Retorika pedas yang dilontarkan calon presiden dari Partai Republik dan Partai Demokrat selama berkampanye mendapat peringatan dari para analis: hal itu bisa mengancam peluang mereka untuk menang.
Seiring berlangsungnya pemungutan suara awal di beberapa negara bagian Amerika Serikat, wakil presiden sekaligus calon presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, berbicara kepada para wartawan, Sabtu (19/10). Ia menggencarkan kritik terhadap lawan politiknya, mantan Presiden Donald Trump.
“Donald Trump telah membuktikan dirinya semakin tidak stabil dan tidak layak,” kata Harris.
Harris menggambarkan Trump dengan kata-kata tersebut berulang kali sejak calon presiden dari Partai Republik itu membuat pernyataan kontroversial di Fox News pada 13 Oktober lalu ketika ia diwawancarai tentang kemungkinan masa jabatan keduanya di Gedung Putih.
Trump ditanya bagaimana ia akan menjaga agar tidak ada birokrat yang merongrongnya. Ia menjawab, “Kita punya musuh dari luar, dan kita punya musuh dari dalam.”
Ia menambahkan, “Ada orang-orang tidak waras, orang gila berhaluan kiri radikal, yang seharusnya bisa dengan mudah ditangani, jika perlu oleh Garda Nasional, atau jika memang diperlukan, oleh militer.”
Your browser doesn’t support HTML5
Trump kemudian mengklarifikasi bahwa ia merujuk pada lawan-lawannya dari Partai Demokrat, namun mengulangi pernyataan yang sama ketika diwawancarai pada 16 Oktober oleh The Wall Street Journal.
Gubernur New Hampshire Chris Sununu, anggota Partai Republik, dimintai pendapatnya mengenai pernyataan Trump itu dalam acara “This Week Show” di TV ABC.
“Tidak ada yang senang dengan kata-kata semacam itu dan hiperbola semacam itu, tetapi coba perhatikan, dia pernah menjadi presiden selama empat tahun. Apakah dia memburu musuh-musuh politiknya?” ujar Sununu. “Saya rasa dia tidak akan melakukan itu dan menyalahgunakan kekuasaannya. Dia tidak melakukannya pada periode pertama, dia belum tentu akan melakukannya pada periode nanti.”
Retorika yang kian memanas, yang digunakan oleh kedua calon presiden untuk saling menyerang, belum tentu merupakan formula yang ampuh untuk meraup suara, kata analis politik Shannon O'Brien kepada VOA melalui wawancara Zoom.
“Saya pikir, ini berpotensi menimbulkan masalah kalau sampai Anda melewati batas dan membuat orang-orang yang berada di tengah (spektrum politik) risih,” jelasnya.
“Saya pikir, mungkin ada orang-orang yang menyaksikan dari rumah, menyilangkan tangan mereka dan merasa muak dengan seluruh proses ini,” tambah O'Brien, yang juga lektor kepala di Departemen Pemerintahan di Universitas Texas, Austin.
O'Brien mengatakan saat ini hanya ada sedikit pemilih yang belum menentukan pilihan mereka. Namun, kedua capres belum berhenti menyerah untuk meraih suara mereka.
Trump dijadwalkan menggelar kampanye di North Carolina, Georgia dan Nevada minggu ini.
Harris, yang menginjak usia 60 tahun pada hari Minggu (20/10) lalu, akan menghadiri rangkaian acara diskusi pada hari Senin (21/10) bersama mantan anggota Kongres AS dari Partai Republik, Liz Cheney, di Pennsylvania, Wisconsin, dan Michigan, dalam upaya meraih dukungan para pemilih yang belum menentukan pilihan, menurut informasi penasihat media kampanye Harris. [br/ka]