Pemerintah telah memutuskan untuk membuka Bali bagi wisatawan asing pada 14 Oktober ini. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjanjikan penerapan protokol kesehatan tanpa kompromi.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno secara khusus membahas kesiapan Bali menerika kembali wisatawan asing, dalam pertemuan rutin bersama media, Senin (11/10). Sandi meyakinkan publik, bahwa Bali telah siap.
“Kesiapannya sudah memasuki tahap akhir, boleh kami menyebut 90 persen. Tinggal untuk kepastian dari penerapan, pertama protokol end to end CHSE yang harus kita pastikan. Kedua, negara asal wisatawan, dan terakhir bentuk visa. Ini yang masih kita godok dan harapan kita, dalam beberapa waktu ke depan bisa kita finalkan,” kata Sandi.
Syarat Bagi Wisatawan
Sementara ini, pemerintah menyebut enam negara asal wisatawan yang masuk dalam daftar meski belum final. Mereka adalah China, Korea Selatan, Jepang, Uni Emirat Arab , Arab Saudi dan Selandia Baru. Kemenparekaf sendiri, kata Sandi, mengusulkan sejumlah negara tambahan dalam daftar itu, seperti Rusia, Ukraina dan sejumah negara di Eropa Barat.
Sejumlah persyaratan telah ditetapkan. Wisatawan harus datang dari negara yang memiliki risiko rendah COVID-19. Mereka harus memiliki hasil negatif tes COVID-19 dengan sampel PCR yang diambil maksimal 3x24 jam sebelum tiba. Wisatawan juga harus membawa bukti vaksinasi lengkap dan memiliki asuransi kesehatan dengan nilai pertanggungan minimal $100 ribu. Mereka juga harus mengunduh dan menginstal aplikasi Pedulilindugi, yang terintegrasi dengan beberapa aplikasi sejenis dari negara asal wisatawan.
Ada juga tes PCR saat kedatangan. Jika hasilnya negatif, wisatawan melakukan karantina. Jika positif dan tanpa gejala, dia harus isolasi di tempat penginapan. Jika wisatawan positif dan bergejala, dia akan dikarantina di fasilitas kesehatan terdekat.
“Pelaku perjalanan yang positif, dapat melakukan tes PCR kembali di hari kelima. Dan seandainya negatif, silahkan melakukan aktifitas luar ruangan. Jika masih positif, perlu mengulang siklus karantina tersebut,” kata Sandi.
Pemerintah memiliki wacana karantina selama lima hari, meski keputusan final belum ditetapkan. Keputusan karantina ini, lanjut Sansi, disetujui dan didukung oleh data yang dikumpulkan oleh para ahli epidemiogi yang ada di Indonesia maupun luar negeri. Tim dari Kementerian Kesehatan menentukan durasi karantina, berdasar perkembanga data terakhir, salah satunya terkait masa inkubasi.
BACA JUGA: Sepi Turis, Monyet Bali Kelaparan dan Serbu Rumah Penduduk“Kami tidak segan bertindak tegas. Kepatuhan protokol kesehatan kepada wisatawan mancanegara yang masuk adalah nonnegotiable. Ada pelanggaran, kita beri tahapan penindakan, dan ujungnya deportasi wisatawan tersebut. Kita tidak akan main-main dalam penerapan protokol kesehatan,” ujar Sandi yang juga menyebut, telah ada 35 hotel untuk fasilitas karantina.
Ketegasan Menjadi Kunci
Pengamat pariwisata dari Sekolah Vokasi UGM, Ghifari Yuristiadi, percaya sikap tegas pemerintah dalam menerapkan aturan protokol kesehatan, akan berbuah manis bagi sektor pariwisata.
“Sebetulnya untuk saat ini, karena situasi Indonesia juga belum seratus persen aman, justru dengan kontrol yang baik, akan memunculkan kepercayaan. Berarti Bali yang juga representasi Indonesia ini benar-benar hati-hati, tidak sembarangan asal membuka sektor pariwisatanya,” kata Ghifari ketika dihubungi VOA.
Dia juga menilai, pengalaman selama pandemi, harus membentuk cara pandang baru khususnya bagi pemerintah. Pengetatan yang sudah diterapkan, tidak serta merta dihilangkan ketika sektor wisata akan dibuka.
Kebijakan masyarakat lokal berupa sikap eling lan waspodo, atau selalu ingat dan waspada nampaknya relevan diterapkan. Pariwisata, kata Ghifari, adalah sektor yang penting, khususnya bagi Bali. Namun disisi lain, kesehatan juga hal pokok yang tidak boleh dikesampingkan. Potensi wisata balas dendam, atau revenge tourism yang mulai menggejala, patut diwaspadai.
Sebagai pulau terpisah, Bali cukup diuntungkan karena memudahkan pengawasan aktivitas wisata. Penerbangan dan penyeberangan dapat dipantau dengan lebih ketata. Tetapi, peran semua pihak tetap memegang kunci.
BACA JUGA: Pemerintah Berharap Jangan Ada Wisata Balas Dendam“Pengelola wisata, pemerintah dan wisatawan harus sama-sama memegang kehati-hatian. Itu prinsipnya,” tambah Ghifari.
Ghifari menilai kondisi negara-negara asal wisatawan yang akan diijinkan masuk memang baik menjadi pertimbangan. Namun, kondisi setiap wisatawan sendiri tetap harus menjadi perhatian utama. Situasi COVID-19 di Indonesia memang sudah melandai, tetapi kondisi kesehatan wisatawan tetap harus menjadi perhatian. Meski Ghifari tidak memungkiri, sejumlah negara sudah melonggarkan kebijakan, misalnya penghapusan proses karantina bagi pelaku perjalanan.
Di sisi lain, Ghifari juga memandang Bali tidak bisa diposisikan sebagai indikator untuk destinasi wisata lain di Indonesia. Kesiapan setiap daerah tetap menjadi kunci utama untuk menentukan kebijakan yang akan diterapkan. Secara umum, Bali dan Jawa sebagai pusat populasi memang menjadi kunci penanganan COVID-19. Jika dua pulau ini tidak bisa dikontrol dengan baik, resikonya akan diterima Indonesia secara umum.
“Bali tidak bisa mejadi patokan seratus persen. Tetapi semoga dengan dibukanya Bali, menjadi pembelajaran kesiapan stakeholder pariwisata di tempat-tempat lain. Terutama di destinasi super prioritas, yang pastinya akan menyusul dibuka juga, seiring upaya pemerintah mempercepat proses pemulihan ekonomi,”pungkasnya.
Persiapan Dilakukan Maksimal
Dalam keterangan resminya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, memaparkan kesiapan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali.
“Inspektur di masing-masing direktorat dan Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah IV Bali sedang melakukan monitoring pemeriksaan dan pengecekan kesiapan fasilitas di bandara, agar saat penerbangan internasional dibuka, semuanya sudah siap dengan baik,” ujarnya.
Novie Riyanto memastikan fasilitas pelayanan sudah tersedia di terminal kedatangan internasional. Fasilitas itu misalnya tempat pemeriksaan penumpang bersuhu lebih 38 derajat celcius, tempat pemeriksaan dokumen kesehatan, dan 20 bilik untuk pengambilan sampel tes PCR. Ada juga tempat pemeriksaan keimigrasian, Baggage Handling System, alat pengatur suhu ruangan, tempat pemeriksaan kepabeanan dan holding area, sebagai ruang tunggu hasil swab PCR. Tempat duduk juga diberi jarak mengikuti protokol kesehatan yang berlaku.
Soal persiapan memang menjadi perhatian besar Presiden Joko Widodo. Dalam pengarahan kepada pemerintah daerah di Bali, 8 Oktober lalu, Jokowi punya pesan khusus terkait upaya ini.
“Kita tunjukkan bahwa kita mampu mengelola, mampu mengendalikan dengan manajemen yang ada di lapangan,” ujarnya seperti dikutip dari rilis Sekretariat Presiden.
Bali memang mengalami penurunan sebesar 97 persen dalam jumlah wisatawan, dan 27 persen dalam jumlag wisatawan nusantara, sementara tingkat hunian kamar hotel di bawah 20 persen selama pandemi.
Your browser doesn’t support HTML5
Jokowi berharap, upaya vaksinasi yang maksimal dilakukan, bisa menjadi kunci keberhasilan. Hingga 8 Oktober 2021, vaksinasi di Provinsi Bali telah mencapai 98 persen untuk dosis pertama danlebih dari 80 persen untuk dosis kedua.
“Intinya, kita harus menyiapkan infrastrukturnya. Infrastruktur kesehatannya. Dan tanggal 14 Oktober itu betul-betul dibuka, siap betul. Kalau dari sisi vaksinasi sudah enggak ada masalah,” imbuh Jokowi. [ns/ab]