Mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, Kamis (8/9) mengatakan misinya ke negara bagian Rakhine yang bermasalah tidak dimaksudkan untuk menyelidiki hak asasi manusia, tetapi untuk menyusun rekomendasi untuk meredakan ketegangan antara umat Buddha dan warga Muslim yang minoritas.
Annan memimpin komisi independen terdiri atas sembilan anggota yang dibentuk bulan lalu oleh pemerintah Penasihat Negara Aung San Suu Kyi untuk membantu mencari solusi bagi konflik komunal di negara bagian di Myanmar barat itu, akibat diskriminasi terhadap Muslim Rohingya yang meledak menjadi kekerasan berdarah pada tahun 2012.
Lebih dari 100.000 orang, sebagian besar Rohingya, mengungsi dari kerusuhan dan hingga kini masih tinggal di kamp-kamp pengungsian. Situasi ini juga mendorong banyak warga Rohingya melarikan diri lewat laut ke negara-negara lain, menyebabkan krisis pengungsi regional.
Umat Buddha di Rakhine menganggap warga Rohingya sebagai imigran gelap dari negara tetangga Bangladesh, meskipun banyak di antara mereka telah menetap di Myanmar selama beberapa generasi. Kekerasan terhadap warga Muslim menyebar ke bagian-bagian lain negara yang berpenduduk mayoritas Buddha itu setelah kerusuhan 2012.
Sekitar 1.000 umat Buddha memrotes tim Annan ketika tiba di Rakhine. Mereka menuduh bahwa partisipasi mantan Sekjen PBB itu merupakan campur tangan asing. Tapi segenap anggota tim Annan terus mengadakan pembicaraan dengan para anggota dari kedua agama di ibukota Rakhine, Sittwe, dan sekitarnya.
Kofi Annan juga menekankan bahwa masalah Rakhine ini memiliki dimensi internasional, yang mempengaruhi negara-negara tetangga yang berbatasan yang dilintasi oleh para pengungsi. [lt]