Organisasi Oxfam yang menangani kemiskinan dan ketidakadilan, menyerukan kepada para pemimpin dunia dalam KTT G-20 di St. Petersburg akhir minggu ini untuk menyusun kembali UU Perpajakan.
DAKAR, SENEGAL —
Undang-undang Perpajakan baru-baru ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan mengelak pembayaran penuh pajak di negara-negara Afrika.
Oxfam mengatakan, pengelakan pajak semacam itu menyebabkan pemerintah Afrika diperkirakan kehilangan sebesar 38,4 miliar dolar per tahun, atau lebih dari separuh dana yang dikeluarkan untuk perawatan kesehatan.
Oxfam mengatakan, negara-negara Afrika kehilangan hampir dua persen dari pendapatan domestik bruto tiap tahun, akibat apa yang disebut suatu “sistim pajak yang tidak jalan”, yang membolehkan perusahaan-perusahaan raksasa dunia menghindari membayar pajak di negara-negara di mana mereka melakukan usahanya.
Emma Seery, Kepala Pembangunan Keuangan dan Pelayanan Umum Oxfam mengatakan, "Kami tahu bahwa negara-negara sedang berkembang kehilangan ratusan miliar dolar tiap tahun, uang yang sebetulnya dapat digunakan untuk biaya perawatan kesehatan atau pendidikan. Perusahaan-perusahaan kaya, perusahaan raksasa multi nasional yang menyedot uang itu dari perekonomian mereka.”
Seery mengatakan hilangnya pajak pendapatan itu disebabkan oleh adaya praktek yang dikenal sebagai “penggeseran laba”, di mana perusahaan-perusahaan itu membuat barang-barangnya di negara-negara berkembang, di mana biaya operasinya pada umumnya rendah, tapi kemudian mendaftarkan pendapatan mereka di negara lain, di mana tidak ada pajak pendapatan.
"Contohnya, ada tingkat pajak rata-rata di Belanda, yang sangat rendah, dan perusahaan-perusahaan itu sering hanya membayar pajak sedikit, dibanding dengan pajak yang seharusnya dibayar di Zambia atau di Burkina Faso. Perusahaan-perusahaan itu juga memindahkan uangnya atau menggeser kegiatan ekonominya di atas kertas ke tempat-tempat yang bebas pajak, di mana kita tidak bisa melihat informasi, tentang siapa membayar pajak yang mana dan apakah mereka membayar dalam jumlah yang benar,” tambah Seery.
Oxfam mengatakan, 19 negara ditambah wakil Uni Eropa yang bertemu secara berkala di G20, bisa bekerjasama dengan Dana Moneter International atau IMF dan Organisasi untuk Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi atau OECD, guna menutup celah-celah di dalam undang-undang perpajakan dunia yang memungkinkan terjadinya penyelewengan pajak semacam itu.
Oxfam menambahkan, negara-negara berkembang, termasuk yang ada di Afrika akhir-akhir ini masih tidak diikutsertakan dalam negosiasi di G-20 mengenai reformasi pajak global, tapi mereka patut mendapat tempat dalam perundingan.
(Jennifer Lazuta).
Oxfam mengatakan, pengelakan pajak semacam itu menyebabkan pemerintah Afrika diperkirakan kehilangan sebesar 38,4 miliar dolar per tahun, atau lebih dari separuh dana yang dikeluarkan untuk perawatan kesehatan.
Oxfam mengatakan, negara-negara Afrika kehilangan hampir dua persen dari pendapatan domestik bruto tiap tahun, akibat apa yang disebut suatu “sistim pajak yang tidak jalan”, yang membolehkan perusahaan-perusahaan raksasa dunia menghindari membayar pajak di negara-negara di mana mereka melakukan usahanya.
Emma Seery, Kepala Pembangunan Keuangan dan Pelayanan Umum Oxfam mengatakan, "Kami tahu bahwa negara-negara sedang berkembang kehilangan ratusan miliar dolar tiap tahun, uang yang sebetulnya dapat digunakan untuk biaya perawatan kesehatan atau pendidikan. Perusahaan-perusahaan kaya, perusahaan raksasa multi nasional yang menyedot uang itu dari perekonomian mereka.”
Seery mengatakan hilangnya pajak pendapatan itu disebabkan oleh adaya praktek yang dikenal sebagai “penggeseran laba”, di mana perusahaan-perusahaan itu membuat barang-barangnya di negara-negara berkembang, di mana biaya operasinya pada umumnya rendah, tapi kemudian mendaftarkan pendapatan mereka di negara lain, di mana tidak ada pajak pendapatan.
"Contohnya, ada tingkat pajak rata-rata di Belanda, yang sangat rendah, dan perusahaan-perusahaan itu sering hanya membayar pajak sedikit, dibanding dengan pajak yang seharusnya dibayar di Zambia atau di Burkina Faso. Perusahaan-perusahaan itu juga memindahkan uangnya atau menggeser kegiatan ekonominya di atas kertas ke tempat-tempat yang bebas pajak, di mana kita tidak bisa melihat informasi, tentang siapa membayar pajak yang mana dan apakah mereka membayar dalam jumlah yang benar,” tambah Seery.
Oxfam mengatakan, 19 negara ditambah wakil Uni Eropa yang bertemu secara berkala di G20, bisa bekerjasama dengan Dana Moneter International atau IMF dan Organisasi untuk Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi atau OECD, guna menutup celah-celah di dalam undang-undang perpajakan dunia yang memungkinkan terjadinya penyelewengan pajak semacam itu.
Oxfam menambahkan, negara-negara berkembang, termasuk yang ada di Afrika akhir-akhir ini masih tidak diikutsertakan dalam negosiasi di G-20 mengenai reformasi pajak global, tapi mereka patut mendapat tempat dalam perundingan.
(Jennifer Lazuta).