melakukan itu,” ujarnya.
“Yang kedua, kami mengimbau kepada Gubernur Banten Ratut Atut dan juga Bupati Tangerang serta Kapolres dan juga kepala Kodim, kalau ada aparatnya yang terlibat jangan segan-segan untuk melakukan sanksi pidana dan sanksi administratif.”
Kasus ini menjadi tamparan telak bagi sektor ketenagakerjaan nasional, karena kasus ini terkuak hanya selang sehari setelah peringatan Hari Buruh Sedunia pada 1 Mei, dan pabrik itu hanya berjarak satu jam dari ibukota dan di tengah permukiman ramai.
Siane menjelaskan para pekerja yang berjumlah sekitar 40 orang mengalami penyekapan, intimidasi, penyiksaan, kekerasan serta mendapat perlakuan tidak manusiawi seperti bekerja lebih dari 12 jam setiap hari dan disekap dalam ruangan sempit berukuran 6 meter x 6 meter hanya beralas tikar.
Selama tiga sampai enam bulan bekerja, menurut Siane, mereka hanya diberi makan nasi putih, garam dan lauk seadanya serta hanya mengenakan pakaian yang melekat di badan dan tidak pernah mendapat upah.
Ia menyebut kasus ini sebagai pelanggaran HAM terburuk di sektor ketenagakerjaan di Indonesia.
Siane mengatakan Komnas HAM telah meminta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi turun tangan langsung menuntaskan penyelidikan terhadap terungkapnya kasus perbudakan di Tangerang, Banten.
Selain itu, ujarnya, Komnas HAM menduga praktik perbudakan di CV Cahaya Logam milik Juki Hidayat ini dibantu aparat.
“Warga-warga di sekitar situ yang semula agak takut-takut, dengan pelan-pelan akhirnya mereka mengatakan memang di situ banyak aparat yang sering dilokasi. Mereka juga tidak menyangkal pelaku ini dekat dengan aparat. Dan ini sama dengan yang dikatakan para korban, dalam setiap kejadian, mereka sudah mengancam kalau kabur nanti akan ditembak, diintimidasi. Kalau ada yang sakit, ada yang lelet itu ada hukuman buat mereka dan itu juga dilakukan salah satunya oleh oknum aparat,” ujar Siane di kantor Komnas HAM, Jakarta.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto menyatakan pihaknya akan memanggil oknum aparat Polri dan TNI yang diduga terlibat dalam praktik perbudakan tersebut.
“Jadi memang ada 2 orang, anggota TNI dan Polri itu teman dia, jadi sering ketemu untuk ke rumahnya main-main. Nah dalam kondisi sering ketemu ini, ini bisa juga dimanfaatkan oleh tersangka untuk menakut-nakuti karyawannya atau yang kedua, pekerja melihat aparat disitu, sering datang, seolah-olah itu bekingnya dari para tersangka. Ini yang kita lihat di lapangan. Namun untuk mendalaminya, kita akan memanggil dua orang tersebut untuk pemeriksaan,” ujarnya.
Sejauh ini sudah tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka, dua diantaranya masih dalam pengejaran.
Praktik penyekapan dan perbudakan buruh di pabrik panci ini terkuak setelah dua buruh di pabrik itu berhasil melarikan diri dan melapor ke pos polisi setempat serta mengadu ke Komnas HAM dan Kontras Jakarta.
Dari pelaporan itu pada Jumat lalu, pabrik ini akhirnya digerebek oleh polisi dan sekitar 40-an buruh dari Lampung dan Jawa Barat itu dipulangkan ke keluarga masing-masing.
Juru bicara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari mengungkapkan saat ini pihaknya terus memantau dan terlibat dalam upaya penuntasan kasus tersebut.
Dita menjelaskan bahwa perusahaan yang melakukan praktik penyekapan dan perbudakan itu tidak memiliki izin apapun baik itu izin perdagangan maupun produksi alias ilegal.
Menurut Dita, harus ada sanksi yang tegas terhadap pelaku dan juga aparat yang membantu perusahaan, agar ada efek jera dan tidak ditiru oleh yang lain.
“Jadi hukumannya harus keras, harus maksimal karena jangan sampai apa yang mereka lakukan ini kemudian ditiru. Jadi momentum ini kita jadikan peringatan sekeras-kerasnya supaya antisipasi tidak ada lagi yang melakukan itu,” ujarnya.
“Yang kedua, kami mengimbau kepada Gubernur Banten Ratut Atut dan juga Bupati Tangerang serta Kapolres dan juga kepala Kodim, kalau ada aparatnya yang terlibat jangan segan-segan untuk melakukan sanksi pidana dan sanksi administratif.”
Kasus ini menjadi tamparan telak bagi sektor ketenagakerjaan nasional, karena kasus ini terkuak hanya selang sehari setelah peringatan Hari Buruh Sedunia pada 1 Mei, dan pabrik itu hanya berjarak satu jam dari ibukota dan di tengah permukiman ramai.