Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, meminta pemerintah Indonesia dan warga Papua bersikap arif supaya segera menyelesaikan kekerasan di provinsi itu.
“Saya berharap untuk seluruh warga bangsa termasuk saudara-saudara kami di Papua untuk insya Allah mencari solusi dalam setiap masalah yang kita hadapi,” ujarnya kepada wartawan usai peringatan haul Nurcholis Madjid di Jakarta, Kamis (29/8/2019) malam.
“Dengan kearifan para tokohnya dan warganya, baik di Papua maupun di negeri tercinta ini, selalu ada jalan keluar,” tambah doktor sosiologi ini.
Haedar juga mendorong dialog terbuka antar-semua pihak untuk menyelesaikan masalah.
“Jika kita bersungguh-sungguh, sabar, ada kemauan kolektif, dan mau saling berbagi dan mendengar, itu Insya Allah semangat untuk tetap bersatu dalam keberagaman itu menjadi koridor kita menyelesaikan masalah,” tambahnya.
Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Selasa (27/8/2019), menyatakan ada 5 masalah utama di Papua yang perlu diselesaikan, yakni: identitas, politik, ekonomi, demografi, dan kepentingan internasional. Terkait ekonomi, Mu’ti menyoroti kesenjangan antara warga Papua dengan elit Papua dan transmigran dari luar Papua.
“Pemerintah Orde Baru membuka lahan baru bagi transmigran yang sebagian besar berasal dari Jawa. Mereka bekerja di sektor pertanian. Para pedagang dari Sulawesi Selatan berdagang dan menguasai pasar,” ujar Mu’ti dalam pernyataan tertulisnya.
BACA JUGA: Rusuh Papua, Wiranto: Kita Tahu Siapa Dalangnya, Saya Minta HentikanSementara rohaniwan Katolik, Magniz Suseno, menyerukan pemerintah menghentikan pendekatan kekerasan terhadap warga Papua.
“Karena pendekatan kekerasan dari pihak aparat adalah salah satu sebab utama mengapa orang Papua merasa dihina. Begitu cepat orang Papua sedikit ramai saja ditembak mati,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Namun, dia juga meminta warga Papua menyudahi unjuk rasa. Segala aspirasi dan kekecewaan sebaiknya disalurkan lewat dialog yang dibangun langsung oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pembangunan infrastruktur semata tidak akan menyudahi dinamika di Papua.
“Mereka harus mengangkat kekecewaan, keterhinaan, dan juga harapan mereka, dan perlu sekali kita di Jakarta, bangsa lain, membuka hati dan telinga atas itu. Saya masih melihat kemungkinan bahwa kita bisa betul betul mencapai persaudaraan,” tambahnya.
Selain dialog, ujarnya, upaya hukum terhadap pelaku ujaran rasis di Surabaya juga harus dilakukan.
“Tidak bisa tidak, karena kalau (tidak) ditindak, membuktikan bahwa orang Papua tidak berarti, orang Papua dihina tidak apa-apa. Jadi itu harus ditindak,” tegasnya.
BACA JUGA: Jokowi: Mari Kita Jaga Tanah Papua Agar Selalu DamaiDemonstrasi di Papua awalnya memprotes ujaran rasis dan pengepungan mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Namun, unjuk rasa itu telah menjadi protes atas rasisme di Papua, dan juga tuntutan untuk merdeka.
Sejumlah aksi berakhir ricuh terjadi di Manokwari, Sorong, Deiyai, dan Jayapura. Di Jayapura, sejumlah kantor dan fasilitas publik, antara lain kantor pos, dan kantor Majelis Rakyat Papua MRP dibakar massa. TNI mengerahkan 300 personel ke Papua untuk membantu meningkatkan keamanan di sebagian wilayah yang dilanda kerusuhan.
Your browser doesn’t support HTML5
Kamis (29/8) malam, Presiden Joko Widodo di Purworejo, Jawa Tengah, melangsungkan konferensi pers singkat menyikapi kondisi di Jayapura. Jokowi kembali memerintahkan Kapolri Tito Karnavian untuk mengambil tindakan tegas terhadap semua pelanggar hukum.
Lebih jauh Presiden Jokowi menggarisbawahi kembali komitmennya untuk terus memajukan Papua, “baik dalam bidang fisik (infrastruktur, red) maupun sumber daya manusia, agar kita semua – khususnya Mama, Mace, Pace, anak-anak Papua – bisa lebih maju dan sejahtera.” (rt/lt)