Dua mantan presiden Burundi telah mengimbau kepada Dewan Keamanan PBB agar menekan pemerintah yang sekarang supaya menerima pasukan pemelihara perdamaian pimpinan Uni-Eropa.
Mantan Presiden Domitien Ndayizeye dan Jean-Baptiste Bagaza bertemu hari Kamis (21/1) dengan delegasi dewan yang melakukan kunjungan singkat ke Bujumbura untuk berusaha menghentikan kekerasan politik yang telah menewaskan sedikitnya 439 orang sejak bulan April.
Ndayizeye, yang memimpin Burundi dari 2003 sampai 2005 mengatakan, "Kami memerlukan pasukan itu."
Bagaza menambahkan, “Kita perlu menghentikan pertumpahan darah ini di Burundi yang menyebabkan para pemuda hilang.”
UNICEF melaporkan, sedikitnya 22 anak telah tewas karena tembakan atau granat sejak April, dan lebih dari 200 orang telah ditangkap dengan semena-mena dan ditahan. Dalam kedua kasus itu, kebanyakan korban adalah anak laki-laki.
Bagaza, yang memerintah negara itu dari 1976 sampai 1987, mendesak dewan itu agar “melibatkan diri sepenuhnya”. Kalau tidak, dia memperingatkan, “Kita berisiko menjadi kasus Rwanda lagi.”
Presiden Burundi, Pierre Nkurunziza, menentang keras keterlibatan pasukan pemelihara perdamaian.
Dewan Keamanan PBB tiba di ibukota Burundi Kamis petang dalam kunjungan keduanya dalam kurang dari setahun.
Ratusan penduduk berjajar di sepanjang jalan dari bandara, dengan melambaikan tangan dan bersorak- sorai menyambut delegasi itu. Banyak dari mereka adalah demonstran pro-pemerintah.
Delegasi itu diduga akan bertemu dengan Presiden Nkurunziza. Mereka juga berencana untuk berinteraksi dengan masyarakat madani dan para pemimpin partai politik.
Kelompok-kelompok HAM telah menyatakan keprihatinan yang mendalam mengenai situasi itu. [sp/ds]