Pakar Sebut Laporan Sumbangan Dana Kampanye Krusial

  • Fathiyah Wardah

Pejalan kaki melewati spanduk kampanye Pemilu 2019 di Jakarta.(Foto: AFP/Bay Ismoyo)

Sejumlah kalangan menilai isu laporan sumbangan dana kampanye sangat krusial karena esensi dari laporan tersebut adalah untuk mengetahui dari mana saja peserta pemilihan umum mendapatkan sumbangan.

Sejumlah pakar mengkritisi kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menghapus kewajiban penyampaian laporan dana sumbangan kampanye. Mereka menilai laporan tersebut sangat penting untuk transparansi dan akuntabilitas pemilihan umum (pemilu).

KPU sendiri berkilah dua jenis laporan dana kampanye yang ada saat ini dianggap sudah cukup. Kedua laporan yang dimaksud tersebut adalah laporan awal dana kampanye serta laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhani menekankan pentingnya laporan sumbangan dana itu. Dia mengatakan esensi dari laporan penerimaan sumbangan dana kampanye adalah untuk mengetahui dari mana saja peserta pemilihan umum mendapatkan sumbangan dana kampanye selama tahapan kampanye berjalan.

Salah satu kampanye pemilu di Jakarta pada 2014. (Foto: Reuters/Beawiharta)

"Kenapa itu menjadi penting? Karena di dalam Undang-undang Pemilu, ada beberapa kualifikasi, baik orang yang boleh menyumbang dalam dana kampanye, kemudian sumber dana yang boleh diberikan dalam sumbangan dana kampanye, dan konsekuensi hukum kalau ada penerima atau sumber dana yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Fadli.

Sedangkan laporan awal dana kampanye, imbuhnya, adalah gambaran awal serta laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye merupakan proses di ujung. Padahal peserta pemilu diberi ruang untuk mencari penyumbang atau menerima sumbangan dana kampanye.

Fadli Ramadhani peneliti Perludem (kanan). (Foto: VOA/Fathiyah).

Menurut Fadli, fungsi dari laporan penerimaan sumbangan dana kampanye berfungsi sebagai laporan peserta pemilihan umum kepada KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), masyarakat, dan mungkin juga lembaga penegak hukum untuk melihat bagaimana potret penerimaan sumbangan dana kampanye dari peserta pemilihan umum.

Dia menegaskan kalau hanya mengandalkan laporan di awal dan di akhir, maka sulit untuk melakukan pengawasan setelah masa kampanye selesai. Jika KPU kukuh tidak memasukkan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye dalam syarat peserta pemilihan umum, katanya, maka itu merupakan kebijakan yang mengada-ada dan tidak memberikan pendidikan politik yang baik bagi semua pihak.

Fadli menuding KPU telah merusak aturan-aturan yang sudah baik, mapan, dan dijalankan dalam beberapa kali penyelenggaraan pemilihan umum sebelumnya.

Para petugas pemilu melakukan perhitungan suara Pilpres di salah satu TPS di Jakarta, 2019. (Foto: AP/Tatan Syuflana)

Dalam diskusi yang sama, mantan Komisioner KPU Ida Budhiati juga memberikan kritikan yang tak kalah pedas pada lembaga tersebut. Ia menganggap cara kerja KPU periode sekarang menunjukkan mereka tidak memiliki komitmen untuk menjaga penyelenggaraan dan regulasi penyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, semua regulasi dan instrumen teknis dari KPU periode sebelumnya sudah cukup lengkap. Dia mengatakan regulasi KPU pada Pemilihan Umum 2019 melanjutkan regulasi dari KPU periode sebelumnya pula.

"Jadi soal laporan penerimaan sumbangan dana kampanye itu sudah diterapkan sejak Pemilu 2014, 2019, dan apalagi undang-undangnya tidak berubah. Jadi patut kita semua bertanya kepada KPU apa yang menjadi alasan-alasan filosofis, sosialogis, apalagi yuridis, meniadakan LPSDK (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye -red)," ujar Ida.

BACA JUGA: Rekening Khusus Dana Kampanye Tak Cegah Politik Uang

Karena menghapus kewajiban laporan penerimaan sumbangan dana kampanye, dia menilai KPU hanya membaca undang-undang secara testual tanpa memahami tujuan penyelenggaraan pemilihan umum yang adil, transparan, dan berintegritas. Dia menekankan regulasi KPU harus berpedoman pada konstitusi dan undang-undang.

Ida menjelaskan bagi peserta pemilu, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye dapat membantu penguatan kelembagaan partai politik untuk bekerja secara lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola serta menyampaikan laporan dana kampanye.

Untuk pemilih, laporan penerimaan sumbangan dana kampanye bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam menggunakan hak pilih.

Orang-orang duduk di depan mural kampanye pemilihan umum Indonesia menjelang pemilihan bulan depan di Banda Aceh, Aceh pada 17 Maret 2019. (Foto: AFP/Chaideer Mahyuddin)

Dia mengatakan dalam rancangan peraturan KPU, masyarakat kurang memiliki akses terhadap dana kampanye para peserta oemilu. Dalam sistem informasi, juga belum jelas cakupan informasi apa saja yang bisa diketahui oleh publik, peserta, dan penyelenggara pemilihan umum.

Karena itu, menurut Ida, KPU sekarang tidak memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas pemilu dan tidak mendukung pembentuk undang-undang dalam menggelar pemilu yang adil dan berintegritas.

BACA JUGA: Politik Uang Makin Marak, Tetapi Efektivitasnya Dipertanyakan

Dia mengingatkan masyarakat memiliki peran dalam mengontrol kerja lembaga penyelenggara pemilihan umum. Bawaslu juga berwenang mengawasi dan menindak jika ada aturan KPU yang melanggar undang-undang dan konstitusi. Selain Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) bertugas memastikan KPU dan Bawaslu bekerja dengan mandiri dan profesional.

Your browser doesn’t support HTML5

Pakar Sebut Laporan Sumbangan Dana Kampanye Krusial

Sementara itu, Komisioner KPU Idham Holik mengatakan dihapuskannya laporan penerimaan sumbangan dana kampanye bukan berarti peserta pemilu tidak diwajibkan untuk melaporkan sumbangan dana kampanye yang diterimanya.

Idham mengatakan sumbangan dana kampanye tetap wajib disampaikan ke KPU yang dicantumkan dalam laporan awal dana kampanye. Peserta pemilu menyerahkannya sebelum masa kampanye dimulai. [fw/ah]