Menurut Komnas HAM, PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerjanya.
Hasil penyelidikan dan pemantauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan PT Freeport Indonesia telah terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa runtuhnya terowongan Big Gossan.
Komisioner Komnas HAM mengeluarkan hasil penyelidikan dan pemantauannya Jumat (14/2) tentang runtuhnya terowongan Big Gossan PT Freeport Indonesia yang terjadi 14 Mei 2013 lalu.
Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai mengatakan hasil penyelidikan tersebut baru dikeluarkan karena proses penyelidikan tidak bisa dilakukan secepatnya atau membutuhkan waktu.
Menurut Pigai, PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerjanya.
Kelalaian tersebut, lanjutnya, karena perusahaan tambang itu telah membiarkan keadaan atau kurang mengawasi secara langsung sehingga timbulnya kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.
Kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan, kata Pigai seperti kondisi ground support yang berkarat akibat mengalami oksidasi, adanya tetesan air dari massa batuan atap yang berasal dari air permukaan menginfiltrasi ke dalam struktur massa batuan atap mengindikasikan adaya ketidakstabilan. Selain itu, pemeriksaan terhadap kestabilan kondisi massa batuan atap pada areal terowongan bawah tanah itu belum dilaksanakan secara menyeluruh.
Pigai menilai sudah ada bukti permulaan yang cukup untuk menjerat secara hukum pihak-pihak yang bertanggung jawab di PT Freeport Indonesia sehubungan dengan kasus ini. Mereka adalah kepala teknik tambang, pengawas operasional dan penanggung jawab teknis.
Komnas HAM, tambahnya, juga sudah menyerahkan hasil pemantauan dan penyelidikannya tersebut kepada Kapolri agar segera ditindaklanjuti.
“Jadi dengan faktor-faktor pada jam 7.15, pada jam kerja, di area tambang, di dalam ruang kelas dengan demikian kami memastikan bahwa kejadian itu adalah kecelakaan tambang dan bukan kejadian alam. Kejadian di Freeport ini merupakan kecelakaan tambang terbesar di Indonesia,” ujarnya.
Pigai menambahkan lembaganya juga akan menyerahkan laporan hasil pemantauan dan penyelidikan terkait runtuhnya terowongan Big Gossan PT Freeport Indonesia ke Freeport Amerika melalui Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.
Dia juga mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia yang terkesan tidak tegas dalam menangani peristiwa yang telah menewaskan 28 warga negara Indonesia dari berbagai daerah itu.
Apabila tidak ada tindakan tegas, kata Pigai, Komnas HAM akan menyampaikan kondisi itu ke Sidang HAM PBB terkait kovenan Ekonomi, Sosial dan Budaya pada pertengahan 2015 nanti.
“Kami tidak akan serahkan kepada PT Freeport Indonesia tetapi kami akan serahkan kepada Freeport Amerika melalui Kedutaan Amerika di Jakarta agar lebih obyektif dalam bertanggung jawab. Apakah cukup dengan kompensasi? Tidak bisa. Menurut kami tidak cukup karena itu area tambang supaya ke depan dia harus tahu, awas dan waspada dalam pengelolaan perusahaan. Kami kecewa kenapa pemimpin negara ini di atas kematian 28 orang,” ujarnya.
Juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy Primayanto mengatakan belum dapat berkomentar soal hasil penyelidikan dan pematauan yang dilakukan Komnas HAM tersebut karena belum menerima secara resmi.
“Saya sendiri belum melihat hasil penyelidikan kalau dari Komnas HAM. Itu dari mana penyelidikan itu dilakukan, kemudian kita perlu mengetahuinya juga karena kalau tidak melihat penyelidikan itu dari mana, bagaimana kita mau berkomentar,” ujarnya.
Pada 14 Mei 2013 terjadi runtuhan batuan yang menimbun sebuah ruang kelas di area fasilitas pelatihan Big Gossan, tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia.
Dari 38 karyawan yang mengikuti pelatihan, 28 orang diantaranya tewas tertimbun tanah longsor dan 10 orang mengalami luka-luka.
Komisioner Komnas HAM mengeluarkan hasil penyelidikan dan pemantauannya Jumat (14/2) tentang runtuhnya terowongan Big Gossan PT Freeport Indonesia yang terjadi 14 Mei 2013 lalu.
Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai mengatakan hasil penyelidikan tersebut baru dikeluarkan karena proses penyelidikan tidak bisa dilakukan secepatnya atau membutuhkan waktu.
Menurut Pigai, PT Freeport Indonesia diduga kuat telah melakukan kelalaian dan kesalahan yang mengakibatkan hilangnya nyawa 28 pekerjanya.
Kelalaian tersebut, lanjutnya, karena perusahaan tambang itu telah membiarkan keadaan atau kurang mengawasi secara langsung sehingga timbulnya kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan.
Kondisi yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan, kata Pigai seperti kondisi ground support yang berkarat akibat mengalami oksidasi, adanya tetesan air dari massa batuan atap yang berasal dari air permukaan menginfiltrasi ke dalam struktur massa batuan atap mengindikasikan adaya ketidakstabilan. Selain itu, pemeriksaan terhadap kestabilan kondisi massa batuan atap pada areal terowongan bawah tanah itu belum dilaksanakan secara menyeluruh.
Pigai menilai sudah ada bukti permulaan yang cukup untuk menjerat secara hukum pihak-pihak yang bertanggung jawab di PT Freeport Indonesia sehubungan dengan kasus ini. Mereka adalah kepala teknik tambang, pengawas operasional dan penanggung jawab teknis.
Komnas HAM, tambahnya, juga sudah menyerahkan hasil pemantauan dan penyelidikannya tersebut kepada Kapolri agar segera ditindaklanjuti.
“Jadi dengan faktor-faktor pada jam 7.15, pada jam kerja, di area tambang, di dalam ruang kelas dengan demikian kami memastikan bahwa kejadian itu adalah kecelakaan tambang dan bukan kejadian alam. Kejadian di Freeport ini merupakan kecelakaan tambang terbesar di Indonesia,” ujarnya.
Pigai menambahkan lembaganya juga akan menyerahkan laporan hasil pemantauan dan penyelidikan terkait runtuhnya terowongan Big Gossan PT Freeport Indonesia ke Freeport Amerika melalui Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta.
Dia juga mempertanyakan sikap pemerintah Indonesia yang terkesan tidak tegas dalam menangani peristiwa yang telah menewaskan 28 warga negara Indonesia dari berbagai daerah itu.
Apabila tidak ada tindakan tegas, kata Pigai, Komnas HAM akan menyampaikan kondisi itu ke Sidang HAM PBB terkait kovenan Ekonomi, Sosial dan Budaya pada pertengahan 2015 nanti.
“Kami tidak akan serahkan kepada PT Freeport Indonesia tetapi kami akan serahkan kepada Freeport Amerika melalui Kedutaan Amerika di Jakarta agar lebih obyektif dalam bertanggung jawab. Apakah cukup dengan kompensasi? Tidak bisa. Menurut kami tidak cukup karena itu area tambang supaya ke depan dia harus tahu, awas dan waspada dalam pengelolaan perusahaan. Kami kecewa kenapa pemimpin negara ini di atas kematian 28 orang,” ujarnya.
Juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy Primayanto mengatakan belum dapat berkomentar soal hasil penyelidikan dan pematauan yang dilakukan Komnas HAM tersebut karena belum menerima secara resmi.
“Saya sendiri belum melihat hasil penyelidikan kalau dari Komnas HAM. Itu dari mana penyelidikan itu dilakukan, kemudian kita perlu mengetahuinya juga karena kalau tidak melihat penyelidikan itu dari mana, bagaimana kita mau berkomentar,” ujarnya.
Pada 14 Mei 2013 terjadi runtuhan batuan yang menimbun sebuah ruang kelas di area fasilitas pelatihan Big Gossan, tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia.
Dari 38 karyawan yang mengikuti pelatihan, 28 orang diantaranya tewas tertimbun tanah longsor dan 10 orang mengalami luka-luka.