KontraS Desak Pemerintah Ungkap Dalang Pembunuhan Munir

  • Fathiyah Wardah

Seorang pengunjuk rasa meneriakkan slogan saat berunjuk rasa sambil mengacungkan poster Munir Said Thalib di luar kantor Badan Intelijen Negara (BIN), di Jakarta, 7 September 2007. (Foto: dok).

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak pemerintah untuk mengungkap dalang pembunuhan Munir. Menurut lembaga itu bebasnya Pollycarpus bukan berarti perkara pembunuhan Munir sudah tuntas.

Kasus kematian aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib, kembali disorot setelah pembunuh Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, bebas murni. Pollycarpus bebas setelah menjalani sepuluh tahun dari 14 tahun masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Pada 2006, Pollycarpus divonis 14 tahun penjara karena terbukti bersalah membunuh Munir dengan racun arsenik dalam penerbangan Jakarta-Belanda pada awal September 2004. Putusan majelis hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu seumur hidup.

Pada Januari 2008, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan pengajuan kembali tim pengacara Munir. Pollycarpus akhirnya divonis 20 tahun penjara. Pada November 2014, Pollycarpus bebas bersyarat dari Lembaga Pemasyarakat Sukamiskin setelah mendapat total remisi atau pengurangan masa hukuman sebanyak 50 bulan.

Dengan bebasnya Pollycarpus, pilot senior Garuda Indonesia dari penjara, para pegiat HAM kembali mendesak pemerintah untuk mengungkap dalang pembunuhan Munir.

Pollycarpus Budihari Priyanto berbicara kepada para wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 16 Agustus 2007.

Putri Kanesia, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontas) Bidang Advokasi mengatakan bebasnya Pollycarpus bukan berarti perkara pembunuhan Munir sudah tuntas.

Putri menekankan sejauh ini baru Pollycarpus yang merupakan pelaku lapangan yang dihukum, sedangkan otak dari pembunuhan Munir masih berkeliaran bebas. Dia menambahkan KontraS sudah menyurati Presiden Joko Widodo untuk mengumumkan hasil investigasi atas kasus pembunuhan Munir yang telah dilakukan oleh tim pencari fakta (TPF).

“Kami menyerahkan surat (isinya) mendorong dan meminta presiden untuk segera mengumumkan dokumen TPF Munir yang hari ini posisinya ada di istana. Tapi sampai hari ini kami belum mendapat kejelasan apakah dokumen tersebut akan segera diumumkan atau tidak,” kata Putri.

“Jadi dalam momentum berakhirnya masa penahanan Pollycarpus dan sepekan menjelang 14 tahun meninggalnya Munir, saya pikir ini menjadi satu dorongan penting kepada pemerintah untuk menyelesaikan kasus Munir,” tuturnya.

Putri menegaskan tidak tuntasnya penyelidikan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir selama 14 tahun sebagai catatan suram penegakan hukum di negeri ini.

Istri mendiang pegiat HAM, Munir, Suciwati mendesak agar dokumen penyelidikan TPF Munir segera ditemukan dan diumumkan kepada masyarakat.

“Sebagai kepala negara, mau menegakkan hukum dan HAM, harusnya dia langsung ambil alih. Kalau memang ada yang sengaja menyembunyikan dan bahkan menghilangkan, orang itu harus diusut,” kata Suciwati.

Dokumen TPF kasus pembunuhan Munir dianggap vital untuk membuka kembali penyidikan terhadap perkara tersebut. Sebelumnya, pemerintah mengatakan tidak menyimpan dokumen itu, meski mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah secara resmi menerima dokumen TPF setebal tiga ratusan halaman pada Juni 2005.

Your browser doesn’t support HTML5

KONTRAS Desak Pemerintah ungkap Dalang Pembunuhan Munir


Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan bebasnya Pollycarpus sepenuhnya adalah kewenangan kehakiman. Pramono mengatakan kasus tersebut akan terus diusut jika menemukan bukti baru.

“Proses ini dimulai dari pemerintah ke pemerintah sebelumnya bukan hanya di pemerintah pada saat pak Jokowi artinya siapapun harus menghormati proses hukum yang ada. Semua yang berkaitan dengan pelanggaran HAM jika ditemukan fakta atau novum baru pasti akan diusut,” kata Pramono.

Sementara Kejaksaan Agung sendiri masih menelusuri dan menindaklanjuti secara hukum dokumen TPF Munir.

Munir Said Thalib mengembuskan nafas terakhir dalam penerbangan dari Singapura menuju Amsterdam, Belanda, pada 7 September 2004. Hasil penyelidikan menyimpulkan Munir diracun dengan arsenikum. [fw/as]