Para orangtua di Vietnam mendorong kebijakan mengenai autisme karena banyak penderita tidak mendapatkan akses terhadap perawatan yang memadai.
HANOI, VIETNAM —
Tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Kesadaran Autisme Dunia, sebuah peristiwa yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2007 untuk menarik perhatian global pada gangguan spektrum autisme (ASD) dan autisme.
Vietnam mengadakan simposium autisme pertamanya bulan lalu, yang oleh banyak pihak diharapkan akan memperbaiki kebijakan pemerintah dalam pendidikan dan panduan kesehatan untuk gangguan kesehatan jiwa. Ini bagian dari upaya para orangtua dari anak-anak yang autistik untuk mendorong perawatan yang lebih baik.
Meski jumlah sekolah khusus meningkat di Vietnam, negara tersebut, seperti banyak negara di Asia Tenggara, tidak memiliki kebijakan nasional mengenai bagaimana merawat ASD.
ASD digambarkan sebagai sekelompok gangguan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi puluhan juta orang di seluruh dunia, dan dikenali sebagai kesulitan dalam interaksi sosial dan komunikasi.
Banyak di antara penderita yang tidak mendapatkan akses terhadap perawatan yang memadai. Namun menurut Dr. Nguyen Thi Hoang Yen, wakil direktur Lembaga Nasional Sains Pendidikan Vietnam, ada peningkatan pemahaman terhadap kondisi tersebut di antara profesional kesehatan di Vietnam pada beberapa tahun terakhir.
“Dulu, banyak orang yang memiliki autisme dimasukkan ke rumah sakit dan dianggap gila atau memiliki gangguan kesehatan jiwa yang parah. Dibandingkan dengan sekarang, saya kira lebih banyak orang yang memahami autisme sehingga mereka tidak melihat autisme sebagai gangguan jiwa yang parah,” ujar Yen.
Orangtua Bangkit
Yen mengatakan bahwa perubahan tersebut sebagian karena perbaikan dalam sistem perawatan kesehatan, terutama untuk anak-anak, dan akses terhadap riset yang dilakukan di negara-negara lain. Namun tenaga pendorongnya adalah orangtua.
Pada Maret, para ilmuwan dari Amerika Serikat, bersama para pejabat dari kementerian kesehatan, pendidikan dan tenaga kerja, ambil bagian dalam sebuah simposium yang diharapkan oleh banyak orang akan menjadi langkah pertama menuju pembuatan kerangka kerja nasional untuk membantu orang-orang dengan ASD.
Yen mengatakan bahwa simposium tersebut sebagian besar diprakarsai oleh Klub Orangtua dari Anak-Anak dengan Autisme di Hanoi. Klub tersebut mengadakan lokakarya dengan spesialis lokal dan asing dan menjaga jaringan dukungan untuk orangtua.
“Pada 2002, kami mendirikan klub orangtua pertama untuk anak-anak dengan autisme di Hanoi. Pada saat itu hanya ada 40 keluarga yang bergabung dengan beberapa profesional di bidang pendidikan khusus dan sekarang ada lebih dari 500 keluarga,” ujarnya.
Salah satu orangtua, “Hung,” mengatakan ia dan istrinya pertama kali melihat ada yang berbeda dengan putra mereka saat ia berusia 1,5 tahun.
“Biasanya jika kita berbicara dengan anak kecil, mereka melakukan kontak mata, mendengarkan dan bereaksi, seperti tersenyum, atau apa saja. Namun putra saya tidak peduli jika saya mengatakan sesuatu dan ia sibuk sendiri,” ujarnya.
Mereka membawanya ke rumah sakit untuk diuji dan diberitahu tiga bulan kemudian bahwa putra mereka memiliki ASD. Para dokter memberitahunya bahwa karena putra mereka masih sangat muda, yang bisa dilakukan adalah berinteraksi dengannya sebaik mungkin. Ketika ia berumur tiga atau empat tahun, mereka dapat melakukan evaluasi lebih baik yang diperlukan.
Perawatan yang Bervariasi
Hung dan istrinya kemudian mencari informasi dari forum-forum daring dan menghadiri pertemuan klub untuk belajar tentang autisme dan apa yang dapat dilakukan. Pada dua tahun terakhir, pasangan tersebut telah mencoba berbagai pendekatan yang berbeda-beda, tapi ia mengatakan jumlah metode yang tersedia bisa membingungkan.
Spesialis autisme Tony Louw adalah direktur lembaga Learning Strategies di Ho Chi Minh City, yang menawarkan layanan intervensi untuk orang dewasa dan anak-anak dengan perkembangan yang tertunda. Ia mengatakan seiring dengan banyaknya negara yang berupaya memperbaiki kebijakan untuk kesehatan jiwa, tekanan dari para orangtua seringkali menjadi katalis untuk tindakan dari pemerintah.
Ia menambahkan bahwa dalam waktunya selama enam tahun di Vietnam, orangtua menjadi lebih aktif dalam mencari informasi, sebagian besar dari Internet.
“Yang kita temukan adalah bahwa menjelaskan diagnosis autisme jauh lebih mudah daripada menjelaskan mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami anak-anak mereka,” ujar Louw.
"Karena orangtua-orangtua itu membawa latar belakang mereka dan pemahaman mengenai fakta bahwa autisme sudah ada dan seperti apa kelihatannya. Dan itu perubahan besar sejak saya tinggal di Vietnam.”
Media lokal melaporkan bahwa jumlah orang yang didiagnosa dengan autisme di Vietnam telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak jelas apakah itu karena perbaikan dalam metode-metode pelaporan atau memang ada kenaikan jumlah individu yang terkena.
Vietnam mengadakan simposium autisme pertamanya bulan lalu, yang oleh banyak pihak diharapkan akan memperbaiki kebijakan pemerintah dalam pendidikan dan panduan kesehatan untuk gangguan kesehatan jiwa. Ini bagian dari upaya para orangtua dari anak-anak yang autistik untuk mendorong perawatan yang lebih baik.
Meski jumlah sekolah khusus meningkat di Vietnam, negara tersebut, seperti banyak negara di Asia Tenggara, tidak memiliki kebijakan nasional mengenai bagaimana merawat ASD.
ASD digambarkan sebagai sekelompok gangguan perkembangan otak yang kompleks yang mempengaruhi puluhan juta orang di seluruh dunia, dan dikenali sebagai kesulitan dalam interaksi sosial dan komunikasi.
Banyak di antara penderita yang tidak mendapatkan akses terhadap perawatan yang memadai. Namun menurut Dr. Nguyen Thi Hoang Yen, wakil direktur Lembaga Nasional Sains Pendidikan Vietnam, ada peningkatan pemahaman terhadap kondisi tersebut di antara profesional kesehatan di Vietnam pada beberapa tahun terakhir.
“Dulu, banyak orang yang memiliki autisme dimasukkan ke rumah sakit dan dianggap gila atau memiliki gangguan kesehatan jiwa yang parah. Dibandingkan dengan sekarang, saya kira lebih banyak orang yang memahami autisme sehingga mereka tidak melihat autisme sebagai gangguan jiwa yang parah,” ujar Yen.
Orangtua Bangkit
Yen mengatakan bahwa perubahan tersebut sebagian karena perbaikan dalam sistem perawatan kesehatan, terutama untuk anak-anak, dan akses terhadap riset yang dilakukan di negara-negara lain. Namun tenaga pendorongnya adalah orangtua.
Pada Maret, para ilmuwan dari Amerika Serikat, bersama para pejabat dari kementerian kesehatan, pendidikan dan tenaga kerja, ambil bagian dalam sebuah simposium yang diharapkan oleh banyak orang akan menjadi langkah pertama menuju pembuatan kerangka kerja nasional untuk membantu orang-orang dengan ASD.
Yen mengatakan bahwa simposium tersebut sebagian besar diprakarsai oleh Klub Orangtua dari Anak-Anak dengan Autisme di Hanoi. Klub tersebut mengadakan lokakarya dengan spesialis lokal dan asing dan menjaga jaringan dukungan untuk orangtua.
“Pada 2002, kami mendirikan klub orangtua pertama untuk anak-anak dengan autisme di Hanoi. Pada saat itu hanya ada 40 keluarga yang bergabung dengan beberapa profesional di bidang pendidikan khusus dan sekarang ada lebih dari 500 keluarga,” ujarnya.
Salah satu orangtua, “Hung,” mengatakan ia dan istrinya pertama kali melihat ada yang berbeda dengan putra mereka saat ia berusia 1,5 tahun.
“Biasanya jika kita berbicara dengan anak kecil, mereka melakukan kontak mata, mendengarkan dan bereaksi, seperti tersenyum, atau apa saja. Namun putra saya tidak peduli jika saya mengatakan sesuatu dan ia sibuk sendiri,” ujarnya.
Mereka membawanya ke rumah sakit untuk diuji dan diberitahu tiga bulan kemudian bahwa putra mereka memiliki ASD. Para dokter memberitahunya bahwa karena putra mereka masih sangat muda, yang bisa dilakukan adalah berinteraksi dengannya sebaik mungkin. Ketika ia berumur tiga atau empat tahun, mereka dapat melakukan evaluasi lebih baik yang diperlukan.
Perawatan yang Bervariasi
Hung dan istrinya kemudian mencari informasi dari forum-forum daring dan menghadiri pertemuan klub untuk belajar tentang autisme dan apa yang dapat dilakukan. Pada dua tahun terakhir, pasangan tersebut telah mencoba berbagai pendekatan yang berbeda-beda, tapi ia mengatakan jumlah metode yang tersedia bisa membingungkan.
Spesialis autisme Tony Louw adalah direktur lembaga Learning Strategies di Ho Chi Minh City, yang menawarkan layanan intervensi untuk orang dewasa dan anak-anak dengan perkembangan yang tertunda. Ia mengatakan seiring dengan banyaknya negara yang berupaya memperbaiki kebijakan untuk kesehatan jiwa, tekanan dari para orangtua seringkali menjadi katalis untuk tindakan dari pemerintah.
Ia menambahkan bahwa dalam waktunya selama enam tahun di Vietnam, orangtua menjadi lebih aktif dalam mencari informasi, sebagian besar dari Internet.
“Yang kita temukan adalah bahwa menjelaskan diagnosis autisme jauh lebih mudah daripada menjelaskan mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami anak-anak mereka,” ujar Louw.
"Karena orangtua-orangtua itu membawa latar belakang mereka dan pemahaman mengenai fakta bahwa autisme sudah ada dan seperti apa kelihatannya. Dan itu perubahan besar sejak saya tinggal di Vietnam.”
Media lokal melaporkan bahwa jumlah orang yang didiagnosa dengan autisme di Vietnam telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Tidak jelas apakah itu karena perbaikan dalam metode-metode pelaporan atau memang ada kenaikan jumlah individu yang terkena.