PBB Janjikan Dukungan bagi Reformasi Burma

Wakil Sekjen PBB Vijay Nambiar (kanan) saat bertemu pemimpin pro-demokrasi Burma, Aung San Suu Kyi di Rangoon November tahun lalu.

Seorang pejabat tinggi PBB telah meyakinkan para pejabat di Burma bahwa komitmen PBB bagi reformasi di negara di Asia Tenggara itu tetap kokoh.

Wakil Sekjen PBB Vijay Nambiar mengatakan dalam konferensi pembangunan kebijakan di ibukota Naypytaw bahwa PBB siap membantu Burma menyesuaikan diri dengan dunia yang berubah, dengan melipatgandakan upaya-upaya membantu pemerintah memperbaiki kehidupan rakyatnya.

Konferensi tiga hari yang dimulai hari Senin ini diselenggarakan untuk membahas opsi-opsi kebijakan, prioritas dan reformasi kelembagaan untuk mempercepat pembangunan manusia menyeluruh di Burma.

Konferensi ini mempertemukan lebih dari 40 pakar nasional dan internasional yang akan berpartisipasi dalam panel membahas pengalaman bersama di tingkat nasional, regional dan negara lainnya.

Dalam beberapa bulan belakangan, Burma telah membebaskan sejumlah tahanan politik, termasuk pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi, yang sebelumnya dikenai tahanan rumah dan kini berencana mencalonkan diri sebagai anggota parlemen. Burma juga telah memulai pembicaraan perdamaian dengan kelompok-kelompok pemberontak etnis dan melonggarkan kontrol terhadap media. Para pengecam Burma mengatakan meskipun telah berlangsung pengalihan kekuasaan dari militer ke sipil, para jenderal Burma masih mendominasi parlemen dan politik.

Komisaris Eropa untuk Pembangunan Burma, Andris Piebalgs di Rangoon (13/2).

Sementara itu, para pejabat Uni Eropa yang mengunjungi Burma mengisyaratkan akan meringankan lebih jauh sanksi-sanksi, dalam pertemuan dengan pemerintah sipil negara di Asia Tenggara itu, hari Senin.

Komisaris Eropa untuk Pembangunan Burma, Andris Piebalgs mengumumkan janji Uni Eropa untuk memberi bantuan hampir 200 juta dolar dalam dua tahun mendatang.

Ketua majelis rendah Shwe Mann menjanjikan Andris Piebalgs bahwa pemilu sela bulan April akan berlangsung bebas dan adil. Uni Eropa melonggarkan larangan bepergian terhadap para pemimpin Burma pada bulan Januari dan menjanjikan tindakan lebih lanjut jika reformasi berlanjut.

Pemerintah sipil yang didukung militer Burma mulai berkuasa setelah pemilu 2010 yang dicemari oleh keluhan tentang terjadinya kecurangan dan intimidasi. Namun, pemerintah sejak itu membebaskan tahanan politik, merundingkan gencatan senjata dengan pemberontak etnis serta mengizinkan pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan partai Liga Nasional bagi Demokrasi yang dipimpinnya kembali berpolitik.