Target Indonesia untuk bisa memproduksi beberapa kebutuhan bahan pokok secara swasembada kini memicu kontroversi, dengan naiknya harga-harga serta ditambah munculnya kasus korupsi tingkat tinggi.
JAKARTA —
Para kritikus mengatakan keputusan pemerintah untuk memotong impor daging secara drastis, tidak menguntungkan dan memicu reaksi marak dari para konsumen.
Kontroversi tentang daging sapi mencapai tingkat baru beberapa pekan ini ketika para penjual bakso kedapatan mencampur daging sapi dengan daging babi. Berita ini menjadi skandal media di negara yang mayoritas beragama Islam, di mana babi merupakan makanan terlarang atau haram. Para penjual bakso – yang biasanya berjualan dengan kereta dorong – terpaksa menggunakan daging babi dalam pembuatan bakso karena meroketnya harga daging sapi.
Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memotong kuota impor daging sapi hingga hampir dua per tiga tahun lalu, harga daging sapi meningkat. Pemerintah berencana melakukan lebih banyak pemotongan impor akhir tahun ini.
Thomas Sembiring – Direktur Eksekutif Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia mengatakan, masalah utamanya adalah tekad Menteri Pertanian untuk mencapai swasembada komoditi-komoditi penting seperti beras, daging sapi, gula, kacang kedele dan jagung – selambat-lambatnya pada tahun 2014.
“Menteri Pertanian terlalu terobsesi dengan swasembada. Daging sapi di Indonesia bahkan menjadi yang termahal. Anda tahu apa rekomendasi Menteri Pertanian?. Jika tidak mampu membeli daging, jangan makan daging!,” kata Sembiring.
Thomas Sembiring mengatakan pemerintah Indonesia melihat kenyataan di pasar dan mimpi swasembada-nya menutupi fakta bahwa banyak orang kini tidak mampu membeli daging sapi.
Kenaikan harga juga telah memicu skandal-skandal karena beberapa pejabat berupaya menarik keuntungan dari situasi ini.
Skandal terbaru melibatkan kepala partai Islam konservatif – Partai Keadilan Sejahtera PKS – yang ditangkap pekan lalu karena menerima suap dari importir daging sapi, agaknya untuk membantu mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Saat ini satu kilogram daging sapi bernilai lebih dari 13 dollar. Tahun ini pemerintah berencana memotong impor lebih jauh hingga 30% bagi sapi hidup dan 6% bagi daging sapi, meskipun konsumsi meningkat 13%.
Pemerintah Indonesia membela target swasembadanya demi ketahanan pangan, tetapi ekonom Fauzi Ichsan mengatakan belum jelas apakah produser-produser di dalam negeri sudah mampu mengatasi kurangnya impor.
“Ada dua isu di sini, pertama, dengan memberlakukan tarif impor atas komoditi ini, berarti menimbulkan resiko inflasi yang lebih tinggi di dalam negeri. Jadi ada dampak inflasi. Kedua – belum bisa dipastikan apakah kebijakan-kebijakan seperti ini akan membangkitkan swasembada, mengingat lemahnya infrastruktur. Jika ingin mendorong swasembada pada sektor tertentu, harus dipastikan ada infrastruktur pendukung bagi sektor itu,” ujar Ichsan.
Menurunnya impor produk-produk hewani juga telah memicu kemarahan Amerika, yang baru-baru ini menyampaikan keluhan kepada Organisasi Perdagangan Dunia WTO bahwa Indonesia kini membatasi perdagangan hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Kontroversi tentang daging sapi mencapai tingkat baru beberapa pekan ini ketika para penjual bakso kedapatan mencampur daging sapi dengan daging babi. Berita ini menjadi skandal media di negara yang mayoritas beragama Islam, di mana babi merupakan makanan terlarang atau haram. Para penjual bakso – yang biasanya berjualan dengan kereta dorong – terpaksa menggunakan daging babi dalam pembuatan bakso karena meroketnya harga daging sapi.
Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memotong kuota impor daging sapi hingga hampir dua per tiga tahun lalu, harga daging sapi meningkat. Pemerintah berencana melakukan lebih banyak pemotongan impor akhir tahun ini.
Thomas Sembiring – Direktur Eksekutif Asosiasi Pengimpor Daging Indonesia mengatakan, masalah utamanya adalah tekad Menteri Pertanian untuk mencapai swasembada komoditi-komoditi penting seperti beras, daging sapi, gula, kacang kedele dan jagung – selambat-lambatnya pada tahun 2014.
“Menteri Pertanian terlalu terobsesi dengan swasembada. Daging sapi di Indonesia bahkan menjadi yang termahal. Anda tahu apa rekomendasi Menteri Pertanian?. Jika tidak mampu membeli daging, jangan makan daging!,” kata Sembiring.
Thomas Sembiring mengatakan pemerintah Indonesia melihat kenyataan di pasar dan mimpi swasembada-nya menutupi fakta bahwa banyak orang kini tidak mampu membeli daging sapi.
Kenaikan harga juga telah memicu skandal-skandal karena beberapa pejabat berupaya menarik keuntungan dari situasi ini.
Skandal terbaru melibatkan kepala partai Islam konservatif – Partai Keadilan Sejahtera PKS – yang ditangkap pekan lalu karena menerima suap dari importir daging sapi, agaknya untuk membantu mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Saat ini satu kilogram daging sapi bernilai lebih dari 13 dollar. Tahun ini pemerintah berencana memotong impor lebih jauh hingga 30% bagi sapi hidup dan 6% bagi daging sapi, meskipun konsumsi meningkat 13%.
Pemerintah Indonesia membela target swasembadanya demi ketahanan pangan, tetapi ekonom Fauzi Ichsan mengatakan belum jelas apakah produser-produser di dalam negeri sudah mampu mengatasi kurangnya impor.
“Ada dua isu di sini, pertama, dengan memberlakukan tarif impor atas komoditi ini, berarti menimbulkan resiko inflasi yang lebih tinggi di dalam negeri. Jadi ada dampak inflasi. Kedua – belum bisa dipastikan apakah kebijakan-kebijakan seperti ini akan membangkitkan swasembada, mengingat lemahnya infrastruktur. Jika ingin mendorong swasembada pada sektor tertentu, harus dipastikan ada infrastruktur pendukung bagi sektor itu,” ujar Ichsan.
Menurunnya impor produk-produk hewani juga telah memicu kemarahan Amerika, yang baru-baru ini menyampaikan keluhan kepada Organisasi Perdagangan Dunia WTO bahwa Indonesia kini membatasi perdagangan hewan dan tumbuh-tumbuhan.