Latihan Artileri Korea Utara Dinilai Upaya Tingkatkan Tekanan

Korea Utara melakukan latihan artileri provokatif di dekat perbatasannya dengan Korea Selatan (26/11).

Para analis mengatakan latihan artileri Korea Utara yang provokatif di dekat perbatasannya dengan Korea Selatan bisa menjadi awal dari peningkatan upaya untuk memaksa Amerika mengakhiri apa yang dianggap Korea Utara sebagai kebijakan bermusuhan menjelang batas waktu akhir tahun, yang dideklarasikannya sendiri.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, "sedang melakukan tekanan maksimum terhadap Korea Selatan - aliansi AS untuk memaksa aliansi itu agar memberikan konsesi, misalnya keringanan sanksi," kata David Maxwell, seorang mantan kolonel Pasukan Khusus AS yang kini menjadi periset di Foundation for Defense of Democracies.

BACA JUGA: Korsel Lepaskan Tembakan Peringatan untuk Kapal Korut

Kim baru-baru ini mengunjungi militer Korea Utara di pulau perbatasan kedua Korea, Changrin, di mana ia menginstruksikan agar tentara berlatih menembakkan artileri dan bersiap untuk "latihan perang menyerupai sebenarnya dengan tingkat intensitas yang lebih tinggi," demikian menurut sebuah pernyataan yang dirilis Senin oleh kantor berita resmi Korea Utara, Korea Central News Agency (KCNA).

KCNA mengatakan latihan itu merupakan sebuah "kegembiraan" bagi "Pemimpin Tertinggi itu" tetapi tidak menyebut jenis senjata yang ditembakkan atau tanggal pasti dari kunjungan itu, hanya mengatakan dilakukan pada "hari biasa seperti hari ini."

Kementerian pertahanan Korea Selatan mengatakan latihan yang dilaporkan KCNA melanggar Perjanjian Militer Komprehensif antar-Korea, yang dibuat di Pyongyang pada September 2018 dengan tujuan mengurangi ketegangan militer antara kedua Korea.

BACA JUGA: Pemimpin Korut Perintahkan Latihan Tembak Dekat Perbatasan Korsel

Laporan itu keluar lebih dari seminggu setelah Amerika mengumumkan akan menunda latihan pertahanan udara bersama dengan Korea Selatan untuk memfasilitasi perundingan denuklirisasi dengan Korea Utara.

Pembicaraan itu macet sejak ambruknya KTT Hanoi pada bulan Februari, ketika Presiden Donald Trump menolak proposal Kim untuk membongkar hanya sebagian dari program senjata nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi. Trump meminta Kim untuk melakukan denuklirisasi penuh sebelum mencabut sanksi-sanksi.

Putaran terakhir pembicaraan tingkat kerja di Stockholm pada Oktober berakhir dengan cepat. Korea Utara meninggalkan meja perundingan, dan mengeluh AS gagal mengajukan tawaran yang bisa diterima.

Para ahli memperingatkan latihan terbaru Korea Utara bisa menjadi indikasi provokasi yang lebih banyak.

Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Choe Son Hui mengatakan pekan lalu Pyongyang mengatakan tidak tertarik untuk melanjutkan perundingan dengan AS kecuali Washington menghentikan "semua kebijakan bermusuhannya" terhadap Korea Utara.

Meskipun tidak jelas apa sebenarnya yang dimaksud Pyongyang dengan "kebijakan bermusuhan," Korea Utara menyerukan diakhirinya latihan militer bersama yang rutin dilakukan AS dengan Korea Selatan selain keringanan sanksi. Korea Utara memandang latihan itu sebagai latihan invasi yang mengancam rezimnya.(my/ka)