Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dan panglima militer negara itu, Jenderal Min Aung Hlaing, Rabu (11/7), membuka sebuah konferensi besar dengan perwakilan kelompok-kelompok etnis minoritas dalam usaha mewujudkan perdamaian yang langgeng setelah 70 tahun hubungan yang tegang dan konflik bersenjata.
“Saya khawatir penundaaan konferensi perdamaian dapat mempengaruhi kesempatan rakyat kita memperoleh perdamaian," kata Suu Kyi dalam pidatonya.
“Inilah alasan mengapai kita berusaha mengatasi masalah-masalah itu secara politik melalui konperensi perdamaian ini,” tambahnya.
Sesi ketiga Konferensi Panglong abad ke-21 ini dijadwalkan berlangsung lima hari, menyusul pertemuan serupa pada Agustus 2016 dan Mei 2017. Kedua sesi sebelumnya gagal meraih kemajuan dalam menyelesaikan ketidaksepakatan antara pemerintah, militer dan kelompok-kelompok pemberontak etnis yang menginginkan hak otonomi yang lebih besar.
Dalam pidato di hari pembukaan, Jenderal Min Aung Hlaing mendesak semua pihak dalam proses perdamaian untuk segera mencapai kesepakatan. Ia mengatakan, menunda proses perdamaian mengakibatkan tertundanya pembangunan negara itu.
“Langkah-langkah besar harus diambil tanpa penundaan dalam menerapkan pross perdamaian,” katanya, mendesak kelompok-kelompok yang bertikai untuk memprioritaskan perdamaian ketimbang menyuarakan tuntutan politik. “Bunyi senjata tidak akan lagi terdengar, jika semua pihak yang menginginkan perdamaian benar-benar mematuhi kesepakatan.” [ab/uh]